Hutan, Badak, dan Manusia

Ujung Kulon
Sumber :
  • U-Report
VIVA.co.id
Edu House Rayakan Harlah ke-8
- Hewan badak? Mungkin sebagian dari generasi muda saat ini ada yang cuma tahu nama binatang langka dan hampir punah ini lewat lelucon, “Eh, kamu nggak tau malu ya, persis muka badak”. Wajar banyak generasi muda saat ini yang kurang tau mengenai seluk beluk hewan badak ini. Selain sulit ditemui di habitatnya, hewan ini juga kurang populer dibandingkan dengan harimau atau gajah.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq
Mungkin orang lupa bahwa badak juga merupakan hewan endemis asli Indonesia yang mendiami wilayah di Taman Nasional Ujung Kulon serta di beberapa hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong
Diperkirakan jumlah populasi badak, menurut yang pernah saya baca, berjumlah sekitar 50-60 ekor saja. Hewan ini semakin sulit ditemui di habitat aslinya yang setahuku di Indonesia cuma ada di 3 wilayah yaitu :

Di Taman Nasional Ujung Kulon, terdapat Badak Jawa atau nama latinnya Rhinoceros Sondiacus.
Di Pulau Sumater tepatnya berada di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, terdapat Badak Sumatera atau nama latinnya Dicerorhinus Sumatrensis.
Dan yang baru-baru ini ditemukan kembali jejak kaki Badak Sumatera di daerah Kalimantan, dulu sempat dikira sudah punah.

Saya ingat betul ketika masih kecil dulu, kira-kira saat masih usia Sekolah Dasar, saya baru tahu kalau yang namanya hewan badak bentuknya seperti itu (tubuhnya besar dengan cula yang khas). Itupun saya tahu dari sticker pembungkus makanan ringan. Selain itu juga dulu tahu badak ketika suatu waktu paman saya memakai topi dengan logo badak pada bagian depannya. Kalau tidak salah dulu hewan badak pernah menjadi maskot salah satu event olahraga di Indonesia, lebih tepatnya saya sudah tidak ingat lagi.

Penyebab semakin berkurangnya populasi badak di Indonesia  lebih disebabkan oleh rusaknya hutan habitat mereka berada. Tidak hanya badak yang tingkat perkembangbiakannya lambat dan jumlah kelahirannya yang sedikit, binatang-binatang lainpun mengalami situasi yang sama saat ini.

Semakin hewan itu sulit ditemui keberadaannya berarti secara tidak langsung menunjukan bahwa hewan tersebut membutuhkan habitat yang ekslusif. Maksudnya adalah lingkungan dan tempat berkembang biak hewan tersebut harus jauh dari aktivitas manusia. 

Sedangkan faktanya saat ini luas hutan di Indonesia semakin menyusut karena seiring gencarnya pembukaan lahan baru untuk areal perkebunan. Belum lagi semakin tahun ketika populasi manusia semakin bertambah maka mau tidak mau harus membabat hutan untuk dijadikan pemukiman dan juga untuk berkebun.

Masalah klasik di era modern ini adalah ketika manusia masih mempercayai bahwa bagian tubuh hewan tertentu khususnya cula badak memiliki khasiat untuk pengobatan. Padahal belum ada penelitian yang meyakinkan bahwa cula badak memiliki khasiat untuk pengobatan pada manusia. Manusia masih terjebak dengan mitos-mitos yang justru merugikan spesies-spesies hewan yang populasinya makin berkurang. Walhasil semakin manusia tersugesti bahwa cula badak berkhasiat maka otomatis permintaan pun semakin bertambah banyak hingga sampai ke luar negeri.

Sudah saatnya kita sebagai manusia berpikir lebih rasional dalam mencari sumber pengobatan alternatif yang lebih bermartabat dari sekadar mengambil bagian secuil dari cula badak hingga menyisakan bagian tubuh lain yang jumlahnya lebih besar. Karena itu lebih banyak efek merusaknya daripada sekadar khasiatnya yang masih belum jelas.

Saya lebih memfokuskan upaya pencegahan berkurangnya populasi badak dengan adanya suku-suku yang masih memegang teguh ajaran leluhurnya. Ketika mereka masih menganggap alam dan seisinya sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Secara tidak langsung ini akan terus menjaga keberlangsungan hewan-hewan langka di Indonesia, khususnya badak.

Tentu saja dengan menggandeng mereka sebagai benteng terdepan dalam menjaga kelestarian badak, karena mereka tidak perlu digaji sehingga dengan kesadaran diri dan memegang teguh adat leluhur nenek moyang mereka secara tidak langsung akan mengakar kuat didalam benak mereka. Kita tinggal menggandeng mereka dengan cara memberikan pengetahuan tentang hewan badak secara berkesinambungan dan terus menerus.

Peran pemerintah dalam melindungi hewan badak pun harus lebih diperkuat dan dipertegas dengan sangsi yang lebih jelas serta konsisten. Pemerintah, kementerian lingkungan hidup dan DPR sebagai pembuat undang-undang dan pelaksana harus bersinergi dalam menentukan arah kebijakan terhadap perlindungan hewan badak tentunya dalam bentuk undang-undang. Kemudian mengimplementasikannya secara konsisten.

Selain itu saya lebih setuju jika hewan badak hanya ditempatkan dalam pusat penangkaran dan perkembangbiakan, seandainya itu bisa dilakukan. Tidak perlu badak menjadi koleksi di setiap kebun binatang di Indonesia. Biarlah mereka berada ditempat yang seharusnya yaitu di hutan yang masih alami sebagai habibat asli mereka.

Kalau bisa malah kawasan khusus habitat badak tersebut tidak boleh dikunjungi oleh sembarang orang, apalagi yang tidak berkepentingan masuk. Hanya petugas, peneliti dan penjaga hutan yang diperbolehkan masuk ke wilayah mereka. Saya juga tidak setuju jika taman nasional (khususnya yang didiami oleh badak) dijadikan tempat wisata walaupun jumlah pengunjungnya dibatasi.

Hutan yang diketahui sebagai habitat asli badak harus dijaga kelestariannya. Karena hutan itu ibarat rumah, tempat mencari makan dan berkembangbiak. Jika rumah mereka rusak maka kelangsungan hidup mereka pun akan terganggu. Sumber-sumber makanan asli mereka harus selalu tersedia sehingga mereka tidak perlu menjelajah jauh keluar hutan untuk mencari makanan.

Sebagai gantinya biarlah kita sebagai generasi muda mulai rajin dan aktif berkampanye untuk keberlangsungan hewan badak lewat media social sehingga bisa mengedukasi kepada seluruh rakyat Indonesia agar lebih mencintai mereka tanpa harus mengunjungi langsung ke habitat aslinya.

Selain itu juga, kenapa Indonesia ketika terpilih menjadi penyelenggara Asian Games ke-18 di tahun 2018 mendatang tidak menjadikan hewan badak sebagai maskot resminya? Padahal secara tidak langsung itu akan mengangkat nama hewan badak asli  Indonesia di kancah dunia sehingga orang-orang akan lebih peduli terhadap mereka. (Cerita ini dikirim oleh Hendi Setiyanto)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

(Punya cerita atau peristiwa ringan, unik, dan menarik di sekitar Anda? Kirim Cerita Anda melalui email ke ceritaanda@viva.co.id atau submit langsung di http://ceritaanda.viva.co.id/kirim_cerita/post)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya