Keterbatasan Fisik Tak Membuat Guruku Berhenti Mengabdi

Ilustrasi guru mengajar.
Sumber :
  • 108jakarta.com

VIVA.co.id - Betapa banyak dari kita yang ketika ditimpa suatu musibah lantas mengeluh. Atau, saat penyakit datang, kita uring-uringan tak karuan. Bekerja tapi minim penghasilan kita luapkan kekesalan. Tak segan kita pun marah pada Tuhan. “Mengapa Kau timpakkan saya penyakit ini, Tuhan? Tuhan mungkin menghukum saya. Dia tak mencintai saya.”

Berburuk sangka pada Tuhan, itulah kita. Kita lebih banyak mengeluh ketimbang bersyukur. Sebuah kisah tentang seorang guru yang mengajar di tengah keterbatasan fisik berikut mungkin akan menggugah kita untuk senantiasa bersyukur.

Pak Herman begitu ia biasa dipanggil oleh siswanya. Guru ini memiliki kekurangan, salah satu bagian tubuhnya tak sempurna sejak lahir. Yang mengagumkan pada sosok ini adalah kegigihannya dalam mengajar. Ia adalah guru yang pantang berputus asa. Saya tahu betul berapa rupiah gaji seorang tenaga honorer.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Namun, semangat mengajar Pak Herman tak pernah surut. Ia selalu datang tepat waktu, dan mengajar dengan profesional. Mungkin, mengajar baginya adalah sebuah pengabdian, alhasil uang pun tak jadi perhitungan.

Pak Herman kerap mendapat ejekan dari beberapa muridnya, namun ia tak pernah mengurungkan pelajarannnya meski mendapat banyak gangguan di kelas. Hati saya terenyuh saat melihat ia mengelap keringat di dahinya. Lihat, keringatnya bercucuran menembus kemeja biru langitnya. Ia mungkin lelah mengajari kami. Terkadang saya bertanya-tanya apakah ia merasa sedih, apakah ia merasa putus asa menghadapi murid-murid senakal kami.

Ia adalah guru Bahasa Inggris pertama saya yang dikenal sebagai orang yang sangat sederhana. Tak terlihat sedikit pun kemewahan melekat di tubuh kurusnya. Kemeja lengan panjang yang agak kebesaran digulungnya ke siku. Celana panjang hitam yang dikenakannya menurut saya juga agak kepanjangan, sehingga ia melipat ujungnya kira-kira 3 lipatan. Sepatu hitam bahan semi-kulit yang dipakainya berkerut di sana-sini. Ia benar-benar berusaha tampil rapi. Perawakannya tak lebih tinggi dari tubuh saya. Saat saya menghampirinya, saya pun harus sedikit membungkuk.

Saya tidak akan pernah lupa saat ia pertama kali masuk ke kelas dan mengenalkan dirinya. Ia bangkit dari tempat duduknya. Kaki kirinya tertatih saat melangkah menuju ke hadapan kami yang tengah duduk memperhatikan beliau.  “Baik, bapak adalah guru mata pelajaran Bahasa Inggris. Kalian cukup panggil bapak dengan Pak Herman.’”

Teman-teman saya menertawakannya. Bagi mereka guru ini aneh dan menggelikan lantaran salah satu bagian tubuhnya tidak sempurna. Bagi saya itu adalah sebuah penghinaan, tak pantas seorang guru jadi bahan tertawaan. “Dasar! Orang-orang ini,” gerutu saya dalam hati.

Pak Herman tak pernah sekalipun marah saat menghadapi situasi kelas yang tak kondusif. Ia hanya menasehati dengan suara yang agak ditinggikan, diam, kemudian keluar kelas, dan masuk kembali. Keramahannya meneduhkan.

Hari ini saya tak sengaja bertemu dengannya di sebuah warung pinggir jalan. Beliau ternyata masih sama seperti belasan tahun lalu. Ia masih sesederhana dulu. Saya pun tahu kalau beliau sudah menikah dengan seorang wanita sholehah, cantik pula.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

"Bapak sehat?" tanya saya membuka obrolan.
"Alhamdulillah Mi, kamu sendiri?" jawabnya singkat. Ia masih ingat nama panggilan saya. Aah, mukanya berkeringat, saya sangat yakin ia baru saja selesai mengajar.
"Iya, saya tidak sengaja lewat sini. Dan melihat ternyata ada bapak."

Dia menepuk-nepuk pundak saya. Rasanya rindu sekali saya pada guru yang satu ini. Obrolah kami tak lebih dari 10 menit, ia segera pamit karena waktu hampir maghrib.

Di tengah keterbatasan fisik, ia bahkan pantang mengeluh. Keterbatasan bukanlah penghambat Pak Herman untuk giat bekerja. Tak peduli jadi pusat perhatian banyak orang. Baginya, mengajar tetaplah pengabdian. Dan benar saja, rezeki memang di tangan sang Maha Kuasa, Allah Ta'ala. Kini, Pak Herman sudah berkeluarga dan dikarunia dua orang anak. Rumah pun ada, besar pula kelihatannya.

KKN 136 UMM Adakan Penyuluhan Pemanfaatan Serbuk Kayu

Betapa bahagia melihatmu Pak Herman. Keringat di pelipismu yang kau usap dulu terbayar sudah saat ini. Bapak benar-benar mengajarkan saya untuk hidup pantang putus asa apapun kondisinya. Inilah pelajaran sesungguhnya. Terima kasih, Pak Herman. (Cerita ini dikirim oleh Emi Rohemi, Tangerang, Banten)

Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016