Cerita Cita Rhino dan Dic di Bumi Pertiwi

Ujung Kulon
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Negeri nan elok, bermacam khasanah adat istiadat didalamnya. Keberagamam suku beragam agama menjadi satu kesatuan bangsa yang  tak terpisahkan . Nuansa alam yang membentang luas di 17.508 pulau lebih yang disatukan sebagai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Aneka yang bermacam dari juta bahasa daerah yang disatukan dalam bahasa kesatuan, Bahasa Indonesia.

Negeri Nusantara yang dilintasi garis khatulistiwa bumi milik sang Esa. Bermacam ragam flora dan fauna menjadi hiasan tersendiri di bumi pertiwi ini. Suatu kesyukuran besar kepada sang pemilik jagat raya. Maka di manakah alasan tidak menikmati kenikmatan milik-Nya dengan merusak dan seakan tidak menghargai dengan amanat Illahi ini. Salah banyaknya ketika seekor Rhino dari Pulau Jawa dan Dic dari Pulau Sumatera yang tak sebahagia orang-orang di negara ini, mereka terancam punah dan hilang napas di bumi yang disebut sekepal tanah surga ini.

Mengenal Rhino atau Rhinoceros Sondaicus nama lain dari Badak Jawa. Hewan yang diperkirakan sudah mendiami bumi sekitar 50 juta tahun yang lalu dengan kulit penuh bintik-bintik di sekujur tubuhnya yang berwarna abu-abu. Cula bagi jantan mempunyai panjang 25 cm dan betina lebih kecil atau terlihat tidak bercula sama sekali dengan berat badan bisa mencapai lebih dari 2 ton, tinggi badan lebih dari 1,5 m, bibirnya yang meruncing membuat organ tubuh yang satu ini berfungsi untuk memudahkan dalam mengkonsumsi makanannya yang berupa daun-daunan dari tumbuhan.

Suatu berita yang tidak bahagia jenis yang sama dengan Rhino harus punah di salah satu negara di Asia Tenggara lainnya. Dengan segala upaya dan tekad anak negeri ini bercermin dari cerita negara tetangga itu mulai melakukan konservasi terhadap Rhino dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan memikirkan nafsu belaka.

Pada tahun 1931 dinyatakan sebagai hewan yang dilindungi dan dijerat hukum bagi pemburu liar namun apa yang terjadi pada tahun ke-30 setelah perlindungan tersebut dinyatakan, hanya tersisa tidak lebih dari 50 ekor Badak Jawa. Setelah status perlindungan pada tahun 1967-1978 Badak Jawa menunjukan peningkatan terhadap populasinya dengan angka tumbuh tidak lebih dari 1% per tahun. Dan 61 tahun setelah status perlindungan itu, tepatnya 1992 diperkuat dengan adanya Taman Nasional Ujung Kulon di Provinsi Jawa Barat yang dibentuk dan sangat menguntungkan bagi Rhino melanjutkan hidupnya ditempat para Rhino terdahulu.

Diperkirakan Rhino-Rhino terdahulu pernah hidup di atas 3000 mdpl sehingga harus punah beberapa ekor dikarenakan tidak sanggup dalam beradaptasi yang kuat dan pemburuan liar. Saya pernah berpikir kenapa manusia itu berburu dan membunuh Rhino dan jawabanya sangatlah tidak tepat apabila ingin memanfaatkan cula miliknya itu. Konon katanya bisa menambah daya seksualitas hubungan suami isteri. Sangat tidak ada latar belakang ilmu pengetahuan atau penelitian yang membuktikan hal tersebut dikarenakan cula si Rhino mengandung enzim dan zat sejenis dari rambut manusia biasa.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Dan ternyata benar sekali, manusia akan seperti layaknya iblis kalau tak bisa menahan nafsunya. Alasan kedua kulit Rhino dan organ-organ lainya bisa menambah nilai ekonomi dari pemiliknya untuk dikomersialkan sebagai aksesoris, tas, sepatu, dan lain sebagainya. Dengan alasan nafsu lagi, manusia-manusia yang tak berpikir panjang tersebut melakukan hal itu.

Tanam Nasional Ujung Kulon (TNUK) adalah salah satu taman nasional yang sangat dilindungi oleh hukum negara agar flora dan fauna khas negeri ini selalu terjamin habitat dan ekosistemnya. Namun, di taman nasional barat daya Pulau Jawa ini hanya bisa menampung sekitar 50 ekor dari Rhinoceros sondaicus karena itulah pemerintah dan WWF-Indonesia sebagai salah satu lembaga resmi yang bertugas sebagai perlindungan terhadap badak bercula satu ini dengan langkah bijak untuk mencari habitat di lain tempat seperti Hutan Baduy, TN Halimun di Salak, Cagar Alam Sancang, dan di daerah Cikupeh. Peluang untuk mengembangkan ekosistem dan pelestarian menjadi lebih baik khususnya bagi Rhino dengan dukungan RMPU atau Rhino Monitoring and Protection Unit  dan sejak 1990-an kasus pemburuan terhadap Badak Jawa sudah tidak ditemukan lagi sama sekali.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Mentari bersinar di negeri ini tapi cahaya remang-remang yang melanda Rhino. Banyak sekali tantangan hidupnya harus hilang sesuatu hal yang tidak mustahil apabila Rhinoceros sondaicus hanya tinggal nama atau sebuah buku sejarah mengambarkanya sebagai seekor hewan yang pernah bermukim dibumi ini. Saya pernah mendengar seorang yang bertugas sebagai Duta Badak Indonesia, beliau bekerja dan mendedikasi masa jabatannya sebagai satu jalan untuk mensosialisikan pelestarian hidup badak yang ada di Indonesia. Seandainya kita berpikir dan sama-sama mendedikasikan sedikit saja hidup kita  untuk keperluan dalam pelestarian hewan langka ini yang sudah berstatus sangat terancam pada kepunahannya.

Kenikmatan akan ditambah apabila kita menjaga amanat dan bersyukur atas hadir kepemilikan-Nya tapi akan berdampak sebaliknya bila kita mengingkari kenikmatan yang sudah Tuhan berikan. Bukankah manusia adalah makhluk yang diciptakan paling sempurna dibandingkan mahkluk lainnya dan kita dipercaya sebagai pemimpin dunia ini. Bukankah seorang pemimpin layaknya hidup bagaikan seorang pemimpin sejatinya. Menggunakan akal untuk keseimbangan makhluk hidup yang ada didunia. Mengunakan akal pikiran akan menjadikan manusia dapat membedakan hal baik dan hal buruk serta berfungsi sebagai pemikir untuk berpikir panjang dikemudian hari.

Ada salah satu kutipan bahwa kita yang hidup di masa sekarang bukan hanya mewarisi dari nenek moyangnya terlebih dahulu tapi kita juga meminjam masa milik dari generasi yang akan mengantikan kita sebagai manusia, sang pemimpin didunia ini. Sungguh hal miris ketika mimpi buruk terjadi generasi kita hanya mengenal sejarah binatang unik bercula satu tersebut atau hanya ada dalam potret sebuah gambar yang berdimensi tapi tak nyata adanya.

Berbicara tentang bumi ini. Kita berangkat menuju pulau terpadat kedua di Indonesia, pulau Andalas beratapkan gunung Kerinci sebagai gunung volkano tertinggi di antara gunung-gunung volkano yang ada di negara asia bagian tenggara. Di pulau beberapa suku dari khasanah ragam adat istiadat seperti suku Aceh, suku Batak, suku Melayu, Suku Minang, dan lain sebagainya mendiami bagian barat dan utara dari pulau Sumatera itu. Di balik selatan ujung dari pulau ini hiduplah Dicerorhinus Sumatrensisatau yang kita sebut Badak Sumatera yang hidup di Provinsi Lampung dan Provinsi Bengkulu.

Di hutan kedua wilayah ini adalah populasi dari badak bercula ganda. Bersifat lebih menyendiri dari pada berkelompok, hewan yang berwarna coklat keabuan, berbeda jauh dari segi fisik dari Rhino sahabatnya di Jawa, Dic berambut merah di waktu kecil dan akan rontok seiring pertumbuhannya, bercula ganda dengan panjang cula depan bisa mencapai 80 cm dan cula belakang hanya lebih pendek dari pada cula yang didepan dengan ukuran tidak lebih dari 10 cm. Berat badanya hanya berkisar 600-950 kg lebih kecil dibandingkan Rhino Jawa dan dengan tinggi badan 1 sampai 1,5 meter saja sehingga Dic ini dinyatakan jenis dari spesies badak terkecil di dunia namun termasuk jumlah spesies badak terbanyak sampai saat ini.

Suatu kebanggaan bagi Indonesia yang memiliki dua jenis Badak Jawa dan Badak Sumatera. Badak Sumatera hanya satu-satunya badak di benua Asia yang bercula dua. Si Dic ini lebih menyukai hidup di daerah rendah dan perbukitan dengan sub-tropis yang lembab dan ditumbuhi tanaman hutan yang lebat. Di habitat aslinya, si Dic lebih menyukai buah-buah liar dan tumbuhan-tubuhan yang tumbuh tidak begitu tinggi dalam hutan sebagai kosumsi untuk kelangsungan hidupnya.

Ada beberapa pendapat mengatakan bahwa si Dic juga pernah hidup di Pulau Borneo atau Kalimantan tapi sampai saat ini belum ditemukan keberadan habitatnya hanya ditemukan di daerah Sabah, Malaysia. Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pernah diperkirakan Dicerorhinus Sumatrensis ini hanya tersisa lebih kurang 300 ekor per habitatnya namun menurut penelitian jumlahnya lebih sedikit, hanya berkisar 50-75 ekor saja per habitatnya sehingga Badak Sumatera ini dinyatakan berstatus critically endangered (kepunahan tingkat kritis).

Jangan sampai ada niatan sedikitpun dalam jiwa kita untuk mengambil hak yang bukan milik kita seperti habitat atau ekosistem dari Rhino dan Dic ini. Konservasi terhadap mereka mengambarkan betapa kita lebih mengandalkan akal dibanding nafsu. Biarkan mereka hidup di tempat di mana mestinya hidup. Bukan hanya tugas pemerintah,

(Cerita ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

KKN 136 UMM Adakan Penyuluhan Pemanfaatan Serbuk Kayu
Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016