Kerawanan Siklus Pemilu Nasional

Simulasi Pemilu Kepala Daerah 2015
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Pemilu merupakan sarana pelaksanaan demokrasi prosedural yang diatur oleh UU. Pasca pengesahan UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, pelaksanaan Pilkada akan dilakukan serentak. Serentak pertama pada Desember 2015, serentak kedua pada Februari 2017, dan serentak ketiga Juni 2018.

Pada tahun 2015 ini akan ada pelaksanaan Pilkada serentak di 269 kabupaten/kota dan 9 provinsi. Pelaksanaan Pilkada serentak untuk yang pertama kali membutuhkan konsentrasi yang bersamaaan pada waktu yang sama pula. Penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu terutama di provinsi dan kabupaten/kota harus menyiapkan segala kebutuhan agar proses Pilkada berlangsung secara jujur, adil, dan transparan.

Dalam konteks pengawasan, Bawaslu perlu mengidentifikasi sejumlah kerawanan dan pelanggaran yang berulang terjadi berdasar pengalaman pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2014 dan juga Pilkada.

Beberapa Kerawanan yang dapat terjadi dalam pelaksanaan Pilkada, variasi penyediaan anggaran yang berbeda-beda, dapat membuat persiapan awal Pilkada serentak agak "gaduh". Tidak ada standard biaya umum yang setara membuat setiap daerah mempunyai cara sendiri menentukan biaya Pilkada. Di beberapa daerah, jika calon petahana maju biasanya alokasi dana pelaksanaan Pilkada tinggi. Di beberapa daerah, alokasi pengawas bahkan terlambat disetujui.

DPT Pilkada punya potensi tak sevalid DPT Pileg Pilpres karena migrasi pemilih dan
juga kebijakan lokal masing-masing daerah yang bisa jadi menambah atau mengurangi pemilih. Perlu pengawasan yang lebih ketat untuk menjamin validitas DPT. Jangan sampai kualitas DPT Pilkada lebih buruk dibandingkan dengan kualitas DPT Pileg dan Pilpres 2014.

Netralitas penyelenggara (KPUD) harus benar-benar diawasi dalam pilkada. Daerah yang terdapat calon petahanan sebanyak 222 maju kembali sebagai calon kepala daerah harus diawasi ekstra karena akan sangat rawan menggunakan fasilitas negara dan memobilisasi birokrasi untuk mendulang suara maksimal dalam Pilkada.

Sebaran politik uang akan masih sangat mungkin terjadi di sebagian besar daerah. Diperbolehkannya pemberian ke pemilih dengan nilai maksimal Rp 25.000,- menjadi pemicu terjadinya politik uang dengan modus lain. Misalnya dengan “menghargai” setiap materi pemberian kampanye senilai Rp. 25.000,- meskipun nilai sebenarnya diatas itu, serta kemungkinan modus lain yang sangat bervariasi di setiap daerah.

Faktor geografis, akses informasi, ketersediaan listrik, dan transportasi akan sangat membantu proses pelaksanaaan Pilkada, demikian juga dengan proses pengawasan karena pengawas butuh kecepatan dalam memberikan laporan dan percepatan dalam melakukan penindakan bagi Bawaslu.

Partisipasi pemilih masih perlu mendapatkan perhatian, karena meskipun turn out pemilih tinggi dalam Pileg dan Pilpres 2014, partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasai dan terlibat sosialisasi masih minim. Banyaknya jumlah relawan masih tak berkesesuaian jika dibandingkan dengan banyaknya temuan yang disampaikan ke Bawaslu.

Dalam konteks Pilkada, keberadaan relawan harus juga dipahami sebagai salah satu potensi kerawanan jika relawan tersebut dimanfaatkan sebagai “tim sukses” yang disisipkan menjadi relawan. Netralitas dan independensi relawan pengawas harus juga diawasi.

Faktor keamanan menjadi penting untuk dipastikan karena beberapa daerah bisa sangat rawan terkait keamanan saat Pilkada nanti. Dinamika politik lokal bisa lebih dinamis. Daerah yang dalam Pileg dan Pilpres 2014 aman, bisa jadi menjadi tidak aman dalam Pilkada karena panasnya politik lokal. Dan masih banyak faktor atau aspek yang bisa membuat kerawanan Pilkada, misalnya pencalonan, mobilisasi birokrasi, dll. (Cerita ini dikirim oleh Yuyus Citra Purwida)
 

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq
Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016