Tinggal "Serumah" dengan Badak

Ujung Kulon
Sumber :

VIVA.co.id - Umur saya saat ini 20 tahun, dan jujur saja sewaktu kecil dulu saya sama sekali tidak pernah tahu ada satwa bernama badak di Indonesia, belum lagi karena saya berasal dari Lampung yang ternyata menjadi rumah bagi Badak Sumatera. Mungkin memang harus diakui bahwa gajah jauh lebih dikenal orang awam dibandingkan dengan badak, khususnya di Sumatera sendiri. Namun, saat saya mengenal badak lebih jauh, ternyata badak mempunyai keistimewaannya sendiri.

Tubuh besarnya sekilas tampak seperti seekor kuda nil, namun cula yang tumbuh tepat di kepalanya membedakan dengan jenis mamalia besar lainnya. Mamalia besar ini dikenal dengan nama badak atau dalam bahasa inggris di sebut Rhino.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Di antara lima spesies badak yang ada di dunia, Indonesia patut bangga karena memiliki dua jenis di antaranya yakni Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus) dan Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis). Dua spesies ini sangat langka dan unik dengan penyebaran yang saat ini sangat terbatas yakni di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon (Rhinoceros Sondaicus) dan taman nasional di Sumatera (Rhinoceros Indicus).

Badak Sumatera sendiri memiliki keunikan tersendiri karena memiliki dua cula di kepalanya sedangkan yang lain hanya memiliki satu cula. Bila kita perhatikan, badak memiliki lipatan-lipatan kulit yang cukup tebal. Hal ini membuat badak nampak seperti menggunakan mantel atau baju perang sehingga menambah gagah perawakannya.

Namun, sebenarnya kulit tersebut sangat sensitif, inilah yang membuat badak sering berkubang untuk menjaga suhu tubuh, menghindari penyakit kutu dan gatal, serta menjaga kulit agar tidak pecah-pecah. So, what do you think about peribahasa,  “seperti kulit badak?” yang berarti orang yang tidak tahu malu, keras, dan kejam.

Tidak bisa dipungkiri bahwa badak sangat penting dalam keseimbangan ekosistem. Satwa purba ini mencari makan berupa pucuk-pucuk tumbuhan muda yang ada di dalam hutan. Artinya, secara tidak langsung badak telah membantu regenerasi hutan dengan memberikan ruang bagi tunas-tunas baru untuk tumbuh.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Badak juga merupakan satwa pejalan yang tangguh. Dalam sehari badak mampu menjelajahi hutan sejauh 70 km2 untuk mencari makanan. Kegiatan tersebut juga sangat bermanfaat dalam penyeberan biji dan perbenihan alami, sehingga badak mampu mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman tumbuhan dalam hutan. Penelitian ini juga telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti di luar negeri.

Populasi badak di Indonesia saat ini tidak diketahui secara pasti. Sangat sulit meneliti satwa purba ini karena badak merupakan satwa soliter yang mempunyai penciuman sangat tajam dan kulit yang sangat sensitif. Badak bisa mencium keberadaan manusia atau satwa lain bermil-mil jauhnya. Penelitian tentang jumlah populasi kebanyakan dilakukan dengan penghitungan jejak badak, seperti yang dilakukan oleh Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).



Sejak 35 tahun yang lalu, setiap tahun TNUK melakukan inventarisasi populasi Badak Jawa dengan perhitungan jejak di dalam transek. Selain itu, penggunaan dan pemasangan kamera video trap juga sangat membantu untuk memantau keberadaan dan populasi badak di TNUK.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, diperkirakan jumlah populasi badak di TNUK hanya tinggal sekitar 35-40 ekor saja dan semakin berkurang tiap tahunnya. Bila hal ini terus terjadi kemungkinan penurunan genetik akibat inbriding (perkawinan kerabat dekat) akan semakin meningkat sehingga kemampuan hidup keturunan-keturunan selanjutnya akan semakin kecil.

Ancaman lain populasi badak di Indonesia adalah berkurangnya habitat alami bagi badak tersebut. Pembukaan dan perambahan hutan yang marak terjadi telah menggeser habitat badak dan menyebabkan fragmentasi-fragmentasi habitat. Kebutuhan akan lahan bagi pertanian, perladangan, atau perumahan telah membuat populasi badak menjadi terisolasi. Sehingga sangat diperlukan penataan dan pengelolaan habitat badak dengan baik.

Saking langkanya, satwa ini dikategorikan sebagai Apendix 1 berdasarkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) atau konfensi tentang perdagangan satwa dan termasuk kategori Critically endangared atau Kritis dalam daptar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature and Nature Resources). Sebagian pembaca mungkin tidak familiar dengan istilah-istilah tersebut, tapi pada intinya IUCN dan CITES dapat menggambarkan bahwa populasi badak di Indonesia memang semakin terancam sehingga sangat penting untuk melakukan perlindungan.

Perhatian pemerintah Indonesia sendiri telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang perlindungan tumbuhan dan satwa termasuk badak tercantum di dalamnya. Namun, apakah hal tersebut sudah cukup untuk mempertahankan eksistensi badak di Indonesia? Jangan buru-buru untuk menjawabnya.

Kebanyakan manusia tidak peduli dengan satwa liar karena mereka tidak mendapat manfaatnya dan tidak tahu apa manfaat mereka. Masyarakat juga sering bertanya-tanya kenapa kita harus menyelamatkan badak dan harus melindungi badak. Kehidupan makhluk di muka bumi ini tidak sesederhana yang kita bayangkan, tentu hanya berlaku bagi manusia yang berpikir. Kehidupan merupakan rangkaian sitem yang saling terkait satu sama lain. Apabila satu hilang maka yang lain akan terkena dampaknya. Begitu pun dengan kehidupan badak dan manusia.

Dari semua uraian di atas, pertanyaan itu akan saya ulang kembali. Apakah manusia dan badak masih bisa tinggal "serumah"? Tentu jawabannya adalah ya. Serumah yang saya maksudkan adalah tinggal satu rumah, yakni di negara tercinta Indonesia. Serumah di sini berarti manusia dan badak bisa saling hidup berdampingan, tentu di habitatnya masing-masing. Serumah saya artikan pula suatu kepedulian manusia sebagai khalifah di bumi untuk menjaga ciptaan Tuhan. Dengan pengelolaan ekosistem yang baik dan penyediaan rumah yang nyaman bagi badak, maka manusia dan badak akan tetap bahagia tinggal "serumah".



Apabila kita ingin membuat rumah yang nyaman bagi badak, maka pemahaman akan habitat yang disenangi badak harus benar-benar kita pahami. Seyogyanya habitat dan rumah memiliki arti yang sama, yakni tempat tinggal yang dapat menyediakan semua kebutuhan untuk tetap bertahan hidup meliputi air, makanan, dan tempat berlindung.

Habitat Badak Sumatera mencakup hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan, meskipun umumnya badak menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat lebat, sedangkan Badak Jawa hidup di rimba hujan dataran rendah, rerumputan dan alang-alang, serta tempat basah dengan banyak kubangan lumpur.

Kebiasaan badak yang senang berkubang merupakan pertimbangan penting dalam melakukan pengelolaan habitat badak. Kubangan bukan hanya untuk menjaga suhu tubuh, mencegah penyakit, dan menjaga kulit, lebih dari itu kubangan adalah tempat penting dalam perilaku perkembangbiakan badak.

Sederhananya, kubangan adalah tempat badak jantan dan badak betina melakukan percumbuan. Seperti kita tahu, bahwa percumbuan merupakan tahap awal menuju perkawinan. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Prof. Alikodra selaku ahli konservasi alam dan peneliti badak.

Perlu diperhatikan juga konsep daya dukung habitat, seperti daya dukung habitat Badak Jawa. Berdasarkan banyak hasil penelitian, populasi Badak Jawa di TNUK hampir stabil. Kita bisa menduga bahwasannya daya dukung kawasan TNUK hanya mampu menampung 35-40 Badak Jawa saja, sehingga pengelola tidak perlu memaksakan untuk menambah populasi karena sudah mencukupi daya dukungnya.

Pemindahan badak ke tempat lain yang disesuaikan mungkin menjadi salah satu solusinya. Hal ini diharapkan mampu menambah daerah pelestarian sehingga diharapkan badak mampu berkembangbiak dihabitat baru tersebut. Banyak penelitian juga menyebutkan bahwa dahulu Badak Jawa tidak hanya di TNUK, namun tersebar di seluruh Pulau Jawa. Hal ini semakin menguatkan bahwa dengan kondisi habitat yang cocok badak bisa saja berkembangbiak selain di TNUK.

Saya juga berpendapat bahwa penyedian habitat di luar habitat alaminya (ek-situ) juga penting dilakukan. Dengan memindahkan badak dari alam ke luar habitat alam, seperti kebun binatang atau kawasan konservasi yang lain kita dapat mendukung pelestarian di habitat alaminya. Tentu pindah rumah juga bukan sesuatu yang salah untuk dilakukan bukan?

Karena manusia dan badak diharapkan tinggal “serumah”, manusia juga perlu memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya badak di ekosistem. Kegiatan-kegiatan sosialisasi dan pengenalan satwa-satwa perioritas seperti badak harus terus dilakukan dan ditingkatkan. Saya tentu tidak ingin pengalaman kecil saya yang tidak mengenal satwa bernama badak terulang kepada adik-adik dan generasi-generasi selanjutnya.

Saya juga sangat berharap mereka masih bisa melihat satwa purba ini walaupun hanya di kebun binatang. Kerjasama dan kepedulian berbagai pihak juga sangat diharapkan. Pemerintah, lembaga pendidikan, peneliti, dan akademisi serta pihak-pihak lain yang terkait harus bahu membahu untuk menjaga eksistensi badak.

Penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan yang matang juga sangat penting sebagai landasan hukum dan legalitas. Kita bisa bila bersama dan kita bisa bila kita mau. (Cerita ini dikirim oleh Lepi Asmala Dewi, Lampung)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

(Punya cerita atau peristiwa ringan, unik, dan menarik di sekitar Anda? Kirim Cerita Anda melalui email ke ceritaanda@viva.co.id atau submit langsung di http://ceritaanda.viva.co.id/kirim_cerita/post)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya