Epileptikus Renggut Masa Kanak-kanak Yoga
VIVA – “Dalam seminggu, Yoga harus diterapi sebanyak tiga kali. Sedangkan, untuk sekali terapinya kami mesti mengeluarkan biaya seratus ribu rupiah. Bapaknya hanyalah seorang kuli panggul, dan saya tidak berpenghasilan. Hanya bisa menemani Yoga terapi seminggu sekali saja,” ungkap Hernawati, ibunda Yoga.
Yoga merupakan anak bungsu dari pasangan Hernawati dan Yusri. Yoga mempunyai seorang kakak bernama Herlina (13) yang selalu telaten merawat Yoga ketika ibundanya mengajar mengaji di rumahnya. Sudah 10 tahun Yoga menderita penyakit epileptikus atau penyakit kejang yang membuat bocah 10 tahun ini tidak dapat tumbuh besar, berbicara, berjalan maupun merangkak. Ia hanya bisa berbaring, menangis jika lapar atau ingin buang air besar layaknya seorang bayi.
Menurut Hernawati, kejang yang diderita Yoga bermula ketika ia berusia 3 bulan. Dari situ, Yoga sering mengalami kejang yang membuat keluarganya sangat cemas. Dalam seminggu, putra bungsunya bisa mengalami kejang sebanyak tiga sampai lima kali. Kejang tersebut tampak sangat menyiksa Yoga kecil.
Yoga pun pernah dibawa ke rumah sakit dan menjalani terapi laser. Namun, hal tersebut tidak berdampak apa-apa. Hanya rasa sakit yang dialami Yoga usai melakukan terapi tersebut. Akhirnya, Hernawati mulai mencari tempat terapi untuk penderita epileptikus. Ia pun dapat dan memilih tempat terapi tersebut meski biaya yang dikeluarkan sangatlah berat menurut mereka.
“Kami akan melakukan segala cara untuk menyembuhkan Yoga. Kasihan dia. Di saat teman-teman seusianya bermain, ia hanya bisa berbaring. Tapi saya bersyukur, meskipun kondisi Yoga memprihatinkan, namun dia selalu tersenyum bahkan tertawa seperti orang normal pada umumnya,” papar Hernawati.
Hernawati mengatakan bahwa dalam seminggu si bungsu harus diterapi sebanyak tiga kali. Namun, karena penghasilan suaminya yang hanya Rp350 ribu per minggu, membuatnya hanya bisa menerapi sekali dalam seminggu.
“Alhamdulillah, meski hanya seminggu sekali namun banyak sekali perubahan yang terjadi pada Yoga. Setelah terapi, kejang Yoga berkurang dan Yoga sekarang sudah bisa duduk,” ujar Hernawati.
Ia pun menambahkan, sisa penghasilan suaminya dipakai untuk keperluan Yoga seperti popok, susu, dan vitamin. Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari, ia menggunakan uang dari sisa kebutuhan Yoga. “Iya sisanya enggak banyak, namun dicukup-cukupi. InsyaAllah, Allah mencukupi,” terangnya.
Hernawati merupakan salah satu warga Jalan Hj. Sulaeman 1, Lingkungan 2 RT06, Kelurahan Keteguhan, Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung yang telah menginspirasi Rumah Yatim Lampung. Di saat kondisinya sedang dilanda kesusahan, ia tetap sukarela mengajarkan puluhan muridnya mengaji dan ilmu agama.
Hernawati sangat mengharapkan bantuan dari para dermawan di Indonesia. Ia berharap masyarakat dapat membantu biaya alternatif dan kebutuhan Yoga. Ia berharap Yoga bisa sembuh dari epileptikusnya dan bisa beraktivitas layaknya anak seusianya.
“Saya ingin sekali Yoga diterapi seminggu tiga kali dan bisa mengonsumsi susu dan vitamin dengan kualitas baik, agar dia bisa bicara dan berjalan. Karena menurut dokter, jika Yoga rutin terapi seminggu tiga kali, maka kemungkinan besar ia bisa berbicara dan berjalan. Semoga Allah memberikan kesempatan Yoga sehat, dapat bicara dan jalan,” harap Hernawati.
Dalam upaya meringankan beban Hernawati dan menyembuhkan si bungsu Yoga, Rumah Yatim area Lampung yang dimotori Herman selaku kepala cabangnya mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menyisihkan rezekinya. Total dana yang dibutuhkan Hernawati dalam seminggu itu Rp500 ribu. Dan dalam satu tahun, Hernawati membutuhkan dana sebesar Rp26.500.000. (Tulisan ini dikirim oleh Sinta Guslia)