Ayah Sosok yang Kucintai Setelah Tuhan

Foto ayah basah kuyup
Sumber :
  • Dok. Imgur

VIVA.co.id - Suara gemericik air setiap pagi, menandakan Ayah sudah terbangun dari tidurnya. Suara bising beradunya piring dan sendok sontak menyadarkan tentang apa yang sedang dikerjakan Ayah saat itu. Tidak, Ayah sedang tidak mencuci piring bekas makannya sendiri, melainkan mencuci piring sisa dari bekas makan seluruh penghuni rumah semalam.

Walaupun hidup Ayah terus menerus dikejar waktu untuk mencari nafkah, Ayah masih sempat-sempatnya melakukan seluruh rutinitas yang seharusnya dikerjakan seorang Ibu. Alasan utamanya karena Ayah tidak ingin melihat Ibu marah saat terbangun melihat tumpukan piring-piring berantakan.

Ayah adalah anak pertama entah dari berapa bersaudara. Ayah sudah diasingkan oleh keluarganya semenjak kecil. Terlahir sebagai sosok yang terbuang, membuat Ayah terbentuk sebagai laki-laki pekerja keras. Ini alasanku tidak mengetahui segalanya tentang Ayah. Takut menggores luka lamanya jika menggali lebih jauh tentang masa lalunya.

Ayah secara tidak sengaja tergambarkan sebagai sosok nomor dua setelah Tuhan. Sedikit keinginan mulia dibalik cara yang tidak biasa dilakukan kebanyakan Ayah lain pada umumnya, itulah yang membuat Ayah dihormati oleh keluarganya. Keinginannya sederhana, Ayah hanya ingin melihat anak dan istrinya bahagia. Dengan tangan yang sedikit mengerut termakan air, Ayah mengetuk setiap pintu kamar untuk membangunkan anak-anaknya agar tidak terlambat melakukan aktivitas.

Namanya R Eddy, laki-laki kelahiran Solo pada tanggal 29 Juni 1956 ini sebenarnya seorang keturunan darah biru. Tapi kenyataan hidupnya tidaklah sebiru garis keturunannya. Ayah sudah terbiasa hidup sederhana, bahkan bisa dibilang hidupnya berkekurangan. Sarapan dengan sebutir telur pun rasanya sudah sangat nikmat bagi Ayah. “Dulu waktu Ayah kecil, sebutir telur itu bisa untuk makan seluruh keluarga. Bukan sebutir untuk satu orang, tapi sebutir itu dipotong kecil-kecil untuk dimakan seluruh keluarga," ucap Ayah dengan sedikit tersenyum.

Ayah tidak pernah menyerah dengan keadaan hidupnya saat itu, dengan berbekal kepandaian bermain alat musik, Ayah melanjutkan masa mudanya sebagai pengajar musik di kampung halamannya. Dari jenjang bangku sekolah sampai perguruan tinggi pernah mempercayai Ayah untuk menempati posisi sebagai pengajar musik. Bagi Ayah, menjadi pengajar musik bukanlah suatu hal yang membuatnya malu. ”Walaupun penghasilan sebagai pengajar musik itu pas-pasan, tapi juga harus punya kemampuan tersendiri untuk bisa mengajar, yang penting bukan menjadi pengamen," ucap Ayah dengan sedikit nada tegas.

Karena alasan Ayah sangat kuat untuk memajukan ekonomi hidupnya, dengan hanya berbekal kepandaian bermain musik, Ayah memutuskan dan memberanikan diri hijrah ke Jakarta, menantang kejamnya ibukota. Di Jakarta, Ayah memiliki orang tua angkat, yang tidak lain adalah rekanan dari orang tua kandungnya semasa di kampung halaman. Sayang di sayang, orang tua angkat Ayah harus berpulang kerumah Tuhan dalam pertemuan yang bisa dibilang cukup singkat pada saat itu.

Setelah meninggalnya orang tua angkat Ayah, Ayah pun akhirnya memutuskan untuk angkat kaki dari rumah orang tua angkatnya. Alasanya, karena Ayah dianggap ingin menguasai harta warisan orang tua angkatnya sendiri.

Setelah angkat kaki dari rumah orang tua angkatnya, Ayah tinggal dan melanjutkan hidup dari petak ke petak rumah di pinggiran Jakarta. Sampai tiba pada saatnya Ayah diperkenalkan dan menikah dengan seorang perempuan yang sekarang menjadi Ibu dari anak-anaknya. Saat itu penghasilan yang Ayah peroleh hanya dari pentas ke pentas musik saja.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Ayah dipercayakan sebagai juri tamu dalam beberapa acara musik tradisional di Jakarta. Penghasilan yang didapat memang tidak seberapa, tapi cukup bagi Ayah untuk membayar sewa kontrakan rumah petak yang ia tempati dan membeli kebutuhan hidup seadanya.

Merasa sudah mulai jarang job yang Ayah terima, dan dituntut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, Ayah memutuskan untuk mencari pekerjaan tetap. Lamaran demi lamaran Ayah ajukan ke beberapa perusahaan di Jakarta. Tanpa perlu lama menunggu, Ayah langsung mendapat panggilan kerja di salah satu perusahaan swasta. Saat itu jabatannya hanya sebagai karyawan biasa, ruangan yang sempit dan berdebu, juga disertai tumpukan-tumpukan dokumen yang kondisinya sudah mulai using berantakan, menjadi pemandangan yang menyenangkan bagi Ayah. Baginya bisa mendapatkan ruangan kerja pribadi merupakan suatu kebanggan, mengingat saat itu kebutuhan ekonomi sangat sulit diperoleh untuk kebanyakan orang.

Sejak Ayah diterima bekerja untuk pertama kalinya di sebuah perusahaan swasta, hidupnya dihabiskan hanya untuk bekerja pagi dan malam. Ayah memang tipikal orang yang suka bekerja keras. Hampir tidak ada sedikit waktu luang bagi Ayah untuk dapat menghirup udara segar. Berangkat bekerja sebelum matahari terbit, lalu malamnya Ayah masih harus mengambil pekerjaan sambilan. Pekerjaan sambilan Ayah saat itu mengurus lahan-lahan sengketa yang diperebutkan banyak pihak. Ayah dipercaya oleh seorang pejabat pewaris tunggal untuk diperbantukan mengurus kasus pembebasan lahan di tanah sengketa, pejabat itu tidak lain adalah salah seorang atasan di kantor tempat Ayah bekerja.

Dari kasus-kasus yang Ayah menangkan di pengadilan, juga dibantu oleh salah satu kuasa hukum di kantornya, Ayah mendapatkan kepercayaan lebih dari atasannya untuk mengurus lebih banyak lagi kasus. Ayah tidak pernah belajar ilmu hukum sebelumnya, keadaan yang membuat Ayah harus mengetahui banyak hal tentang ilmu kehidupan.

Dibimbing oleh salah satu kuasa hukum di kantor tempatnya bekerja, Ayah dipercayakan untuk menangani kasus yang lebih berat. Dalam kasus berat itu Ayah memenangkan sidang putusan, dari lawannya yang tidak lain adalah seseorang yang dikenal telah menduduki peringkat nomor 10 besar sebagai orang terkaya di Indonesia pada saat itu.

Perjuangan Ayah tidak berhenti sampai disitu, dari seorang seniman musik tradisional perlahan reputasinya mulai berubah dan berkembang. Ayah kini dikenal sebagai orang yang serba bisa di lingkungan kerjanya. Sampai pada suatu hari, Ayah mengikuti sebuah sayembara yang terbuka untuk umum dari seorang atasanya. Sayembara yang dimaksud adalah, bagi siapapun yang bisa mempertemukan kepala atasan di tempat Ayah bekerja dengan Presiden Republik Indonesia ke-6, saat itu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, maka akan mendapatkan reward atau imbalan yang cukup menjanjikan.

Awalnya Ayah tidak percaya diri bisa memenangkan sayembara tersebut, melihat bahwa dirinya hanyalah orang biasa dan lawan bersaingnya adalah orang-orang yang memang ahli di bidangnya. Tapi rasa tidak percaya diri bukan berarti bisa membuat Ayah harus berhenti berusaha. Padatnya jam terbang seorang Presiden Republik Indonesia dan banyaknya saingan orang-orang hebat saat itu tidak membuat Ayah menyerah. Ayah benar-benar seorang pekerja keras, tidak henti-hentinya mencari cara agar bisa mencuri secuil waktu seorang pejabat tinggi negara, walaupun Ayah sadar peluang untuk memenangkan sayembara ini sangatlah kecil.

Akhirnya surat resmi secara dinas dari staf kepresidenan sampai ke meja kerja Ayah. Ayah benar-benar tidak percaya, bahwa surat yang ia ajukan adalah satu-satunya surat yang disetujui oleh staf kepresidenan. Ayah mencoba mengklarifikasi apakah surat tersebut benar dari staf kepresidenan atau bukan. Perasaan tidak percaya membuat Ayah terus bertanya-tanya, mengingat pesaing-pesaing hebatnya di luar selalu mengatakan, tidak ada peluang untuk mendapatkan waktu dari seorang Presiden Republik Indonesia.

Keesokan harinya, Ayah mendapatkan panggilan dari kepala atasan di tempatnya bekerja. Ayah tidak mengetahui alasan kenapa dia dipanggil  secara mendadak. Ternyata hanya ucapan terima kasih yang ingin disampaikan kepada Ayah. Rasa syukur Ayah panjatkan karena berhasil memenangkan sayembara yang sebelumnya terlihat hampir tidak mungkin dimenangkan. Simbol dari reward atau imbalan yang sebelumnya dijanjikan pun segera diberikan kepada Ayah.

Hari dimana sejak Ayah memenangkan sayembara, Ayah sudah tidak lagi bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasata itu. Kini Ayah diangkat sebagai rekanan kerja yang dianggap ikut membantu memajukan perusahaan tersebut, dan memiliki sebuah ruangan kerja baru yang lebih besar yang khusus diberikan untuk Ayah oleh atasannya.

Kini, Ayah juga tidak perlu lagi repot-repot membereskan barang-barang untuk pindah dari petak ke petak rumah lainnya, karena sekarang Ayah sudah bisa memiliki sebuah rumah tinggal tetap dari hasil jerih payahnya selama ini, untuk kami sekeluarga. (Cerita ini dikirim oleh Michael Rizky Syailendra – Jakarta)

Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016