Berkurangnya Populasi Badak

Badak Jawa
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Dulu, aku pernah pergi ke ujung barat Pulau Jawa. Saat itu, aku sedang berlibur ke rumah Jargon, sepupu tertuaku. Ia dan beberapa temannya mengajakku untuk menjelajahi hutan tropis di sana. Tujuannya untuk meneliti interaksi Badak Jawa terhadap lingkungannya. Para badak ini menandai tempat tinggalnya dengan cara urinasi dan mengasah batang-batang pohon dengan culanya.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Menurut Jargon, kalau badak bersifat soliter atau lebih suka hidup menyendiri. Menikmati hari hanya dengan berteduh di bawah pohon rindang dan berendam di dalam lumpur. Iya, lumpur. Tujuannya untuk menjaga agar suhu tubuhnya tetap stabil dan mencegah hewan-hewan kecil menjadikan tubuhnya sebagai habitat baru. Beberapa jam menjelajahi hutan, bekas-bekas asahan cula badak mulai kelihatan. “Sebentar lagi kita sampai, "ucap Jargon sambil menoleh melewati pundaknya. Aku berada di belakangnya bak kerbau, hanya saja tidak dicocol hidung.

Ketika sampai di tujuan, yang letaknya tidak jauh dari balai konservasi, aku melihat tidak hanya satu badak. “Katanya, badak lebih suka hidup sendiri. Lihat! Kenapa mereka berkelompok?” ucapku penasaran. “Kau beruntung, sekarang birahi mereka sedang memuncak. Pada saat musim kawin, mereka akan bertemu," jawab Jargon.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Kami memperhatikan proses bertemunya badak yang akan kawin itu. Diawali dengan sang betina memberikan tanda dengan air kencingnya, sang jantan yang mencium baunya kemudian mengikuti badak betina untuk bertemu kemudian hidup berdampingan. Kami tidak berani mengintai perilaku badak sampai dengan proses pembuahannya. Karena pada saat itu, kondisi badak menjadi sangat agresif terhadap gangguan dari luar.

Proses ini hanya berlangsung satu kali dalam setahun, selama satu sampai dua bulan. Akhirnya, kami memutuskan kembali. Teman-teman Jargon kembali ke balai, sedangkan Jargon dan aku kembali ke rumah. Sungguh banyak pengalaman yang aku dapatkan.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Hari ini, aku berencana untuk pergi ke rumah Jargon lagi. Sudah 10 tahun sejak terakhir kali aku berkunjung ke rumahnya, ke rumah badak juga. Aku penasaran seperti apa kondisi badak yang aku lihat 10 tahun lalu itu. Sesampainya di sana aku langsung mengajak Jargon. Saat itu pukul 10 malam, ia tertawa saja. “Besok saja ya, kebetulan aku mau ke balai juga," ucap Jargon.

Keesokan harinya Jargon mengajak aku ke balai untuk sekadar berkunjung. Aku merasa terheran, jalan menuju ke sana sudah digarapi sawah-sawah dan perkebunan warga. Balai kecil-kecilan yang dulu aku lihat, kini sudah membesar. Letaknya pun sudah sangat jauh ke dalam dari sebelumnya.

“Kenapa letak balainya semakin jauh?” ucapku penasaran. “Semenjak banyak pembukaan lahan oleh warga sekitar, balai yang dulunya belum diseriusi kalah saing dengan jumlah warga yang menggarap. Ya beginilah. Tapi lihatkan, sekarang balainya sudah megah. Sayangnya, akibat pembukaan lahan tersebut, banyak badak yang mati stres. Akibat berkurangnya habitat mereka. Populasi badak-badak yang kau lihat 10 tahun lalu tak seperti sekarang, merosot," timpalnya.

Aku tercekat. Benar saja, sudah jauh aku masuk ke dalam hutan pun, jumlah badak yang aku lihat tidak sebanyak dulu. Aku semakin penasaran, 10 tahun mendatang akankah badak-badak ini masih ada? (Cerita ini dikirim oleh: Bayu Herdian – Bandung)

(Cerita ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya