Ada Maling di Rumah Rhino

Ujung Kulon
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - “Hanya bilik bambu tempat tinggal kita. Tanpa hiasan, tanpa lukisan. Beratap jerami, beralaskan tanah. Namun semua ini punya kita….” – God Bless dalam Rumah Kita.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Mungkin lirik lagu yang ditulis oleh Theodor K.S, tidak lagi mewakili angan-angan dari manusia untuk memiliki rumah, tetapi saat ini, seekor badak pun memiliki angan-angan yang sama seperti lagu yang dibawakan oleh grup band God Bless tersebut. Tidak perlu hiasan, apalagi lukisan. Tidak perlu mewah, apalagi megah. Hanya rasa nyaman dan aman yang dibutuhkan seekor badak. Rasa nyaman karena terdapatnya sumber makanan, dan rasa aman dari serangan manusia yang ingin memburu culanya.

Baik Badak Jawa maupun Badak Sumatera, sama-sama membutuhkan hutan sebagai rumah untuk tempat mereka mencari makan dan berkembang biak. Tetapi masalahnya rumah para badak tersebut kerap mengalami penggusuran paksa dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Rumah tersebut kerap dibakar secara sengaja, dialih fungsikan sebagai lahan tempat tinggal manusia dan perkebunan. Apakah manusia tidak cukup dengan semua yang ada di kota, sampai rumah badak yang hanya beralaskan tanah pun direnggut juga.

“Di dunia tidak banyak lagi hewan bernama badak itu. Ada di Afrika, di Asia, dan juga di negara kita. Karena itu tidak boleh habis karena ditembak pemburu. Biarlah makhluk ini jadi kekayaan rimba Indonesia”- Taufiq Ismail dalam Perkenalkan Saya Hewan - Badak.

Sungguh kasihan melihat kehidupan badak. Hidupnya tiada merugikan manusia. Mereka juga tidak membutuhkan bantuan manusia untuk menyiapkan makan. Tanpa bantuan manusia pun, badak dapat hidup enak, buktinya untuk ukuran Badak Sumatera yang tergolong sebagai badak paling kecil pun, badannya terlihat sangat gendut. Tetapi nyatanya, manusia senang sekali mencari perhatian badak dengan merebut sebagian habitatnya, yang secara langsung juga merusak ‘dapur’ badak yang berisi makanannya sehari-hari. Sebagian lahan rumah badak dijadikan perkebunan, bahkan pemukiman penduduk. Namun badak tidak gusar kemudian mengamuk, tetapi ia bingung, ke mana lagi dia harus tinggal dan mencari makan, sampai akhirnya badak sakit dan mati. 

Untuk memudahkan penggusuran paksa tersebut, manusia kemudian menemukan cara baru yaitu dengan membakar rumah badak. Seperti terjadi di Sumatera dan Kalimantan yang mengalami kebakaran hutan. Imbasnya tidak hanya dirasakan oleh manusia, tetapi badak dan segala keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya pun ikut terkena imbasnya. Sudah rumah digusur paksa, udara pun ikut dicemari, malang sekali nasibmu badak.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Tidak cukup dengan merusak habitat badak, manusia juga membunuh badak untuk memotong cula yang dipercaya sebagai obat tradisional dengan penjualan yang sangat mahal. Seperti sedang kedatangan maling, pemburu masuk ke dalam kawasan rumah badak secara mengendap-endap, sambil menenteng senapan yang siap menembak kapanpun mereka melihat badak.

Badak harus sesegera mungkin mendapatkan perlindungan, baik itu perlindungan akan habitatnya dari serangan penggusuran paksa, dan juga keamanan dirinya dari maling pencuri hidung yang disebutnya sebagai cula. Menciptakan kenyamanan saja tidak cukup, jika tingkat keamanannya masih rendah. Pada dasarnya, yang mempercepat punahnya badak adalah dari pembunuhan untuk mengambil culanya. Padahal, untuk menciptakan keturunan badak membutuhkan waktu yang cukup lama.



Kenyamanan badak, dapat terukur dari luasnya hutan yang ditempatinya, banyaknya sumber makanan pada hutan tersebut, dan dekat dengan air. Luasnya hutan dibutuhkan karena binatang dengan kulit tebal seperti perisai ini, senang sekali berjalan melintasi alam. Hutan yang luas saja tidak cukup, jika tidak diimbangi dengan jumlah makanan yang tersedia untuk badak, karena ia makannya banyak. Tentunya, lahan harus terbebas dari tanaman langkap, agar tidak mengganggu sumber makanan badak. Hal yang penting selanjutnya adalah air. Binatang dengan wajah garang ini sangat senang berkubang di lumpur untuk mendinginkan kulitnya, tidak peduli akan kotornya lumpur tersebut. Mungkin itu penyebab warna kulit badak menyerupai warna lumpur.

Perkembangan Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) menurut penulis sangat baik, karena sejak 2011 mengalami pertambahan jumlah populasi badak yang cukup banyak. Hal tersebut menandakan bahwa badak sudah cukup nyaman tinggal di TNUK, tinggal kemanannya saja yang perlu ditingkatkan dan diketatkan, agar badak dapat terhindar dari pemburu. Selain itu diperlukan dukungan pemerintah agar secara maksimal menjadikan TNUK sebagai tempat konservasi Badak Jawa.

Aman juga berarti jauh dari musuh, yaitu banteng. Dari sekitar 150 jenis makanan yang di konsumsi Badak Jawa, 16 jenis di antaranya merupakan makanan kesukaan banteng (Bos Sondaicus). Jadi, rumah yang aman dan nyaman untuk badak adalah rumah yang kaya akan bahan makanan, dan juga jauh dari tempat tinggal banteng serta para pemburu.

Binatang gemuk yang satu ini, pilihan makanannya banyak sekali. Banyaknya pilihan pakan badak menunjukkan bahwa ia mudah untuk beradaptasi. Jika salah satu jenis makanan tidak ada, maka dengan mudah dapat tergantikan dengan jenis makanan yang lain, memang cocok dengan ukuran badannya yang besar. Badak menyukai hampir seluruh bagian tumbuhan, mulai dari tunas, daun muda, ranting, dahan dan kulit pohon. Pohon yang telah dicabut oleh badak untuk pakannya tidak mati, melainkan akan tumbuh kembali karena mekanisme makan badak adalah memelihara dan melestarikan kembali sumber makanannya. Jadi, sebenarnya manusialah yang harus belajar kepada badak, bagaimana cara merawat sumber penghidupan secara baik dan benar.

KKN 136 UMM Adakan Penyuluhan Pemanfaatan Serbuk Kayu

Badak pun memiliki selera yang sama dengan manusia dalam memilih tempat tinggal. Manusia memiliki rumah yang berpagar tinggi dan berdinding rapat untuk melindungi diri dari hujan dan panas, begitu pun badak. Hutan teduh dan rapat sangat disukai badak untuk bernaung sekaligus melindungi diri dari maling yang hendak merampas hidungnya.

Badak selalu menghidari manusia, itulah sebabnya pemantauan badak di hutan melalui kamera jebak. Jangan berharap badak akan tersenyum saat melihat manusia, lirikan matanya pun terkesan kalau ia seekor binatang yang bersifat antagonis. Mungkin badak trauma dengan kehadiran manusia yang dulu sering mengambil hidung teman-temannya. (Cerita ini dikirim oleh Fitria Githa Wardhani – Pondok Aren, Tangerang)

(Cerita ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016