Taman Nasional Ujung Kulon: Rumah Nyaman Untuk Badak Jawa

Ujung Kulon
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Badak merupakan hewan bercula satu ataupun dua tergantung dari spesiesnya. Badak merupakan hewan pemakan tumbuhan atau biasa disebut dengan istilah hewan herbivora.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Bobot badak dewasa dapat mencapai lebih dari satu ton. Kulit badak tebal dan berlapis dengan tebal antara 1,5 - 1 cm. Badak merupakan anggota genus Rhinocheros yang terdiri dari lima spesies. Dua spesies anggota genus Rhinocheros merupakan spesies asli Afrika sedangkan tiga sisanya merupakan spesies asli Asia Selatan.

Lima spesies badak tersebut terdiri dari Badak Putih (Afrika), Badak Hitam (Afrika), Badak India (Asia Selatan), Badak Jawa (Asia Selatan), dan Badak Sumatera (Asia Selatan). Salah satu badak yang keberadaannya terdapat di Indonesia adalah Badak Jawa. Di Indonesia Badak Jawa dapat dijumpai di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies badak yang mempunyai status terancam punah.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Sejarah keberadaan Badak Jawa tercatat tersebar dari India, Bangladesh, Indochina, hingga Pulau Jawa dan Sumatera. Namun, pada saat ini populasi Badak Jawa yang masih tersisa di dunia hanya berkisar 50-60an ekor, seluruhnya hidup di alam bebas dan tidak ada yang hidup di penangkaran.

Populasi Badak Jawa yang tersisa terdapat di dua lokasi yang terpisah. Sebagian besar populasinya (tecatat 57 ekor pada tahun 2010) berada di Ujung Kulon, Jawa Barat, Indonesia dan sisanya berada di Cat Tien, Vietnam bagian selatan.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Badak Jawa yang berada di Ujung Kulon merupakan harapan terbesar bagi keberlanjutan spesies yang terancam punah ini. Ujung Kulon merupakan rumah utama bagi badak. Badak Jawa merupakan spesies badak yang harus dispesialkan agar mampu bertahan dari ancaman kepunahan.

Salah satu cara untuk menghindarkan Badak Jawa dari kepunahan adalah dengan memberikan rumah yang nyaman bagi Badak Jawa agar Badak Jawa mampu memaksimalkan habitatnya untuk tumbuh dan berkembang.

Terdapat pepatah lama yang mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang", oleh karena itu sebelum membicarakan mengenai rumah yang nyaman bagi badak sebaiknya kita mengenal badak jawa terlebih dahulu.

Badak Jawa adalah hewan yang mempunyai tanduk hidung tunggal yang biasanya melengkung ke arah belakang, yang biasa disebut dengan istilah cula.

Cula badak terbuat dari keratin. Cula Badak Jawa berwarna hitam, pada umumnya terdapat pada badak jantan dengan rata-rata panjang 20 - 25 cm. Sedangkan pada badak betina, jarang ditemukan adanya cula.

Cula yang dimiliki oleh Badak Jawa bukan difungsikan untuk bertarung. Melainkan untuk menggores lumpur di dalam kubangan, meruntuhkan tumbuhan yang menjadi pangannya, dan sebagai pelindung kepala dan hidung ketika menembus vegetasi yang padat.

Bibir atas Badak Jawa berbentuk runcing yang dapat digunakan untuk menangkap makanan dan membawanya ke mulut. Badak Jawa betina mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari badak jantan.

Berat badak betina mencapai 1.500 Kg dan 1.200 Kg pada badak jantan. Tinggi badak jawa berkisar antara 1,4 - 1,8 meter. Sedangkan rata-rata panjang tubuhnya berkisar antara 3 - 3,2 meter dan bisa mencapai 4 meter. Tubuh Badak Jawa dewasa tidak berbulu dan mempunyai kecenderungan warna abu-abu hingga abu-abu kehitaman. Kulit badak jawa berlipat dan mempunyai kenampakan berlapis-lapis seperti menggunakan baju perisai.

Masa hidup Badak Jawa berkisar antara 30-40 tahun. Badak Jawa betina mencapai kedewasaannya pada usia 5-6 tahun sedangkan badak jantan memerlukan rentang waktu yang lebih lama yaitu pada usia 10 tahun.

Periode kehamilan Badak Jawa betina diperkirakan selama 16 hingga 19 bulan. Lamanya rentang waktu yang diperlukan Badak Jawa untuk bereproduksi menyebabkan pertumbuhan jumlah populasi Badak Jawa terjadi sangat lamban. Makanan Badak Jawa sebagian besar merupakan tanaman spesies herba. Badak Jawa hanya mengkonsumsi sedikit rerumputan atau bahkan tidak mengkonsumsinya sama sekali.

Badak Jawa lebih memilih untuk mengkonsumsi bagian pucuk dari tanaman, daun, dan ranting dari tumbuhan berkayu. Biasanya Badak Jawa mendapatkan makanannya pada hutan semak belukar yang lebat atau pada hutan sekunder.

Namun, terkadang Badak Jawa ditemukan berkeliaran di vegetasi yang umum dikonsumsinya pada area sungai dan pesisir di Ujung Kulon. Beberapa vegetasi yang merupakan makanan utama dari Badak Jawa yang terdapat di Ujung Kulon adalah kedondong hutan (Spondias pinnata), jahe-jahean (amomum), sulangkar (Leea sambucina), kanigara (Dillenia excelsa), awar-awar (Ficus septica), pandan-pandanan (Pandanus), saliara (Lantana camara), dan lain sebagainya.

Badak Jawa juga mengkonsumsi tanaman yang mempunyai pertahanan diri terhadap para herbivora, yaitu tumbuhan yang memiliki duri seperti randu leuweng. Selain itu, Badak Jawa juga mengkonsumsi buah-buahan seperti pepaya, buah palem, dan kemlandingan sebagai makanan sampingan. Badak Jawa merupakan hewan yang aktif pada pagi hari hingga malam hari, tetapi mereka sering melakukan istirahat pada siang hari yang terik dalam kubangan yang basah.

Di Ujung Kulon, Badak Jawa memanfaatkan kubangan air yang tersembunyi dengan baik oleh vegetasi hutan. Badak Jawa dalam jumlah banyak dapat berkunjung pada satu kubangan yang sama secara bersamaan.

Alasan Badak Jawa sering berkubang adalah untuk melakukan termoregulasi, mengkondisikan kulit, menghindari, dan menghilangkan parasit, serta memberi ciri khas kehadirannya dengan cara merendam kulit mereka pada air kubangan yang kaya akan urin mereka. Oleh karena itu, kubangan pada habitat Badak Jawa sangat penting keberadaannya.

Perilaku Badak Jawa dalam berorganisasi tidak sekuat dahulu kala ketika populasi Badak Jawa masih dalam jumlah yang banyak. Pada masa kini di mana populasi Badak Jawa semakin berkurang, perilaku Badak Jawa menjadi soliter, yaitu suka menyendiri dan tidak lagi berkelompok dalam jumlah yang banyak.

Namun, kelompok Badak Jawa dalam jumlah kecil masih dapat dijumpai. Kelompok kecil tersebut terdiri dari seekor badak betina, keturunan tertuanya, dan seekor badak jantan selama musim kawin, atau kelompok yang hanya terdiri dari satu pasang badak jantan dan betina.

Badak Jawa merupakan mamalia berukuran besar yang bisa dikatakan paling langka. Semakin besar ukuran organisme semakin besar juga ancaman hidupnya. Selama 150 tahun terakhir populasi Badak Jawa menurun drastis hingga mencapai status terancam punah.

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terancam punahnya populasi Badak Jawa. Yang pertama dikarenakan terjadinya perburuan dan pembunuhan masal badak jawa pada abad ke-18 hingga abad ke-19 yang menyebabkan populasi Badak Jawa menurun sangat drastis.

Perburuan ini dilakukan karena pada masa ini jumlah Badak Jawa terhitung besar dan Badak Jawa dianggap sebagai hama pertanian seiring dengan maraknya alih fungsi lahan pada masa itu, termasuk lahan yang menjadi habitat badak jawa.

Yang kedua dikarenakan cula badak bernilai ekonomi sangat tinggi sehingga banyak terjadi perburuan badak untuk mengambil culanya. Cula badak digunakan sebagai obat penawar racun gigitan ular dan dipercaya mampu digunakan untuk mengidentifikasi minuman beracun di Gujarat, India.

Cula badak juga digunakan dalam pengobatan oriental sebagai obat penurun demam. Cula Badak Jawa diberi harga 10 kali lebih tinggi dari spesies Badak Afrika. Namun, faktanya tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan nilai medis dari cula Badak Jawa sehingga nilai medis dari cula Badak Jawa hanya merupakan sebuah fenomena, bukan fakta.

Yang ketiga kurun waktu yang diperlukan badak jawa untuk bereproduksi sangat lama (badak betina hanya akan melahirkan satu anak badak satu kali dalam jangka waktu lima tahun) sedangkan jumlah populasi yang tersisa sangat sedikit (kejadian ini biasa disebut dengan istilah the Allee effect).

Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan angka kelahiran dan kematian yang terjadi pada populasi badak. Yang keempat adanya kompetisi habitat dengan manusia. Yang kelima adanya kompetisi makanan dengan herbivor lain yang terdapat di Ujung Kulon.

Banteng merupakan kompetitor potensial dari badak jawa meskipun statusnya bukan sebagai kompetitor seriusnya. Banteng dan kijang merupakan kompetitor pangan badak jawa. Namun, keberadaannya juga rentan terhadap kepunahan sehingga hal ini menyebabkan baik banteng maupun rusa bukan merupakan ancaman langsung bagi Badak Jawa.

Yang keenam adalah masuknya spesies invasif yang berkembang di Ujung Kulon, yaitu tanaman aren (Arenga palm) yang membatasi pertumbuhan vegetasi yang biasa dikonsumsi Vadak Jawa. Yang ketujuh adalah rendahnya diversitas genetik yang menyebabkan adanya penyimpangan genetik ekstrem.

Hal ini memberikan dampak kerentanan Badak Jawa terhadap penyakit dan kejadian bencana alam. Rendahnya diversitas genetik merupakan efek dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya, kejenuhan populasi, dan ukuran populasi yang kecil.

Habitat Badak Jawa adalah pada hutan hujan tropis khususnya pada hutan yang berada pada dataran rendah. Ujung Kulon merupakan habitat primer Badak Jawa. Ujung Kulon merupakan semenanjung dengan luas 300 km2 yang terhubung dengan Pulau Jawa melalui dataran sempit.

Di Ujung Kulon, perburuan badak jawa terjadi hingga akhir tahun 1960-an. Pada tahun 1967 diperkirakan Badak Jawa yang tersisa di Ujung Kulon sejumlah 25 ekor. Pada tahun 1980 upaya perlindungan Badak Jawa dari perburuan menunjukkan hasilnya dengan kenaikan jumlah Badak Jawa menjadi sebanyak 50 ekor. Pada tahun 1980 Semenanjung Ujung Kulon ditetapkan sebagai Taman Nasional Ujung Kulon.

Taman Nasional Ujung Kulon mempunyai luas sekitar 122,956 Hektar (443 km2 di antaranya adalah lautan). Pada tahun 1991 Taman Nasional Ujung Kulon juga diresmikan sebagai salah satu Natural World Heritage Site (Situs Warisan Alam Dunia) yang dilindungi oleh UNESCO.

Hingga saat ini kurang lebih 50 - 60 badak hidup di habitat hutan lindung yang berada di Taman Nasional Ujung Kulon. Mengingat status badak jawa yang terancam punah diperlukan adanya upaya konservasi untuk menjaga keberlanjutan hidup populasi badak jawa. Upaya-upaya konservasi yang dapat dilakukan diantaranya:

1. Memahami demografi, ekologi, perilaku, genetik, serta interaksi pada badak jawa Untuk melakukan konservasi Badak Jawa dengan tepat terlebih dahulu diperlukan adanya pemahaman mengenai demografi, ekologi, perilaku, genetik, serta interaksi pada Badak Jawa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data Badak Jawa berdasarkan fakta yang terdapat di lapangan.

2. Menghilangkan segala faktor pembatas pada lingkungan Badak Jawa dan meneruskan perkembangbiakannya. Status Badak Jawa adalah terancam punah, upaya mendesak yang dapat diambil untuk mempertahankan dan meningkatkan populasi Badak Jawa adalah dengan cara menghilangkan segala faktor pembatas pada lingkungan hidup Badak Jawa agar pertumbuhan populasi Badak Jawa mampu berjalan semaksimal mungkin.

3. Menghadirkan rumah ke dua Badak Jawa. Keberadaan badak jawa yang seluruhnya berada di satu tempat yaitu di Semenanjung Ujung Kulon bagaikan konsep "All eggs in a single basket".

Kondisi ini merupakan perlindungan yang sangat baik bagi Badak Jawa namun sekaligus merupakan kondisi yang sangat membahayakan bagi Badak Jawa. Ujung Kulon merupakan daerah yang rawan akan bencana alam seperti letusan Gunung Krakatau, gempa bumi, serta tsunami.

Selain itu, terbatasnya populasi Badak Jawa pada satu tempat memberikan ancaman yang sangat besar bagi Badak Jawa terhadap suatu penyakit yang menular. Adanya satu serangan penyakit yang menular dapat meningkatkan ancaman kepunahan Badak Jawa.

Oleh karena itu, diperlukan adanya ekspansi habitat Badak Jawa yang terpisah dengan Semenanjung Ujung Kulon. Ekspansi habitat Badak Jawa merupakan salah satu upaya konservasi yang sangat riskan untuk dilakukan. Namun, apabila tidak segera dilakukan ancaman yang lebih besar menghantui Badak Jawa yang hidup di Taman Nasional Ujung Kulon.

4. Manajemen konservasi semi-captive. Upaya pelestarian insitu telah dilakukan pada Badak Jawa yaitu dengan menetapkan habitat Badak Jawa di Ujung Kulon sebagai Taman Nasional. Berdasarkan status Badak Jawa yang terancam punah diperlukan adanya manajemen pengembangbiakan yang lebih intensif.

Manajemen pengembangbiakan yang intensif dapat dilakukan melalui upaya konservasi secara eksitu. Upaya konservasi secara eksitu adalah upaya pelestarian yang dilakukan dengan cara relokasi organisme ke tempat lain yang telah direkayasa sedemikian rupa sehingga lebih cocok bagi perkembangan kehidupannya (contohnya pemindahan satwa ke suatu kebun binatang).

Namun, konservasi eksitu sangat riskan dilakukan terkait dengan proses perlakuannya. Dalam konservasi eksitu diperlukan adanya kegiatan penangkapan, pengurungan, pemindahan, serta manajemen pembiakan yang keseluruhan rangkaian prosesnya tidak bisa diterima dan sulit dilaksanakan pada Badak Jawa.

Oleh karena itu, diperlukan adanya inovasi lain agar terdapat manajemen pengembangbiakan yang lebih intensif namun tidak perlu memindahkan badak jawa ke lokasi penangkaran hewan. Inovasi tersebut dapat dilakukan dengan manajemen semi-captive yaitu dengan cara mengelola pusat penangkaran badak pada habitat alami Badak Jawa.

5. Pengawasan pergerakan badak pada kawasan lindung

6. Pengamanan ketat area kawasan lindung yang menjadi habitat Badak Jawa

7. Pemberian makanan bersuplemen pada Badak Jawa

8. Penambahan upaya pengamanan

9. Pemantauan persebaran penyakit di dalam Taman Nasional Ujung Kulon.

Saat ini habitat merupakan komponen yang paling penting dalam keberlangsungan hidup Badak Jawa. Habitat merupakan rumah Badak Jawa.Pepatah mengatakan, "Rumahku, Surgaku" yang artinya rumah seharusnya menjadi tempat yang paling nyaman untuk ditinggali.

Selama ini, Taman Nasional Ujung Kulon telah menjadi rumah bagi Badak Jawa. Di Taman Nasional Ujung Kulon Badak Jawa tinggal mencari makanannya, berinteraksi dengan lingkungan, dan berkembangbiak.

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan tempat yang aman bagi para badak untuk melangsungkan kehidupannya. Aman yang dimaksud adalah aman dalam konteks ancaman perburuan.

Ancaman perburuan badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon sangat kecil bahkan mencapai taraf tidak ada karena Taman Nasional Ujung Kulon merupakan kawasan lindung.

Taman Nasional Ujung Kulon juga merupakan tempat yang nyaman bagi badak jawa karena luasnya area hutan hujan tropis yang masih terdapat di tempat ini. Hutan hujan tropis merupakan habitat ideal bagi badak jawa di mana di dalamnya terdapat banyak vegetasi yang menjadi sumber pangan serta kubangan air sebagai tempat favorit sekaligus vital bagi badak jawa.

Daya tampung ideal Taman Nasional Ujung Kulon adalah 100 ekor badak sehingga dengan total populasi badak jawa yang ada saat ini Taman Nasional Ujung Kulon masih merupakan rumah yang nyaman bagi badak jawa. Akan tetapi kerentanan Ujung Kulon terhadap bencana alam sangat tinggi. Letusan Gunung Krakatau, tsunami, dan gempa bumi mengancam keberadaan Badak Jawa setiap saat.

Akan lebih baik apabila dilakukan ekspansi populasi Badak Jawa di luar Taman Nasional Ujung Kulon untuk mengurangi risiko punahnya Badak Jawa dalam satu peristiwa tunggal akibat bencana alam maupun wabah penyakit.

Bumi dan sumber daya yang ada di dalamnya ini bukan merupakan warisan dari nenek moyang kita, melainkan pinjaman dari anak cucu kita. Kita bertanggungjawab untuk melestarikan bumi dan isinya termasuk Badak Jawa yang terancam punah sehingga anak cucu kita masih bisa menikmati kelestariannya.

Beberapa saat lalu manusia melakukan perburuan badak yang menyebabkan populasi badak termasuk badak jawa menurun drastis hingga beberapa spesies terancam mengalami kepunahan dan bahkan beberapa sisanya telah mengalami kepunahan.

Tugas kita sebagai manusia penghuni bumi adalah memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita dengan cara ikut andil dalam upaya pelestarian badak yang masih tersisa di bumi.

Salah satu cara yang bisa kita lakukan dalam upaya pelestarian badak adalah dengan menjaga keamanan dan kenyamanan rumah badak yang sudah ada, mengecam perburuan dan perdagangan badak, mendukung upaya ekspansi populasi badak ke rumah baru, yaitu habitat natural badak yang dilindungi lainnya, serta mendukung segala bentuk konservasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait.

Pada abad ke-20 ini dengan segala kemajuan peradaban serta teknologi, kepunahan badak sebagai bentuk kegagalan dalam konservasi adalah sebuah tragedi fatal yang tidak dapat ditolerir. (Cerita ini dikirim oleh Rustami)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis cerita anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda

(Punya cerita atau peristiwa ringan, unik, dan menarik di sekitar Anda? Kirim Cerita Anda melalui email ke ceritaanda@viva.co.id atau submit langsung di http://ceritaanda.viva.co.id/kirim_cerita/post)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya