Masa Lalu yang Kelam

Ilustrasi sakit hati karena diremehkan.
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id - Di ujung jalan tampak olehku sebuah bangunan rumah kuno yang bagian depan dan atapnya menyerupai rumah joglo dengan sebuah pagar berwarna coklat. Kumelangkah mendekati bangunan yang tampak seperti bangunan kuno itu. Dengan perlahan kubuka pagar berwarna coklat yang sudah karatan dan warnanya sudah sedikit mengelupas.

Aku melangkah masuk, di hadapanku kini terhampar sebuah pekarangan yang di tumbuhi beberapa tumbuhan yang mungkin sudah layu bahkan sudah tak bernyawa dan terdapat sebuah ayunan yang sudah sangat berkarat bahkan mungkin sudah sulit untuk digerakkan karena sudah sangat lama tidak digunakan.

Aku berdiri di antara hamparan tumbuhan yang sudah tak bernyawa itu sambil menunggu Kak Josh. Akhirnya Kak Josh datang dengan membawa dua botol air mineral dingin untukku dan untuknya. Lalu aku dan Kak Josh melangkah maju memasuki rumah kuno yang sudah tak berpenghuni lagi. Di teras bangunan tua itu kami melihat banyak dedaunan kering berserakan. Debu-debu menempel memenuhi pintu rumah itu.

Mataku menyapu seluruh isi teras rumah tersebut. Pandanganku berhenti di pojok teras itu dan aku melihat beberapa laba-laba bersarang di sana. Lalu Kak Josh menebas sedikit demi sedikit debu yang menempel di gagang pintu. Dengan perlahan Kak Josh mulai membuka pintu rumah itu.

Kriiekk... decitan suara pintu kuno yang sudah sedikit berkarat itu menambah kesan horor tempat ini. Bulu kudukku mulai merinding. Namun, kutepis jauh-jauh rasa takutku itu. “Aku dan Kak Josh ke sini ingin mencari tahu di mana mama, papa, kakek, dan nenek sekarang. Pasti tidak akan terjadi apa-apa padaku dan kak Josh,” tekadku dalam hati.

Kini aku sudah berada tepat di depan pintu yang sudah terbuka. Bola mataku mulai berputar menyapu seisi ruang tamu rumah itu. Sebenarnya aku sudah pernah tinggal di sini sekitar 15 tahun yang lalu. Bahkan aku sudah sering berkunjung ke rumah ini dalam setiap tidurku. Namun, aku sudah lupa bagaimana bentuk dan isi rumah ini. Lagi pula dalam tidurku rumah ini tampak berbeda dari yang aslinya.

Bau pengap rumah itu menyengat memasuki hidung. Kulihat beberapa barang antik kuno yang mungkin harganya sangat mahal, dipenuhi oleh debu dan sarang laba-laba. Di sana juga terdapat sebuah sofa empuk yang sudah sangat kotor oleh banyaknya debu dan laba-laba yang bersarang di sana, mungkin juga sudah menjadi sarang tikus, kecoa, atau hewan apa saja yang ada disana. Aku masih terpaku di depan pintu rumah yang sudah terbuka tersebut. Sedangkan Kak Josh mulai melangkahkan kakinya memasuki rumah itu.

Dengan perlahan tapi pasti kakiku melangkah mengikuti langkah Kak Josh untuk menyusuri setiap ruangan rumah itu. Akhirnya, karena aku sudah cukup lelah menyusuri seisi rumah besar itu maka aku memutuskan untuk beristirahat di sebuah kamar bercat merah muda. Dengan sebuah kasur berukuran sedang, sebuah lemari pakaian yang tidak kalah kotor, sebuah sofa empuk yang dipenuhi debu, sebuah meja rias yang juga dipenuhi debu dan sebuah boneka beruang yang lucu.

Lalu aku bersihkan sedikit debu yang menempel di kasur tersebut dan kurebahkan tubuhku di atasnya. Kak Josh yang tampaknya juga mulai lelah sedikit membersihkan debu yang menempel pada sofa empuk tersebut. Dan Kak Josh pun menghempaskan tubuhnya di sofa empuk tersebut. Sebelum mataku benar-benar terpejam Kak Josh berkata kepadaku, "kalau kamu lelah tidurlah dulu, nanti kita lanjutkan lagi ya".
"Baik kak, tapi kakak janji ya, kakak jangan keluar kamar apalagi rumah ini sebelum aku bangun," kataku kepada Kak Josh.
“Iya, kakak akan menunggumu.” Jawab Kak Josh meyakinkanku. Akhirnya, karena aku sudah sangat lelah mataku pun mulai terpejam.

Dalam tidurku, aku melihat sebuah rumah yang dihuni oleh sebuah keluarga yang lengkap dan harmonis. Sepasang suami istri paruh baya tinggal di sana dan  memiliki dua orang anak. Anak pertamanya laki-laki berusia sepuluh tahun, sedangkan anak keduanya perempuan berusia lima tahun. Dalam keluarga itu juga terdapat sepasang suami istri yang sudah berkepala lima. Rupanya sepasang suami istri berkepala lima itu merupakan kakek dan nenek anak laki-laki dan anak perempuan di rumah itu.

Keluarga penghuni rumah itu sangatlah bahagia. Ya, aku bisa melihat kebahagiaan mereka dari mata mereka. Aku sangat mengenal keluarga itu. Sudah tidak asing lagi olehku anak laki-laki itu tak lain adalah Kak Josh, sedangkan anak perempuan itu tak lain dan tak bukan adalah aku.

Sepasang suami istri paruh baya itu adalah ayah dan ibuku. Sedangkan sepasang suami istri berkepala lima itu adalah kakek dan nenekku. Setiap hari minggu kami sekeluarga berkumpul di pekarangan depan rumah itu. Di depan rumah itu juga terdapat hamparan pekarangan yang tampak asri dengan rerumputan hijau yang tumbuh dengan suburnya, yang ditemani oleh sebuah pohon mangga lebat yang menjadi habitat bagi burung-burung kecil. Di sana juga terdapat beberapa jenis bunga yang semerbak baunya. Yups, tak heran bagiku melihat semua itu karena sudah beberapa kali aku melihatnya melalui mimpi yang sama.

Suatu malam saat kami tengah menikmati siaran televisi. Ada yang menggedor pintu rumah itu. Lalu aku melihat ada tujuh orang manusia berpakaian serba hitam dan menutup wajahnya dengan topeng membawa senjata lengkap di antaranya ada clurit, parang, pistol, kapak dan senjata lainnya. "Bersiaplah untuk menemui ajal kalian!" ujar salah seorang dari mereka kepada ayah sambil menodongkan sebuah parang di leher ayah. Dan diikuti yang lainnya, aku melihat ibu menyuruh Kak Josh membawaku pergi jauh- jauh dari rumah itu sebelum para perampok itu melihat Kak Josh dan aku.

“Apa yang kalian inginkan dari kami?” Kata ayah dengan lantang.
“Kami tidak menginginkan apa-apa selain kehancuran dan kematian kalian.” ucap salah satu dari komplotan mereka. Lalu dengan tega mereka mulai menyayat tubuh orang-orang yang aku sayangi dan aku cintai. Di mulai dari nenek, kakek, ibu, dan ayah. Sebelum akhirnya mereka menghabisi nyawa ibu dan ayah mereka mulai membuka topeng mereka.

Belajar Mengulik Kuliner dari Pak Bondan

“Bagaimana Hendra, apakah kamu puas melihat orang-orang yang kau sayangi mati mengenaskan dan tragis?” ujar salah satu dari mereka kepada ayah dan ibu.

"Kau sungguh kejam Dani. Hanya karena hal sepele, kamu sampai berani membantai keluargaku. Hanya karena perusahaanmu kalah dengan perusahaanku kamu berani melakukan pembunuhan terhadap keluargaku," kata ayah kepada Dani yang merupakan bos dari sebuah perusahaan yang kalah tender dengan perusahaan ayah.

Klenteng Hok Tek Tong Penyelamat Eddy

"Iya Hendra, aku memang kejam. Aku akan menyingkirkan siapapun yang bisa menghalangiku. Kini giliran kamu dan istrimu yang akan aku kirim ke neraka," kata Dani yang kemudian menyayatkan parang di leher ibu dan kapak di dada ayah. Mereka semua tertawa lebar sangat puas dengan apa yang telah mereka lakukan kepada keluargaku.

Setelah kakek, nenek, ayah, dan ibu menghembuskan nafas terakhir dengan luka penuh sayatan mereka lalu mengkuburkan semua jasad keluargaku di bawah pohon mangga pekarangan depan rumahku. Melihat hal itu aku tidak bisa berbuat apa-apa aku hanya bisa menangis dan menjerit histeris.

"Kenya.. Kenya… bangun Kenya ada apa?" kata Kak Josh khawatir melihatku menjerit dalam keadaan mata terpejam. Akhirnya aku sadar dan aku mulai membuka mataku. Lalu kupeluk Kak Josh dengan sangat erat dan tangisku mulai pecah dalam pelukan kakak.

Takut Jalanan Rusak Warga Demo Galian C di Sungai Pemali

"Ada apa Kenya. Kamu kenapa?" tanya Kak Josh terheran-heran melihatku.
"Kenya akan menceritakannya nanti, sekarang kita keluar dulu dari rumah ini," jawabku yang masih terisak dan mulai menggandeng tangan Kak Josh untuk segera keluar rumah ini. Kak Josh hanya diam. Aku sangat mengerti mungkin di kepala kak Josh tersimpan seribu pertanyaan, namun ia lebih memilih untuk diam.

Aku mengajak Kak Josh keluar dari rumah itu dan kami pun kemudian pergi ke sebuah warung terdekat dari rumah ini. Di sana aku membeli air mineral dan menceritakan semua mimpi yang telah kualami kepada Kak Josh. Kini, aku dan Kak Josh berencana untuk membongkar makam kakek, nenek, ayah, dan ibu yang berada di bawah pohon mangga untuk dimakamkan dengan layak.

Akhirnya setelah aku dan Kak Josh meminta bantuan kepada penduduk setempat sampai makam keluarga kami berhasil di bongkar. Namun, jasad mereka hanya tersisa tulang belulang yang mulai keropos dimakan tanah dan hewan-hewan yang ada di dalamnya. Lalu jasad kakek, nenek, ayah dan ibu dimakamkan dengan layak.

Setelah semuanya selesai, aku dan Kak Josh menutup kembali rumah itu dan di pekarangan itu aku melihat mereka tersenyum bahagia kepadaku dan Kak Josh. Sekarang aku dan Kak Josh dapat bernafas dan tersenyum lega setelah bertahun-tahun aku selalu bermimpi tentang keluargaku yang hilang. Terungkap sudah semua tentang masa lalu keluargaku yang sudah terjadi sekitar lima belas tahun yang lalu. (Cerita ini dikirim oleh Vida Novita Sari)

Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016