'Raja All England' Buka Suara Soal Polemik Audisi PB Djarum
- BWF
VIVA – Belum tuntasnya polemik bakal berhentinya program Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis mulai tahun 2020 mendatang, kini mulai membuat para legenda Tanah Air angkat bicara. Sebagai sosok yang sangat dihormati di arena tepok bulu angsa sejagat, Rudy Hartono pun menuturkan pandangannya soal kisruh rekomendasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap kegiatan audisi bulutangkis PB Djarum itu.
Meski dirinya bukan pemain hasil binaan PB Djarum, bagi Rudy saat ini memang harus dipahami apa yang jadi substansi dari permasalahan ini. Sebagai figur yang pernah berjuang keras demi kebanggaan bangsa Indonesia, pemilik 8 gelar All England Open tentunya bisa juga merasakan apa yang dialami rekan-rekannya sesama insan bulutangkis di PB Djarum.
“Kalau saya begini, pembinaan bulutangkis ini nggak banyak yang ikut serta. PB Djarum itu memang salah satu klub besar yang melakukan audisi paling intens dan aktif. Semua orang tahu Djarum punya dana. Tetapi bukan soal punya dananya saja,” ungkap Rudy Hartono dalam sebuah wawancara.
“Djarum memang konsentrasi ke bulutangkis. Nah, itu harus dihargai. Semua orang bisa saja punya dana besar, tapi belum tentu punya konsentrasi ke olahraga seperti Djarum. Kebetulan sokongan ke bulutangkis sudah dilakukan oleh Djarum dan sudah banyak hasilnya. Demikian juga yang dilakukan oleh PB Jaya Raya. Dukungan yang diberikan tak sekadar sponsor pertandingan, itu lain lagi. Tapi betul-betul pembinaan,” tambahnya.
Rudy yang kini menjabat sabagai Ketua Umum klub PB Jaya Raya ini pun menampik tudingan adanya unsur eksploitasi yang terjadi dalam proses berjalannya audisi umum Djarum. Ia merasa KPAI perlu menggunakan sebuah metode real yang bisa dipertanggungjawabkan apakah tudingan eksploitasi itu benar adanya.
“Saya kira tidak ada eksploitasi. Mana ada sih? apa benar ada? Cuma masalah tulisan Djarum bisa mengakibatkan pandangan umum, pandangan-pandangan mereka seperti itu, ya itu masing-masing sih. Perlu ada survei dong, apakah hal itu mengakibatkan situasi seperti ini,” jelas Rudy.
“Pada keluarga-keluarga itu disurvei dong. Jadi ada semacam input untuk menentukan. Jadi sebelum memberikan suatu tanggapan, memang perlu disurvei dulu, betul atau enggak. 50 persen itu keluarga-keluarga peserta audisi, 50 persen lainnya dari luar. Terus dilihat betul ada nggak eksploitasi anak di audisi Djarum,” kata pria kelahiran Surabaya ini.
Lebih jauh Rudy pun menyayangkan jika program Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis harus dihentikan, karena yang akan jadi korban adalah para bakat-bakat bulutangkis terbaik negeri ini yang bakal tersendat perkembangannya.
“Kalau dari sudut pandang saya sebagai insan bulutangkis, jika audisi dihentikan, kasihan anak-anak tidak bisa berkembang cepat. Tetapi selama PB Djarum itu tetap mengadakan pembinaan, ya nggak ada masalah. Toh sejauh ini memang diperbolehkan oleh PBSI, tidak dilarang PBSI, dengan adanya PB Djarum.” [mus]