Kawasan Ekowisata Kandangan dan Loksado

Loksado
Sumber :
  • flickr.com/Ng Sebastian

VIVA.co.id - Loksado merupakan wilayah pengembangan ekowisata andalan Kabupaten Hulu Sungai Selatan terutama sub sektor ekowisata termasuk wisata budaya.  Kawasan ini diperkaya dengan 12 jenis flora endemik, dua diantaranya adalah keluarga palmae dan Satu jenis lagi yang sangat diminati oleh pihak Botanical Garden Edinburgh Inggris adalah Rhododendron alborugosum.  

Intip Terios 7 Wonders The Series

Sampai saat ini belum diketahui kenapa tanaman ini sangat dicari oleh pihak tersebut.  Sembilan jenis endimik lainnya adalah Lahung (Durio dulcis), Damar merah (Shorea beccariana, S. parvistipulata), Pitun (Shorea myrionerva), Damar (Shorea obscura, S. rugosa), Tengkawang (Shorea stenoptera), Resak (Vatica enderti) dan Binturung (Artocarpus lanceifolius).  

Kesembilan jenis ini hanya ada di pulau Kalimantan. Selain itu dikawasan ini juga terdapat beberapa jenis anggrek, hutan agathis (Aghatis beccari) yang kondisinya relatif masih baik di Kalimantan Selatan, sehingga memerlukan suatu usaha perlindungan. 

Finding Local Gems from the Locals
Untuk jenis fauna dari sedikitnya 97 jenis satwa yang menghuni kawasan ini, 38 jenis diantaranya adalah jenis jenis yang dilindungi undang undang. Perinciannya adalah 17 jenis dari jenis mamalia, 20 jenis burung dan 1 jenis reptil.  Menurut Red data Book IUCN tahun 1990 diantara jenis satwa yang ada 3 jenis satwa yaitu Macan dahan (Neofelis nebulosa), Ayam hutan (Lophura ignita) dan Cukias (Lophura bulweri) termasuk yang secara global dalam status terancam punah. Beberapa satwa liar endemik Kalimantan yang terdapat dikawasan ini adalah Owa owa (Hylobates muellery), Hirangan (Presbytis frontata) dan Miya/Kilahi (Presbytis rubicunda)

Mengenang Perjalanan Menjelajah Kalimantan
Dari beberapa diskusi dengan masyarakat, kelompok pemuda dan tokoh masyarakat yang ada di kawasan Malaris, pada saaat ini telah ada sebuah tempat berupa bangunan yang diharapkan menjadi sebuah tempat yang dapat memberikan informasi tentang potensi wisata yang telah ada, tetapi juga akan berfungsi sebagai sarana untuk saling memberikan informasi antara komunitas setiap balai yang terdapat di kawasan ini. Pusat informasi ini juga berkepentingan sebagai penunjang pengembangan potensi yang ada di kawasan ini, termasuk ekowisata.  

Kawasan Loksado dengan keanekaragaman hayatinya dan keberadaan masyarakatnya dengan kearifan pengatahuan pengelolaan SDA nya secara nyata memiliki potensi untuk menjadi kawasan ekowisata yang menjanjikan banyak manfaat (benefit) , sehingga perlu dilakukan upaya upaya untuk pengembangan kegiatan ekowisata dengan mengoptimalkan pusat informasi wisata komuniras.  

Untuk pengembangan tersebut dinilai perlu untuk dilakukan: Studi Potensi Ekowisata, terutama di kawasan Balai Malaris dan sekitarnya yang sampai saat ini memiliki berapa potensi alam yang berpeluang menjadi obyek wisata yang memberikan manfaat bagi masyarakat maupun pihak lain yang terkait dengan pariwisata, seperti Riam Barajang, Pemandian Anggang, Puncak Magaringsai dan Gua Nunungin yang pada saat ini belum banyak dipublikasikan karena minimnya data dan dokumentasi tentang obyek obyek tersebut.  

Selain itu, sistem kelola potensi wisata dan pembagian manfaat yang cukup adil bagi masyarakat bisa dikatakan belum menemukan bentuk yang ideal. Minimnya keterlibatan masyarakat yang dipengaruhi oleh kapasitas SDM nya serta sangat minimnya inisiatif pihak pemerintah untuk memberikan peluang peningkatan ketrampilan dan pengetahuan kepada masyarakat dalam hal pengelolaan ekowisata menjadi salah satu penghambat yang cukup serius terhadap pengembangan potensi wisata alam dikawasan ini.

Kondisi seperti ini secara makro selama ini menyebabkan adanya gangguan gangguan terhadap para wisatawan, baik secara psikologis maupun secara sosialogis.  Misalnya adanya rasa ketidak nyamanan dalam meninkmati obyek wisata alam yang ada karena reaksi atau aktivitas masayrakat disekitar obyek wisata karena tingkat pengetahuan masyarakat tentang sosio kultur wisatawan, terutama wisatawan asing yang masih kurang. 
 
Secara mikro, masyarakat lokal, sekitar obyek wisata merasa hanya menjadi penonton,  karena ruang partisipasi dan keterlibatan mereka tidak dibuka secara lebar untuk menjadi pelaku utama dalam pengelolaan ekowisata, sementara secara psikologis yang dimanfaatkan adalah wilayah, bahkan wilayah adat mereka sehingga banyak peristiwa yang menurut mereka telah melewati batas batas wilayah aturan adat mereka. Hal ini ini menyebabkan tidak adanya harmoni antara penikmat wisata dengan masyarakat lokal sehingga menimbulkan gape dan priksi yang kontraproduktif terhadap pengembangan wisata alam di kawasan ini.  

Selain itu, minimnya partispasi masyarakat dalam konteks sebagai pelaku kunci dalam kegiatan wisata alam, juga mempengaruhi sisi sosio economic masyarakat karena mereka tidak merasakan benefit (manfaat) yang nyata dari aktivitas wissata yang selama ini ada.  Hal ini secara perilaku dan norma  potensi gangguan terhadap kegiatan ekowisata karena tingkat kesadaran dan toleransi terhadap aktivitas wisata alam daeri masyarakat tidak pernah dibangun dengan pendekatan “pemberdayaan sikap’ (Commnunity behaviour empowerment) untuk masyarakat obyek wisata alam.  

Memang tidak mudah untuk melakukan hal ini, karena memerlukan asistensi dan pandampingan oleh SDM yang cukup mengerti tentang ekowisata dan dilakukan secara konsisten dan kontinyu yang tidak cukup 1–2 tahun.  Namun Pemerintah mutlak harus melakukan ini bila ingin membuat Lokado menjadi kawasan ekowisata yang ideal dan  cukup menguntungkan baik dari sisi pendapatan daerah maupun dari sisi benefit di tingkat masyarakat.

Sarana dan prasarana serta infrastruktur wisata tidak akan banyak membantu karena tidak akan bertahan lama apabila partisipasi masyarakat dalam sistem kelola kunci dan sharing benefit daei kegiatan ekowisata tidak ditata secara baik dan adil.  

Pengalaman menunjukkan fasilitas pendopo, bangunan pusat informasi dan kamar ganti yang ada di Loksado dan kawasan air Terjun sungai Mangkiki (Haratai) tidak dapat berfungsi dan terpelihara secara baik.  Penyebabnya selain dua hal tersebut diatas, juga karena kelihatannya pihak pariwisata belum bisa melakukan aktivitas di lokasi obyek wisata secara optimal, kecuali penarikan retribusi yang rutin di sekitar resort Amandi di Muara Hatip.

Kondisi yang seperti ini mengkondisikan interaksi dan komunikasi antara pihak yang berwenang, dalam hal ini dinas Pariwisata dengan masyarakat sekitar obyek wisata tidak berjalan lancar. Hal ini berakibat permasalahan yang ada di lokasi tidak tergali, sehingga berpotensi besar terjadi analisis yang tidak tepat dalam mengantisipasi persoalan yang ada. Acara psikologis hubungan produktif dengan masyarakatpun tidak pernah terbagun dengan sinergis untuk menuju pada progress yang cukup signifikan dalam hal kemajuna sektor pariwisata, terutama wisata alam di kawasan ini.

Dari beberapa kali hasil pengamatan dan diskusi dengan masyarakat, bahwa infrasruktur, sarana dan prasarana adalah komponen penting dalam pengembangan ekowisata di daerah Loksado, namun membangun Sosio kultur, sosio economic dan sosio ekologi ditingkat masayrakat sangatlah tidak bisa ditinggalkan.

Pengembangan pariwisata di Loksado tidaklah bijak kalau hanya menjual dan memaksa masyarakat tetap primitif, tidaklah adil kalau yang menerima manfaat (langsung) hanyalah pemerintah dan operator wisata (manfaat multiflyer effect selama ini sering menjadi pembenar untuk argumentasi sharing benefit yang sudah adil). Dan tidaklah maju apabila pengembangan ekowisata justru berpotensi untuk merusak sistem kelola SDA H yang telah ada di masayrakat sejak ratusan tahun yang lalu.  

Pengembangan wisata di Kawasan Loksado harus ada perimbangan antara pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana, Data base dan publikasi yang memadai, peningkatan kapasitas dan pengetahuan masyarakat tentang ekowisata dan adanya penghargaan terhadap kearifan tradisional mereka selama ini seperti struktur lembaga adat dan sistem tata ruang termasuk kawasan lindung (kayuan) serta sistem penguasaan tanah yang digunakan oleh mereka.  

Selain itu pengembangan ekowisata di kawasan ini harus didukung oleh adanya dedikasi pemerintah untuk mencapaui kemajuan sektor wisata di kawasan ini. Potensinya sudah cukup lumayan, hanya tidangal mengembangkannya secara jujur dan lugu, tanpa adanya kepentingan kepentingan tertentu yang sangat berlebihan.

Selain alamnya, potensi makanan tradisi dan cara memasak masyarakat Dayak Loksado seperti umbut umbutan, pucuk pijanjangan dan pucuk payau merupakan kekayaan jenis makana yang disediakan dari alam.  Cara memasak nasi dan lauk dengan jenis bambu tertentu juga merupakan potensi aar wisatawan mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan dalam hal bersantap di wilayah Loksado.  Jika dipromosikan dengan baik, dan dikelola menjadi sebuah kejutan kuliner tradisi bagi wisatawan, bisa jadi potensi ini adalah item daya tarik khusus untuk wisatawan yang datang ke Loksado. (Rudy R. Udur)

*Tulisan ini dilombakan untuk Borneo Wild Adventure. Daihatsu dan VIVA.co.id kembali mengajak bloger menjelajah keindahan alam liar Kalimantan dengan mobil New Daihatsu Terios. Info lebih lanjut klik di sini.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya