Pendidikan Agama sebagai Pembentuk Karakter Bangsa

Ilustrasi
Sumber :
  • vstory

VIVA.co.id – Wacana tentang penghapusan mata pelajaran pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan di lembaga sekolah menuai banyak penolakan dari berbagai pihak, baik itu masyarakat maupun elite pemerintahan.

Hard Gumay Ramal Kasus Hukum Chandrika Chika, Warganet: Gila, Ilmunya Dalem Banget

Wajar saja jika ditolak, pasalnya adanya pelajaran agama di sekolah, generasi muda masih jauh sekali dari harapan. Bagaimana jadinya jika pelajaran pendidikan agama benar dihapuskan?

Maraknya dekandensi moral, dilatarbelakangi oleh kurangnya akhlak atau karakter yang bersifat agamis pada diri seseorang. Jika seseorang mampu menanamkan jiwa yang beragama dengan baik, maka ia akan dapat menjalani kehidupan multikultural dengan positif.

Galih Loss sudah Minta Maaf soal Video 'Serigala', Polisi beri Jawaban Menohok

Lain halnya jika sebaliknya, seseorang jika kurang berkarakter agamis maka akan dengan mudah melakukan akhlak negatif.

Di Indonesia ini, sistem pendidikan diatur sedemikian rupa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penghulu dan Penyuluh Dilibatkan Sebagai Aktor Resolusi Konflik Berdimensi Agama

Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah jelas bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Itu artinya, pendidikan agama memiliki peran penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa.

Pendidikan agama sebagai pelopor keilmuan memiliki potensi yang besar dalam menanggulangi degradasi karakter individu. Pribadi yang agamis akan mampu meminimalisir akibat buruk arus yang berkembang di zaman ini. Karakter ini harus dibentuk sejak dini, baik di lingkungan keluarga, maupun pendidikan formal dan non-formal.

Pendidikan Karakter

Menurut Ramli, pendidikan karakter adalah metode pendidikan yang mempunyai makna serta esensi yang serupa dengan pendidikan moral atau pendidikan akhlak.

Sedangkan menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter merupakan komponen pendidikan dalam upaya pembentukan kepribadian yang baik pada seseorang dengan menerapkan pendidikan yang budi pekerti, kemudian hasilnya diharapkan dapat terlihat melalui tingkah laku dari orang tersebut, seperti tingkah laku yang baik atau positif, jujur serta bertanggung jawab, menghargai dan menghormati hak yang dimiliki orang lain, memiliki tekad untuk kerja keras, dan lain-lain.

Pendidikan Agama sebagai Pembentuk Karakter

Fenomena dekadansi moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat ataupun di lingkungan pemerintahan semakin meningkat. Korupsi, kriminalitas, pelanggaran HAM, kekerasan pada anak, free sex, narkoba, dan lain sebagainya, menjadi bukti bahwa telah terjadi krisis karakteristik pada bangsa Indonesia.

Pendidikan karakter menjadi sebuah solusi yang tepat atas permasalahan-permasalahan di atas dan lembaga pendidikan sebagai media untuk mewujudkan cita-cita bangsa harus segera mengupayakan program-progam perbaikan, baik yang bersifat preventif maupun kuratif.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam melakukan pendidikan karakter di lembaga pendidikan adalah mengoptimalkan pembelajaran materi pendidikan Agama.

Peran pendidikan agama khususnya pendidikan agama Islam sangatlah strategis dalam mewujudkan karakter individu. Pendidikan agama merupakan media transformasi pengetahuan dalam aspek keagamaan (aspek kognitif), sebagai media transformasi norma serta nilai moral untuk membentuk sikap (aspek afektif), yang berperan dalam mengendalikan perilaku (aspek psikomotorik) sehingga tercipta kepribadian individual yang utuh.

Menurut Permendiknas Nomor 22 tahun 2006, Pendidikan agama Islam diharapkan mampu menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak mulia, akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan.

Melalui pembelajaraan pendidikan agama Islam, siswa diajarkan tentang aqidah sebagai dasar keagamaannya, diajarkan al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidupnya, diajarkan fiqih sebagai rambu-rambu hukum dalam beribadah, diajarkan tentang sejarah sebagai keteladanan hidup, dan diajarkan tentang akhlak sebagai pedoman dalam berperilaku kepada Tuhannya dan sesama manusia.

Menyikapi kondisi riil yang terjadi di Indonesia saat ini, salah satu upaya yang dapat segera dilakukan adalah memperbaiki kurikulum dalam sistem pendidikan nasional yang mengarah pada pendidikan karakter secara nyata, bukan hanya menitik beratkan pada nilai rapor saja.

Selama ini, proses pembelajaran yang terjadi adalah hanya berfokus pada kemampuan kognitif saja, sehingga ranah pendidikan karakter yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional justru dinomorduakan.

Hal ini terbukti bahwa syarat kelulusan di suatu lembaga pendidikan adalah hasil Ujian Nasional yang presentasenya lebih banyak daripada hasil evaluasi secara menyeluruh terhadap semua mata pelajaran.

Pendidikan karakter bukanlah sebuah materi yang hanya bisa dicatat dan dihafalkan serta dapat dievaluasi dalam jangka waktu yang pendek, melainkan pendidikan karakter merupakan sebuah pembelajaran yang dapat diterapkan dalam semua kegiatan siswa baik di sekolah, lingkungan masyarakat dan di lingkungan keluarga melalui proses pembiasaan, keteladanan, dan dilakukan secara kontinyu.

Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan karakter menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintahan, sekolah, masyarakat, dan orang tua.

Catatan Penting

Tolok ukur dari keberhasilan pendidikan karakter adalah terbentuknya individu yang berkarakter, berakhlak, berbudaya, religius, santun, kreatif dan inovatif, sehingga evaluasi dari keberhasilan pendidikan karakter ini tidak dapat dinilai dengan tes formatif yang dinyatakan dengan angka.

Penanaman pendidikan agama pada generasi muda tidak akan berjalan secara optimal jika tidak dibarengi dengan kerjasama antara semua pihak. Oleh karena itu, pemerintah, tokoh agama, masyarakat, pendidik, dan juga orang tua harus memiliki perhatian yang lebih agar generasi bangsa Indonesia adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak mulia.

Pemerintah merupakan komponen yang sangat vital dalam kegiatan pembentukan karakter bangsa. Para aparatur negara sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan yang juga berperan sebagai penentu berhasilnya pembangunan karakter bangsa.

Selain itu, pemerintah dikenal sebagai pemimpin masyarakat akan selalu dicontoh. Oleh karena itu, pemerintah memiliki peran keteladanan yang sangat kuat. Maka para elit pemimpin dan elit politik haruslah mencerminkan karakter yang baik.

Perilaku pemerintahan, guru, maupun orang tua adalah cermin pembelajaran yang berharga bagi generasi bangsa. Ketiganya harus menerapkan prinsip “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Ketiganya merupakan role model yang akan ditiru oleh para generasi mendatang. (Endah Fitrianingsih, Aktivis Kohati HMI Komisariat Iqbal Walisongo Semarang).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.