Dicari! Rumah Baru untuk Badak

Ujung Kulon
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Setiap tanggal 22 September, dunia internasional merayakan World Rhino Day, atau Hari Badak Sedunia. Seharusnya negara Indonesia merayakan hari ini dengan istimewa, karena dua dari lima badak yang tersisa di dunia berada di Indonesia, selain badak hitam dan putih di Afrika, serta Badak India, Indonesia menjadi habitat dari Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus).

Walau dinamakan Badak Sumatera, sebenarnya persebaran Badak Sumatera bahkan mencapai daratan Malaysia. Namun pada bulan Agustus 2015 Badak Sumatera di Malaysia dinyatakan punah setelah tidak ada satu individupun yang terlihat sejak tahun 2007. Begitu pula dengan Badak Jawa, hingga tahun 2010 Badak Jawa masih dapat ditemukan di Vietnam sebelum dinyatakan punah.

Individu terakhir yang ditemukan di Vietnam mati dengan luka tembak dan cula yang telah hilang. Praktis, negara Indonesia menjadi salah satu ujung tombak konservasi badak di dunia. Keistimewaan ini diikuti dengan kekhawatiran bagi para aktivis lingkungan maupun pemerintah, karena di Indonesia pun badak belum lepas dari ancaman pemburu cula, maupun bukaan lahan yang terus terjadi.

Badak Sumatera masih tergolong beruntung ketimbang saudara bercula satunya, populasi badak di habitat aslinya masih berjumlah 200 ekor, yang tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Taman Nasional (TN) Way Kambas. Pembentukan Suaka Rhino Sumatera atau SRS di TN Way Kambas pun ikut berperan besar dalam proses perlindungan, dan pemantauan Badak Sumatera.

Tidak seperti Badak Sumatera, Badak Jawa tinggal tersisa 60 ekor (setelah ditemukan 3 anakan lagi di tahun 2015), dan kesemua populasi berada di rumahnya di TN Ujung Kulon, Banten, yang setiap waktunya rawan terkena ancaman letusan Gunung Anak Krakatau yang berada di dekatnya.

Tidak seperti persepsi awam masyarakat, bukannya berkurang, sebenarnya populasi Badak Jawa stabil bahkan justru semakin bertambah, pada tahun 1967 populasi Badak Jawa hanya berjumlah 25 ekor. Namun dengan semakin bertambahnya populasi, mempunyai beberapa konsekuensi antara lain kebutuhan pakan yang lebih banyak, maupun lahan yang lebih luas. Ditambah dengan ancaman anak Gunung Krakatau. Mungkin rumah untuk badak tidak cukup hanya di TN Ujung Kulon saja. Karena itu, dibutuhkan rumah baru untuk badak.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Saya di sini tidak dapat memberikan spesifik tempat sebagai tempat tinggal baru untuk kawan bercula kita ini, beberapa daerah pernah diusulkan, entah itu di sekitar kawasan TN Ujung Kulon, maupun hingga lintas pulau di Kalimantan, Sulawesi, maupun Papua. Posisi saya di sini adalah mencari rumah baru tersebut, sambil memberikan beberapa poin penting sebagai syarat kelayakan untuk rumah baru badak:

1.    Lahan Harus Luas

Badak merupakan hewan yang sangat senang menjelajah, bahkan dapat menjelajah  hingga 15-20 km per hari. Badak mempunyai daerah jelajah atau home range dengan jalur yang tetap dan selalu dilewati badak setiap menjelajah. Fungsi dari jalur ini merupakan koridor antara tempat mencari makan, berkubang, mandi, dan tempat beristirahat. Aktivitas menjelajah ini bukan hanya sebuah kebiasaan, melainkan kebutuhan. Badak dapat stres apabila ditempatkan pada lahan dengan luas yang kecil yang berakibat pada berkurangnya daerah jelajahnya, tingkat stres ini bahkan dapat berakibat pada kematian badak. Karena jalur jelajah yang tetap pula, habitat badak tidak boleh terfragmentasi dalam wilayah-wilayah  kecil. Semisal badak mempunyai kawasan konservasi 1000 ha, harus 1000 ha secara utuh, bukan terpencar-pencar di beberapa tempat terpisah.

Badak juga merupakan hewan soliter, menyendiri. Pertemuan dua badak dewasa di luar masa kawin dapat menimbulkan perkelahian antara keduanya, dan dapat menyebabkan luka serius pada badak. Maka dari itu, untuk menghindarkan pertemuan yang intens antara sesama badak, dibutuhkan lahan yang luas sebagai syarat rumah yang baik untuk badak.

2.    Sumber pakan dan air yang cukup

Badak mempunyai kebiasaan mencari pakan dengan cara browser, seperti kambing, yaitu memakan semak dan daun, bukan merumput (grazing) seperti sapi. Di TN Ujung Kulon, badak jawa memakan hingga 190 macam sumber pakan. Sumber pakan ini perlu pula dijadikan poin penting, karena walau lahan yang tersedia banyak namun sumber pakan yang dibutuhkan badak tidak tercukupi, maka akan percuma juga. Bahkan di luar negeri, beberapa kebun binatang yang mempunyai Badak Sumatera menyediakan pakan khusus berupa buah-buahan dan tumbuhan tropis untuk kebutuhan pakan badak. Walau secara umum badak bukan merupakan tipe hewan yang pilih-pilih dalam hal makan.

Badak sangat menggemari sumber pakan dari jenis kedondong hutan, tepus, sulangkar, dan segel, yang semuanya banyak ditemukan di TN Ujung Kulon. Diperhatikan pula tumbuhan invasif seperti Arenga obtusifolia, sejenis palem, yang di TN Ujung Kulon berstatus sebagai hama karena pertumbuhan dan penyebarannya yang cepat sehingga mengganggu dan mengurangi sediaan pakan badak secara signifikan.

Selain sumber pakan, kebutuhan air sangat diperlukan oleh badak, terutama untuk melakukan dua aktivitas pentingnya: Minum dan berkubang. Minum merupakan salah satu rutinitas penting bagi badak, biasanya badak melakukan aktivitas minum sesaat setelah terjadinya matahari tenggelam. Dalam sekali minum badak dapat menghabiskan sekitar 10 liter air, sehingga diperlukan sumber air yang banyak untuk badak sebagai keperluan minumnya. Selain minum, kebutuhan lainnya adalah berkubang, badak perlu berendam dan berkubang untuk menjaga kelembapan tubuhnya, melindungi kulit dari parasit, dan menjaga suhu tubuhnya.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq



Kebutuhan berkubang dan berendam rata-rata dua kali per hari. Harus diketahui, badak tidak dapat berkeringat sehingga membutuhkan air atau lumpur sebagai cara mendinginkan tubuh dengan berkubang. Lumpur kubangan baik untuk mempercepat kehilangan panas pada tubuh. Selain itu, lapisan tebal lumpur juga berfungsi untuk mengurangi perhatian lalat penggigit, dan untuk melindungi badak dari parasit lainnya, karena parasit-parasit pada kulit badak umumnya akan jatuh bersama lumpur yang mengering. Aktivitas berkubang ini sangatlah disukai badak, bahkan tidak segan-segan badak akan mempertahankan dan menyerang hewan lain yang mendekati kubangannya. Apabila badak tidak berkubang dalam beberapa hari maka kulitnya dapat pecah-pecah dan mengalami radang.

3.    Tetangga yang baik

Salah satu poin penting lagi adalah tetangga! Sebenarnya jangankan bertetangga dengan satwa lain, karena badak termasuk soliter, badak hanya suka berkumpul dengan badak lain saat masa kawin maupun mengasuh anak saja. Namun, sebagai satwa yang sebagian besar tinggal di hutan. Kontak badak dengan satwa lain sering terjadi

Di TN Ujung Kulon, Badak Jawa bertetangga dengan berbagai jenis satwa, seringkali dengan banteng (Bos javanicus), karena sering ditemukan tumpang tindih antara jejak badak dengan banteng. Namun, beberapa masalah muncul kaitannya dengan masalah sumber pakan. Terjadi persaingan interspesifik, yaitu persaingan antar spesies yang berbeda antara Badak Jawa dan banteng dalam hal sumber pakan. Sebenarnya habitat utama banteng adalah padang-padang penggembalaan, namun dikarenakan penyusutan lahan yang signifikan pada padang penggembalaan, perlahan banteng mulai mencari makan di dalam hutan dan memakan sumber-sumber pakan yang dibutuhkan badak.


Dari 110 jenis tumbuhan yang ada, 63 jenis di antaranya dimakan Badak Jawa dan banteng, dan hanya 35 jenis tumbuhan yang dimakan badak tetapi tidak dimakan banteng. Hal ini mengindikasikan persaingan dalam hal makanan, dan tentu akan mengganggu aktivitas badak. Badak Jawa sangat sensitif dengan gangguan sehingga mudah mengalami stres. Stres akan menentukan kemampuan berkembang biak badak.


Badak betina mencapai usia dewasa sekitar umur 5 tahun untuk siap memiliki anak, dan setelah anak pertama lahir maka dibutuhkan waktu 5 tahun lagi agar badak siap memiliki anak lagi. Rentang waktu ini pada hewan termasuk lama, apalagi badak cenderung memilih-milih pasangan dalam hal perkawinan.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Di kebun binatang, sepasang badak jantan dan betina apabila tidak cocok maka seumur hidupnya tidak akan melakukan perkawinan. Berkebalikan dengan Banteng Jawa, pertumbuhan jumlah banteng terhitung cepat, pada tahun 1970-an, populasi banteng hanya berkisar 200 ekor, namun di penghujung tahun 1990-an, populasinya meningkat pesat menjadi 800 ekor, dan hal ini tidak diimbangi dengan habitat banteng yang semakin berkurang. Sehingga, tetangga bertanduk ini merupakan salah satu saingan kawan bercula kita. Rumah baru badak bolehlah memiliki tetangga, namun bukan tetangga yang merebut makan tuan rumahnya terlalu banyak, harus.

Selain itu perlu diperhatikan pula tetangga dari luar taman nasional, terutama kaitannya dengan ternak penduduk. Dari beberapa pengamatan di lapangan, penggembalaan ternak cenderung berada di sekitar TN Ujung Kulon, terutama ternak-ternak berupa kerbau. Ternak penduduk dapat menjadi pembawa berbagai macam penyakit kepada badak, seperti penyakit parasit darah trypanosomiasis, penyakit antraks yang mematikan, maupun penyakit septicemia epizootica (SE) atau penyakit ngorok. Tidak main-main, pada tahun 2010, tiga Badak Jawa mati di TN Ujung Kulon, dengan penemuan lalat Tabanus malayanensis di sekitarnya. Lalat Tabanus malayanensis merupakan vektor (pembawa) parasit darah Trypanosoma evansi yang menyebabkan penyakit trypanosomiasis.

Diduga ternak warga sudah terkena trypanomiasis terlebih dahulu dan mengandung parasit darah pada tubuhnya, dan melalui lalat tabanus, parasit itu terbawa dari ternak warga ke Badak Jawa yang berada di TN Ujung Kulon. Selain itu, kematian tertinggi Badak Jawa tercatat tahun 1981/1982, yaitu sebanyak lima ekor atau hampir 10% dari populasi badak saat itu.

Diduga penyebab kematian serentak ini diakibatkan oleh penyakit ngorok yang saat itu merebak pada ternak di kecamatan Cimanggu dan Sumur, Pandeglang, yang berdekatan dengan TN Ujung Kulon. Dengan ancaman sebesar ini, tetangga dari luar taman nasional juga perlu mendapat perhatian lebih. Jangan sampai tetangga sekitar di rumah baru badak yang tidak bebas penyakit akan menulari dan menyebabkan risiko kematian pada badak. Bukan berarti warga sekitar tidak diperbolehkan memiliki ternak, namun perlu diberi aturan tambahan tentang jarak aman maksimal penggembalaan ternak warga dengan batas taman nasional, perlu juga adanya pengkoordinasian dengan dinas terkait dan dokter hewan untuk memperbaiki kualitas kesehatan ternak milik masyarakat.

Saya rasa, tiga poin di atas sudah mewakili semua aspek-aspek penting yang dibutuhkan dalam pembentukan ataupun pencarian rumah baru untuk Badak Jawa. Badak Jawa merupakan satwa penting di Indonesia, bahkan di dunia. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2007 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Indonesia Tahun 2007-2017 dijelaskan, Badak Jawa merupakan satu-satunya populasi tunggal di dunia, dan perubahan atau kerusakan apapun yang terjadi di TN Ujung Kulon, akan berakibat besar terhadap kelestarian satwa eksotis ini.

Akankah rumah baru badak akan ditemukan? Ataukah hanya akan menjadi pencarian tanpa akhir? Mari kita terus mencari sambil selalu menjaga alam serta selalu diiringi dengan berdoa. Dicari! Rumah baru untuk badak! Salam Lestari! (Cerita ini dikirim oleh Alfian Herdi Feisal)

(Cerita ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya