Cerita Tim Indonesia Jadi 'Buronan' di Piala Uber 1998

Kepala bidang pembinaan dan prestasi PP PBSI, Susy Susanti.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Purna Karyanto

VIVA – Kisah kelam bangsa Indonesia saat kerusuhan tahun 1998 ternyata masih tertanam di benak para legenda bulutangkis Tanah Air. Mengingat pada saat bersamaan, mereka tengah membela Indonesia dalam ajang Piala Thomas-Uber 1998 di Hong Kong.

Rekam Jejak Indonesia di Piala Thomas dan Uber

Dalam perjuangan berat tersebut, beban mental pun membayangi kiprah para arjuna dan srikandi tepok bulu terbaik Tanah Air. Mereka menjadi sasaran intimidasi publik Hong Kong akibat geram dengan perlakuan masyarakat Indonesia pasca meletusnya kerusuhan massal di sejumlah daerah.

Akibatnya, para pemain Indonesia harus terpecah fokus dan konsentrasinya untuk memikirkan nasib dan keselamatan diri mereka selama di Hong Kong serta nasib sanak keluarga di Indonesia.

Luar Biasa! Korsel Juara Piala Uber 2022 Usai Patahkan Dominasi China

"13-14 Mei itu kalau enggak salah dua hari jelang laga Piala Uber, sambil mau main kita dapat kabar wah sudah mau dekat rumah kerusuhannya," ungkap legenda bulutangkis Indonesia, Susy Susanti kepada VIVA.

"Kita yang lagi tanding di Hongkong, juga diincar dan dicari sama orang-orang di sini, sampai dilemparin telur segala macam. Ya diincarlah sama penonton satu gedung," lanjutnya.

Membara, China Hadapi Korsel di Final Piala Uber 2022

Kerusuhan Mei 98

"Karena mereka juga sudah tahu kan perlakuan saat kerusuhan itu kan biadab banget. Kan ada yang bilang, ada yang disiksa, dibakar, dibunuh, diperkosa, dijarah. Di sana (Hongkong) beritanya luar biasa," tambah Susy.

Pemilik medali emas Olimpiade pertama untuk Indonesia itu pun masih ingat betul, bagaimana mereka kala itu layaknya "buronan" sepanjang berlaga di Piala Uber 1998.

"Di sana jaket kita harus dibalik, enggak boleh ada tulisan nama Indonesia, karena saat kita di jalan, itu diincar juga. Pas pulang ke bandara itu pun pengamanannya ketat banget," tegas Susy.

"Saya pernah ditanya teve internasional, apa mau minta suaka? Saya jawab, baik jelek itu negara saya. Saya enggak ikutan dalam politik, saya kurang tahu urusannya. Keluarga saya ada di sana dan saya akan kembali ke Indonesia," lanjutnya.

Di akhir turnamen, Susy Susanti dan rekan-rekannya di tim Uber harus puas finis sebagai runner-up usai takluk 1-4 dari China dan gagal mempertahankan gelar yang mereka raih pada 1994 & 1996. Sejak kekalahan itu pula, skuat putri Indonesia belum mampu lagi menjadi juara Piala Uber hingga saat ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya