Kisah Luar Biasa Petinju Inggris yang Kalah 51 Kali Berturut-turut

Petinju terburuk Inggris, Robin Deakin.
Sumber :
  • Alamy

VIVA Sport – "Ambisi saya adalah untuk dikenang. Untuk dikenang sebagai seorang pecundang? Tidak. Untuk dikenang karena membuat kesan, untuk melakukan hal-hal yang tak seorang pun mengatakan bahwa saya bisa melakukannya."

Menang Tinju, Codeblu: Chef Arnold Jauh Lebih Kuat dari Saya

Itu adalah kata-kata Robin 'Rockin' Deakin, seorang petarung berbeda yang dikenal sebagai sebagai 'Petinju Terburuk Inggris'.

Deakin mencapai ketenaran dan menjadi berita utama di seluruh dunia setelah kalah 51 kali berturut-turut selama karier profesionalnya.

Chef Arnold Poernomo Minta Maaf Setelah Dikalahkan Codeblu

Petinju terburuk Inggris, Robin Deakin. (kanan)

Photo :
  • Alamy

Namun, meski tanpa kemenangan dalam karier luar biasanya, hal itu tidak menyurutkan kisah luar biasanya sebagai petarung yang gigih. Dia bahkan mampu mengatasi segala rintangan besar untuk mencapai peringkat profesional.

Juara HSS Series 5, Forlan Rivaldo Bikin Lenny Hartono Bangga

Terlahir dengan talipes equinovarus atau lebih dikenal kaki pengkor, Deakin menjalani lebih dari 40 operasi sebagai anak muda dan tidak dapat berjalan tanpa bantuan sampai usia enam tahun.

Dalam upaya meningkatkan mobilitasnya, Deakin diperkenalkan pada tinju sejak kecil. Dan itu merupakan awal dari perjalanan panjang dan unik di olahraga tersebut.

"Saya dibawa ke gym pada usia lebih dari enam tahun," kata Deakin kepada SPORTbible.

"Saya dulu berada di kursi roda saya, jabbing dan hal-hal lain, dan mengatakan itu seperti 'Dia bisa menjadi cukup baik, jika dia bisa berjalan'. Saya terus menjalani operasi pada kaki saya, saya menjadi sedikit lebih kuat dan mulai angkat fisio."

"Akhirnya saya mulai berjalan, mengambil langkah-langkah kecil. Saya bisa pergi ke tinju untuk mencoba dan memperkuat kaki saya. Saya menemukan bahwa itu membantu, dengan kepercayaan diri saya juga. Saya mulai smeakin kuat dan kuat. Itu banyak membantu."

"Itu memberi saya kepercayaan diri untuk menjadi diri sendiri. Daripada menjadi anak pemalu yang dulu diganggu. Senang menjadi diri sendiri dan memiliki kepercayaan diri untuk melakukan itu."

Seiring bertambahnya usia, kondisi Deakin membaik dan akhirnya dia mampu bersaing di kompetisi amatir, mencapai semifinal kelas welter ringan di ABA Championships, dan juga meraih medali perak di Piala Limassol di Siprus.

Petinju terburuk Inggris, Robin Deakin. (kanan)

Photo :
  • Alamy

Setelah 76 pertarungan karier amatir, Deakin akhirnya membuat debut profesionalnya pada 2006. Dia mengalahkan Shaud Walton dengan poin di York Hall, London.

Namun, kekalahan dari Eduards Krauklis dalam pertarungan keduanya yang digelar secara tergesa-gesar di Wembley Arena pada tahun berikutnya memicu serangkaian kekalahan yang luar biasa bagi Deakin yang akan memberinya reputasi sebagai runner up tinju abadi.

Kekalahan demi kekalahan terus berlanjut, yang berlangsung selama sembilan tahun, termasuk kekalahan dari juara masa depan Anthony Crolla dan Stephen Smith, serta kekalahan lainnya.

Menjelaskan tentang keputusannya untuk karier profesionalnya bahkan setelah begitu banyak mengalami kekalahan, Deakin berkata: "Saya kencanduan rasa sakit. Kedengarannya konyol tapi saya suka rasa sakit, saya suka berada di wilayah yang tidak diketahui untuk masuk di sana dan sesuatu yang buruk terjadi. Itu tidak mengganggu saya tentang menang dan kalah."

"Setiap kali saya bertinju yang terbaik, saya muncul untuk mencari bagian. Fake tan dari Suzi Wong selalu menjadi perlengkapan saya melalui karier pro saya dan membuat saya terlihat bagus. Saya selalu masuk dengan terlihat bagus tetapi berakhir sebagai yang kedua!"

Titik nadir kariernya terjadi pada tahun 2014 ketika dia dicabut lisensinya untuk bertarung oleh British Boxing Board of Control karena kekhawatiran akan keselamatannya.

Akan tetapi, dia bisa melanjutkan olahraga tinju setelah mendapat izin dari otoritas Jerman.

Hingga akhirnya, ketekunannya itu membuahkan hasil pada tahun 2015 ketika dia meraih kemenangan keduanya yang sulit dipahami. Dia mengalahkan petinju Latvia, Deniss Kornilovs, yang secara kebetulan dimainkan di tempat yang sama saat Deakin melakukan debut pro yang sukses sembilan tahun sebelumnya.

"Itu sangat berarti ... saya sampai menangis di atas ring," ujar Deakin.

"Saya tidak yakin apakah itu kebahagiaan, tapi saya pikir itu lebih melegakan. Itu beban di pundak saya," sambungnya.

Dia pun mengapresiasi peran mantan juara kelas welter Inggris, Michael Jennings, atas kemenangan tersebut, yang membantu melatihnya untuk bertarung dan bahkan menempatkannya di rumahnya sendiri setelah dia kehilangan tempat tinggal.

Petinju terburuk Inggris, Robin Deakin.

Photo :
  • Alamy

"Michael adalah salah satu teman terdekat saya di tinju," ungkap Deakin, yang juga berterima kasih kepada saudara laki-laki Jennings, Dave, atas dukungannya selama periode itu.

"Saya tinggal dirumah Michael. Orang tidak tahu ini tapi saya sebenarnya tunawisma, saya tidak punya tempat tinggal. Saya tinggal di rumah Michael selama sekitar empat bulan, tinggal di ruang bioskopnya. Dan, latihan setiap hari."

"Itu gila karena ketika saya menang, itu mendunia. Saya meminta Floyd Mayweather dan Mike Tyson berbagi cerita tentang kecatatan saya. Itu sangat berarti. Terima kasih kepada Michael dan Dave karena telah membantu saya saat itu."

Deakin akhirnya gantung sarung tangan pada tahun 2018, sekaligus mengakhiri karier profesionalnya dengan hanya dua kemenangan dari 55 pertarungannya. Namun, dia belum selesai bertarung.

Dia kemudian pindah ke Merciless Gladiator's Right Ripper atau olahraga tinju tanpa ampun. Keputusannya pindah karena dia mengakui hal itu sebagai cara untuk melukai diri sendiri setelah berjuang melawan depresi.

"Saya tidak ingin berada di sini," jelas Deakin.

"Saya tidak memiliki tempat tinggal yang stabil, tingga di hotel ... itulah sebabnya saya melakukan begitu banyak perkelahian sehingga saya punya tempat tinggal selama beberapa hari."

Setelah meraih satu hasil imbang, dan tiga kekalahan dari empat pertarungan pertama, Deakin memilih untuk menjauh dari olahraga setelah kebahagiann dan stabilitas dengan rekannya, Kristy.

Namun, dia tergoda untuk membuat kejutan comeback bulan melawan Ben Hatchett, yang berakhir dengan pahit, yaitu kekalahan.

"Saya bertarung karena saya berusia dua setengah tahun dan tidak melakukan apa-apa, tetapi saya menemukan kesalahan saya dan menemukan kebahagiaan," ucap Deakin.

"Tiga pekan sebelum pertarungan terjadi, saya ditawari pertarungan. Saya tidak melakukan pelatihan selama dua setengah tahun tapi saya pikir pers**an. Saya tidak menolak pertarungan, dan saya tidak peduli apapun itu. Itu naluri seorang petarung," tuturnya.

Petinju terburuk Inggris, Robin Deakin. (kiri)

Photo :
  • Alamy

Deakin sekarang akan menjalani operasi lain dan berencana untuk melakukan satu pertarungan lagi setelah dia pulih dari operasi. Dia masih akan melihat apakah kakinya masih menahannya saat bertarung.

Akan tetapi, jika pertarungan pemungkanya berakhir dengan kekalahan, Deakin mengatakan bahwa dia tetap bangga dengan apa yang dia capai dalam kariernya.

"Saya selalu diberitahu bahwa saya tidak akan menjadi petinju oleh guru di sekolah karena kecatatan saya. Saya ingin membuktikan kepada orang-orang bahwa Anda bisa melakukannya jika Anda mau," ujar Deakin.

"Menang atau kalah, saya tidak peduli. Saya hanya suka bertarung," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya