Menilik Paniis, Kampung Wisata nan Asri di Ujung Kulon

Kampung Paniis
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Setelah sebelumnya berkunjung ke Pulau Handeleum, kini saatnya saya beserta rombongan mengunjungi Paniis. Paniis merupakan sebuah kampung wisata nan menawan yang letaknya berada di Kabupaten Pandeglang. Paniis menyimpan ragam pesona alam dan wisata, yang membuat pengunjungnya akan merasa nyaman berada di sini.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Berada di Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, membuat Paniis menjadi desa wisata menarik bagi para wisatawan yang berkunjung ke Ujung Kulon.

Sungguh beruntung, saya (perwakilan VIVA.co.id) serta Word Wide Fund (WWF) dan media lainnya mendapatkan kesempatan untuk berkunjung dan berkenalan dengan masyarakat yang ada di Kampung Paniis ini.

Sesampainya di Kampung Paniis, rombongan pun dibuat kagum dengan keasrian dan suasana perkampungan yang masih kental. Udara dan pemandangan yang sejuk di pinggir pantai pun menyambut kami dengan penuh kehangatan.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Tak hanya disambut dengan pemandangan yang asri dan sejuk di Kampung Paniis, saya dan rombongan lainnya pun disambut dengan baik oleh masyarakat dari kelompok Paniis Lestari.

Masyarakat dari kelompok Paniis Lestari mempersilahkan kami untuk beristirahat sejenak di saung milik warga setempat, dengan ditemani satu minuman batok kelapa yang segar.

Sembari beristirahat, kelompok Paniis Lestari pun memperkenal keberadaannya di kampung ini. Paniis Lestari itu sendiri adalah salah satu kelompok masyarakat penggerak ekowisata di bawah naungan World Wide Fund (WWF) yang lokasinya berada di Ujung Kulon.

Markas dari kelompok Paniis Lestari sendiri berada di Kampung Paniis, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Sesuai dengan namanya, Kampung Paniis memiliki arti sebagai tempat yang menyejukan.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Kelompok Paniis Lestari sendiri memiliki keahlian khusus di bidang ekowisata bahari dan pelestarian ekosistem laut. Maka tak heran, jika para anggota kelompok Paniis Lestari sangatlah andal dalam bidang snorkeling, diving, dan pembudidayaan terumbu karang di bawah laut.

Lupakan sejenak tentang kelompok Paniis Lestari.  Setelah beberapa menit beristirahat di saung yang telah disediakan oleh pihak Paniis Lestari,  kami dan rombongan pun langsung dibagikan tempat  untuk bermalam di kampung ini. Kampung Paniis, ternyata sudah menyediakan banyak home stay atau rumah warga untuk dijadikan tempat menginap para wisatawan yang berkunjung ke Kampung Paniis.

Langkah demi langkah, mengantarkan saya dan lainnya ke rumah warga. Di mana, di rumah warga itulah kami semua akan beristirahat dalam waktu semalam. Menuju ke rumah warga di Paniis, rombongan pun disuguhkan oleh pemandangan Gunung Honje yang begitu indah di belakang rumah warga.

Udara sore yang asri dengan khas suasana perkampungan pun menghangatkan kami saat tiba di rumah warga. Untuk rombongan perempuan akan menginap di homestay 3, laki-laki di homestay 2, dan khusus untuk makan akan disediakan di homestay 1.

Asli, di kampung Paniis ini saya mendapatkan pengalaman baru lagi,  lagi, dan lagi, pengalaman baru selalu membuat kita merasa bangga. Menginap di rumah warga menjadi salah satu pengalaman menarik yang baru pertama kali saya rasakan. Dengan suasana kental perkampungan, mengingatkan saya dengan kampung halaman.

Saat itu saya menginap di rumah Teh Iteung. Teh iteung sendiri tinggal bersama bapak dan anaknya. Terdapat 2 kamar yang disediakan oleh pemilik rumah untuk saya menginap bersama rombongan. Menunggu sore berganti malam, kami pun berbincang-bincang dengan pemilik rumah.

Di depan rumah tersedia bale, di situlah kita menikmati sore yang sejuk dengan berbincang-bincang seputar Kampung Paniis. Pemilik rumah yang kami tempati begitu ramah dan baik. Mereka pun tak segan-segan untuk menceritakan kenapa rumahnya bisa dijadikan rumah warga oleh Paniis Lestari.

Setelah asyik berbincang-bincang dan sembari menunggu giliran untuk membersihkan diri di kamar mandi, akhirnya sore pun beganti menjadi malam. Rombongan pun harus bersiap-siap menuju home stay 1 untuk makan malam. Makan malam yang disediakan benar-benar khas makanan seperti berada di rumah, pokoknya nyaman dan benar-benar menyenangkan.

Setelah makan selesai, saya dan rombongan pun bergegas untuk pergi ke lapangan yang letaknya dekat dengan saung, di mana saat kita beristirahat tadi sore. Di lapangan milik Kampung Paniis, ternyata sudah disediakan tumpukan kayu-kayu untuk membuat api unggun dan juga tempat untuk rombongan kami melihat pertunjukan dari warga Kampung Paniis.

Sebagai masyarakat yang mata pencahariannya bertani, masyarakat Kampung Paniis ternyata memiliki tradisi unik yang dilakukan saat musim panen tiba. Di mana masyarakat Paniis memiliki suatu seni budaya unik yang selalu dilakukan setiap satu tahun sekali. Seni budaya itu adalah tari Rengkong dan tari Lesung. Tari-tarian inilah yang menjadi pertunjukan menyenangkan bagi saya dan rombongan lainnya di malam itu.

“Tradisi tari Rengkong dan Lesung menjadi salah satu warisan yang sudah secara turun temurun dilakukan di kampung Paniis. Tradisi ini dilakukan untuk menyambut pesta panen tiba dan menjadi tanda bersyukur kepada bumi dan alam, khususnya kepada sang Pencipta saat panen tiba.” ujar Doni, ketua kelompok Paniis Lestari.

Tarian ini menggunakan rengkong, yang mana rengkong itu sendiri adalah sebuah alat yang terbuat dari bambu dengan ukuran panjang mencapai 1,5 meter. Setiap ujung alat ini akan diberi beban berupa padi yang telah dihasilkan dari memanen. Berhubung musim panen belum tiba, para penari pun menggunakan karung yang berisi pasir untuk menggantikan padi.

Bambu dengan ukuran panjang 1,5 meter ini pun dipikul dan digoyang-goyangkan oleh para penarinya. Saat bambu digoyang-goyangkan, maka terciptalah bunyi-bunyian unik yang menjadi salah satu ciri khas tarian tersebut.

Jika sebelumnya masih menggunakan baju biasa, kini para penari sengaja membuat baju untuk kostum saat menari. Para penari Rengkong pun menggunakan baju hitam, kain di kepala, dan kain yang diikatkan di pinggang,  bak seorang pendekar.

Di sela-sela para laki-laki menarikan tari rengkong, terdapat sekitar 10 penari dan 2 penyanyi yang umurnya tidak muda lagi. Mereka adalah ibu-ibu tua yang masih semangat berbaris memainkan tarian Lesung. Tarian ini menggunakan alat penumbuk padi yang dinamakan alu. 

Sembari memukul-mukul lesung (tempat menumbuk padi) secara bersama-sama. Ibu-ibu tua ini memainkan tarian dengan harmonisasi yang cukup indah. Tak heran, perpaduan antara dua tarian ini bisa menghasilkan harmonisasi yang begitu indah dan enak didengar.

Saat sedang asyik melihat pertunjukkan tersebut, tiba-tiba saya pun ditarik dan diajak maju ke depan untuk ikut menari oleh ibu tua yang sedang bernyanyi sambil menarikan Tari Lesung. Sambil menari dan bernyanyi, ibu tua itu pun meminta saya untuk menari dan menyawer dirinya. Hehe, sungguh lucu dan senang dibuatnya saya.

Tak hanya menyanyi, saya pun dibuat penasaran untuk memainkan alat tarian lesung. Dan langsung saja, saya dan Nika (Tim WWF) pun mencoba alat penumbuk padi tersebut. Baru beberapa menit saja mencoba, rasanya saya sudah dibuat lelah oleh alat penumpuk padi ini. Berbeda dengan saya, ibu-ibu tua ini justru masih tersenyum dan bersemangat menarikan dan menumbuk alat padi ini.

Tidak bisa dibayangkan, energi mereka masih saja kuat meskipun sudah tua. Saya merasa malu, kenapa yang muda justru cepat merasakan lelah hehe.. Setelah pertunjukan selesai, kami pun kembali ke saung. Di saung, kami pun kembali diberikan hiburan oleh warga setempat. Sambil menonton hiburan tersebut, tak lupa kami pun diberi sebatang jagung bakar.

Di tengah malam dengan udara yang sepoy-sepoy, jagung bakar hangat beserta teh manis panas menjadi teman di malam itu. Rasanya tak ingin melupakan begitu saja pengalaman yang saya dapatkan di Kampung Paniis. Begitu banyak pengalaman dan cerita baru yang saya dapatkan di kampung ini. Ramah, baik, dan sopan itulah warga Kampung Paniis yang menyambut saya beserta rombongan dengan baik.

Tak terasa, waktu pun berputar begitu cepat. Baru saja tiba di kampung ini, dan kami pun harus pergi meninggalkannya kembali. Lantaran, kami harus pergi melakukan kegiatan baru di Pulau Badul. Sampai jumpa warga Paniis, terimakasih untuk cerita dan pengalaman barunya. (Cerita ini dikirim oleh Dian Lestari – Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya