Di Rumahku yang Teduh

Badak Jawa
Sumber :

VIVA.co.id - Di kelopak mata yang berat ini mungkin sudah ada banyak partikel kecil, membuatnya semakin sulit dibuka di pagi hari. Tapi dia tetap peka pada sorotan mentari pagi. Mengintip diselingi gemerisik dedaunan berhias embun segar.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Aku pun mengangkat badanku. Tidak kalah berbobot dari kelopak mata itu. Napas panjang kuhela hingga mengeluarkan suara menggerung. Lantas terdengar berderak telapak kakiku menginjak dedaunan serta ranting kering di bawahnya. Akhirnya tubuhku tegak, dan yang kupikirkan hanyalah mencari kubangan lumpur untuk berteduh di siang nanti, juga makanan kecil agar menahan lapar.

Demikianlah aku membuka hari. Setiap saat. Sudah berapa musim matahari dan hujan kutempuh selama hidup? Aku tidak menghitung. Hanya kurasa, banyak juga. Di lingkungan penuh rahasia ini, aku tetap bertemu kawan-kawanku, membuahkan keturunan, dan menikmati hidup. Namun, ada satu masa, tidak, tak cuma satu mungkin.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Berkali-kali, ketika aku mendengar gemuruh mesin. Aku bahkan tak tahu apa itu mesin, tetapi konsepku, itu adalah sesuatu yang diciptakan kaum manusia, makhluk yang tampaknya paling menguasai hutan padahal tidak hidup bersama teman-teman hutan lainnya pula.

Mesin sering menderu dan tiba-tiba saja terlihat sebuah benda berpilin menembus raga batang-batang pohon yang menaungi kehidupan kami. Semuanya jatuh menimpa tanah, dan rumah kami hilang sepetak demi sepetak. Berubah menjadi lahan tak dikenal. Aromanya berubah, situasinya berganti. Muncul manusia bermukim di sana, membangun dinding-dinding yang tidak boleh kami kunjungi. Mereka bahkan tidak berusaha ramah tamah dengan kami.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Tidak jauh dari pemukiman mereka, biasanya berdiri pohon-pohon asing yang tidak bisa kami makan. Bagian atas menjulurkan juntaian-juntaian panjang yang dipasang oleh serombongan manusia hingga naik-naik dengan batangan kayu.

Suhu di sana begitu panas. Manusia-manusia itu juga berwarna-warni, menaruh benda-benda berwarna-warni pula di tanah. Curi-curi dengar, namanya sampah. Kami tak bisa memakannya. Biasanya, aku akan terus berlari mencari keluargaku. Kuingat cucuku yang masih kecil dan telinganya tampak lebih besar dari semuanya. Dia suka berlari-lari mengitari sekitar pohon kesukaannya. Lalu memakan biji-bijian dan daun yang bergelimpangan. Entah dia di mana sekarang.

Pada satu hari dari sekian kejadian terusir karena mesin manusia, kami berpencar. Aku kehilangan banyak temanku. Seringkali tidak pernah bertemu lagi di setiap sudut hutan kesayangan kami yang semakin lama semakin sempit. Kami tak bisa marah pada mesin manusia. Mereka penguasanya. Mungkin kami yang tinggal duluan di sini, tetapi jumlah mereka begitu banyak. Dan dari wajah mereka kulihat mereka tak peduli, dan kami harus mengangat kaki.

Kini, di satu hari lagi. Sesudah banyak menyaksikan rumah-rumah teduh kami runtuh dan berganti menjadi warna-warni kaku bersuhu panas kering. Aku sendirian, menempuh senja kehidupan. Dengan kulitku yang keras dan sering memerlukan uluran lumpur agar senantiasa sejuk. Culaku tampaknya ditumbuhi lumut dan rasanya lucu. Di mana teman-temanku yang lain? Aku tak tahu. Keluargaku pun entah di mana.

Aku berkelana, mencari kubangan. Setiap hari yang ada di hutanku, setiap hari yang terkabul jawaban doaku agar tetap hidup tenang di dalam pelukan alam. Aku bersyukur untuk itu. Aku tak pernah tahu, mungkin ketika aku meninggalkan tempatku tidur semalam, artinya aku tidak akan kembali. Mungkin mesin manusia sudah melenyapkannya lagi. Dan aku hanya badak yang boleh berpasrah saja. (Cerita ini dikirim oleh Ningrum Rumput)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

(Punya cerita atau peristiwa ringan, unik, dan menarik di sekitar Anda? Kirim Cerita Anda melalui email ke ceritaanda@viva.co.id atau submit langsung di http://ceritaanda.viva.co.id/kirim_cerita/post)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya