- ANTARA/Saptono
VIVA.co.id - Mentari masih bermain bersama bintang
Udara masih berayun dengan debu
Air masih memunggungi tanah yang memohon
Langit masih enggan memberi titiknya yang dirindu bumi
Apa yang salah dengan hijau dan batang kokoh?
Apa yang salah dengan rimba dan primadonanya?
Apa yang salah dengan keberadaan rindangnya yang memanjakan kornea?
Apa yang salah dengan wadahnya? Mengapa harus terenggut?
Keegoisan menyergap nalar hingga mengkabuti hati
Keuntungan sepihak menciptakan ribuan kerugian
Mereka, raga dan jiwa tak berdosa
Menanggung perih dan derita dari keuntungan sepihak yang coba diraih
Di mana letak merah muda kaum berdasi?
Ketika perlahan asap merenggut populasi kaum awam
Yang tak paham mengapa langit birunya perlahan mengabu
Akankah langit mengiba?
Detik terus berganti, namun si merah masih berkelana dengan ganasnya
Menciptakan ribuan, bahkan jutaan asap di langit Kalimantan
Konsekuensinya, generasi muda terhenti langkahnya menapaki asa
Banyak manusia tertutup dini usianya karena keuntungan sepihak
Tanggung jawab rasanya seperti bola sepak
Di mana peranan si seragam berpangkat bintang?
Mengapa langkahnya bagaikan siput dan kura-kura
Sesulit itukah?
Untukmu, yang saat ini mengemban angka pertama
Langit Kalimantan adalah bagian dari langit jajahanmu
Bisakah sedikit menoleh?
Urusanmu bukan hanya tentang tikus-tikus kantor
Akan tetapi, juga tentang semut-semut yang kini terancam punah.
(Puisi ini dikirim oleh Ira Wahyuni Salam)