Logo DW

Trauma Pembantaian Sinjai Hantui Perempuan Yazidi Yang Lolos dari ISIS

DW/B.Schülke
DW/B.Schülke
Sumber :
  • dw

Waktu tidak menyembuhkan luka, terutama jika baru kembali dari neraka. Sebab itu pula sejak kepulangannya ke kampung halaman di utara Irak, Kocher, seorang perempuan Yazidi, mengenakan pakaian serba hitam sebagai tanda duka.

Setelah dibebaskan dari cengkraman Islamic State, Kocher dan suaminya, Mahmood, beserta lima anak perempuan mereka hidup di dataran tinggi di kaki Gunung Sinjar di utara Irak yang tandus dan gersang. Mereka semua adalah pengungsi yang terjebak di negeri sendiri. "Sudah telat bagi saya,” kata perempuan di usia 40 tahun itu.

Kocher mengaku, pikirannya selalu melayang ke tiga anaknya yang tidak jelas keberadaannya hingga kini. Hanya kelima anak perempuannya lah yang memberikan kekuatan bagi sang ibu. “Tanpa anak-anak, saya sudah bunuh diri,” kata dia.

Pembantaian di Gunung Sinjai

Mimpi buruk bagi Kocher bermula 3 Agustus 2014, ketika milisi ISIS menyerbu kawasan Sinjar yang sejak berabad-abad menjadi kampung halaman warga Yazidi. Bagi para “tentara Tuhan”, anggota etnis minoritas ini adalah “kafir” dan “penyembah iblis.”

Para jihadis lalu melancarkan apa yang disebut PBB sebagai sebuah genosida. Hingga kini, tidak seorangpun diseret ke pengadilan terkait kejahatan kemanusiaan di Gunung Sinjar.

Pada hari-hari setelah kedatangan ISIS, 50.000 warga Yazidi melarikan diri ke puncak-puncak gunung, sebagai langkah terakhir mencari perlindungan di tempat yang mereka anggap suci itu. Bersama keluarga lain, Kocher dan delapan anaknya mengikuti langkah serupa, meniti jalur terjal di lereng gunung.