Menjadi Santri Canggih

Ilustrasi
Sumber :
  • vstory

VIVA – Santri berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “susantri” yang berarti pelajar agama. Santri merupakan pelajar yang mempelajari ilmu agama, syariat-syariat Islam serta selalu membawa, membaca dan mempelajari Alquran.

Nikah Beda Agama, 5 Artis Ini Jalankan Puasa Ramadhan Tanpa Pasangan

Pada saat Budha dan Hindu masuk ke Indonesia dan membawa pengaruh yaitu, santri disebut dengan kata “Cantrik” yang memiliki arti berdiam diri di dalam suatu asrama yang sering kita dengar dengan kata pesanteren bersama seorang guru untuk belajar dan memperdalam ilmu keagamaan.

Santri zaman dulu dan santri zaman sekarang (now) memiliki tipikal yang sama dan berbeda. Santri zaman dahulu memiliki sifat yang tidak akan melakukan sesuatu tanpa adanya perintah. Karena, mereka masih butuh pengawasan dan didikan dari guru dan senior. Maka dari itu mereka harus selalu didampingi dan diawasi.

Menteri PPPA Bantah Tudingan soal Kasus Perundungan di Pesantren Meningkat

Sedangkan, santri zaman sekarang memiliki sifat yang melakukan segala sesuatu dengan sendirinya, tanpa menunggu instruksi atau perintah. Karena, mereka tipe yang telah menyadari tugas dan kewajibannya.

Pertama, kebanyakan santri zaman sekarang tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu teknologi. Hal itu terjadi karena, santri hanya mempelajari kitab dan memperdalam ilmu agama saja, tanpa mempelajari ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu teknologi (IT).

Klarifikasi Sutradara Film Menjelang Magrib Bukan Eksploitasi Agama, Tetapi Isu Sosial

Alasannya, karena di pondok tersebut tidak menerapkan program pembelajaran mengenai ilmu teknologi dan jumlah komputer yang masih sedikit. Kebanyakan pesantren hanya menerapkan pembelajaran mengenai keislaman. Akibatnya, kemampuan santri dalam ilmu teknologi tidak ada.

Kedua, santri zaman sekarang juga tidak memiliki kemampuan dalam berbisnis atau berwirausaha. Sehingga membuat para santri tidak pandai dalam hal bisnis dan berwirausaha.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena pesantren tidak mengajari ilmu-ilmu bisnis dan pesantren tidak menyediakan wadah atau tempat bagi santri, untuk mengasah kemampuan diri mereka dalam berbisnis dan berwirausaha.

Ketiga, kurangnya kemampuan dan keminatan santri dalam menulis artikel atau opini populer. Hal itu disebabkan oleh pesantren yang tidak mengadakan program menulis artikel. Sebenarnya hal itu bisa memberi manfaat agar melatih pemikiran santri dalam mengemukakan opini atau pendapat mengenai permasalahan yang terjadi di dunia, mengetahui realitas dan idealitas dari suatu masalah serta dapat meningkatkan minat membaca untuk para santri.

Dengan banyak membaca dan menulis dapat menambah ilmu pengetahuan yang tidak diketahui sebelumnya dan ilmu itu semakin melekat dalam otak.

Keempat, kurangnya kemampuan santri dalam bertenak atau memelihara hewan ternak dan bercocok tanam. Penyebabnya, pesantren tidak menanamkan kecintaan dan kebiasaan dalam diri santri untuk bertenak dan bercocok tanam, yang mengakibatkan santri itu gengsi dalam hal berternak dan bercocok tanam.

Sebenarnya hal itu dapat memberikan manfaat agar santri dapat mengetahui cara-cara merawat hewan dengan baik, mulai dari mengetahui cara memberi makan, mengetahui keadaan tubuh hewan, sampai mengetahui proses-proses hewan tersebut berkembang biak.

Banyak cara yang bisa digunakan untuk menjadikan santri milenial untuk menjadi santri canggih. Salah satunya dengan cara membekali santri milenial dengan perkembangan teknologi yang sudah maju dan menyadarkan santri bahwa perkembangan teknologi yang dapat memudahkan santri dalam berkomunikasi dan mencari informasi.

Kemeterian agama (Kemenag) telah membuat aplikasi telpon genggam yang bernama Isantri, yang mana aplikasi tersebut sebagai sarana yang dapat memberi informasi kepada santri dalam membantu akselerasi proses belajar.

Aplikasi isantri tersebut dirancang sebagai perpustakaan digital, yang mana santri bisa mencari, meminjam dan membaca buku serta kitab melalui aplikasi tersebut. Bukan hanya santri, bahkan masyarakat awam pun bisa menggunakan aplikasi isantri tersebut.

Dengan demikian santri dapat dengan mudah mencari, meminjam dan membaca kitab dengan cara yang lebih praktis tanpa perlu pergi ke perpustakaan pondok, sekolah dan perguruan tinggi. Dengan adanya aplikasi tersebut dapat membuat santri paham mengenai ilmu teknologi dan digitalisasi di zaman modern ini dan tidak lagi menjadikan santri bodoh serta kudet akan ilmu-ilmu teknologi.

Santri juga harus lebih canggih, tidak hanya paham ilmu agama dan membaca Alquran saja, tetapi juga harus peka dengan situasi kekenian dan kondisi tatanan masyarakat dan keadaan yang berkembang dari segi ilmu pengetahuan seperti, ilmu teknologi, ilmu politik, ilmu social, ilmu ekonomi, budaya, ilmu bisnis dan ilmu perternakan. Sehingga santri dapat memberikan solusi keagamaan untuk setiap problematika kebangsaan dan kenegaraan yang terjadi di Negara ini.

Ada beberapa cara untuk menjadi santri canggih, yaitu dengan mengembangkan kemampuan menulis artikel, agar tidak hanya menjadi santri yang paham ilmu agama.

Tetapi bisa menjadi santri yang alim dan penulis yang handal. Di samping menjadi santri, kita bisa juga menjadi penulis dengan menuliskan berbagai masalah yang di lingkungan pondok maupun luar pondok.

Dengan menulis juga dapat menambah keinginan santri untuk membaca dan melatih kemampuan santri dalam memberikan pendapat mengenai problematika yang ada di Negara ini. Dengan menulis juga dapat melekatkan ilmu yang telah dibaca dan ditulis.

Janganlah menjadi santri yang hanya paham akan ilmu agama, mahir dalam membaca Alquran dan rajin beribadah saja.

Jadilah santri yang canggih, yang bisa melakukan segala pekerjaan. Seperti, mahir dalam ilmu teknologi, ilmu umum lainnya, bisa menulis, berternak dan bercocok tanam. Karena santri juga merupakan sebagai penerus bangsa ini, jika santri hanya paham akan ilmu agama dan tidak paham ilmu-ilmu lainnya, maka siapa lagi yang akan mengajarkan calon penerus setelahnya.

Jadilah santri yang canggih, yang mahir akan ilmu agama dan ilmu umum. Serta seimbangkanlah segala pekerjaan dunia dan akhirat, agar kita tidak terjerumus ke dalam kebohongan serta kelicikan yang ada di Dunia dan kita juga bisa terselamatkan dari azab yang ada di Akhirat kelak.

(Penulis: Saidah Marifah Mz, Wasekum PTKP HMI Komisariat FITK Walisongo Semarang)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.