Penyakit Ghirah, Penyakit yang Bagaimana?

ghirah
Sumber :
  • vstory

VIVA - Penyakit yang muncul karena seseorang merasa bahwa dia termasuk orang-orang yang takut adzab Allah, padahal pada hakikatnya dia adalah orang-orang yang merasa aman dan tidak takut dengan adzab Allah.

Viral, Pendeta Ini Ajak Jemaat War Takjil: Soal Agama Kita Toleran, Kalau Soal Takjil Kita duluan

Menurut al-Muhasibi, orang yang terkena penyakit ghirah adalah orang yang melihat perbuatan buruk sebagai perbuatan yang terpuji. Merasa berada dalam golongan orang-orang yang ikhlas, padahal pada hakikatnya dia masih termasuk orang yang suka berbuat riya’.

Dalam hal ini, mereka melihat perbuatan yang menyebabkan hukuman Allah turun kepada mereka sebagai rahmat yang diberikan kepada mereka.

Perjalanan Spiritual Mohamed Salah, Dari Keraguan Menjadi Inspirasi

Penyakit ghirah terbagi menjadi dua, ada yang ghirah dengan ilmu dan ada yang ghirah dengan amal ibadah. Adapun yang ghirah dengan ilmunya mereka terpedaya dengan riwayat dan hafalannya. Mereka terpedaya dengan pengetahuan tentang halal dan haram, juga ada yang terpedaya dengan pengetahuannya tentang amalan-amalan yang bisa mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya.

Dan untuk yang ghirah dengan amal ibadahnya, mereka terpedaya dengan uzlah yang mereka kerjakan, terpedaya dengan zuhud, tawakkal, haji, dan terpedaya karena mereka mengikuti perang bersama Nabi.

Terungkap Alasan Denny Sumargo Belum Pilih Mualaf Meski Rajin Baca Al Quran

Mulai dari yang pertama, yaitu orang yang terpedaya dengan ilmu. Untuk sembuh dari penyakitnya, seseorang harus ingat bahwa dengan ilmu dan kemampuan yang dimilikinya. Ia telah memikul tanggungjawab yang besar dan berat.

Karena dengan ilmu itu, dia akan ditanya tentang ilmunya pada hari kiamat, yaitu untuk apa saja ilmu itu? Apakah dia infakkan ke jalan Allah, atau tidak? Maka dari itu, dikatakan bahwa ilmu adalah suatu yang berat yang nanti harus dipertangungjawabkan di hadapan Allah swt.

Setelah mengetahui hal-hal itu, seseorang akan sadar dan akan berhati-hati dengan ilmu yang dimilikinya, dia infakkan dan pergunakan dengan baik di jalan Allah seperti yang telah diperintahkan Allah kepada semua orang yang berilmu.

Dengan begitu, dia akan mengetahui bahwa dengan ilmunya, ia akan menaati perintah-perintah Allah dengan ilmunya, takut akan hukuman Allah dengan ilmunya, dan mengharapkan pahala Allah dengan ilmunya pula.

Maka, dialah orang yang mengetahui dan menghafal ilmu sampai memahami maknanya, sehingga dapat diamalkan dalam perbuatan. Karena perlu diketahui bahwa ilmu dan hafalan ilmu yang dimiliki tidak akan ada manfaatnya tanpa pengamalan.

Sehingga “keinginan dalam berbuat” belum bisa dikatakan sebagai “perbuatan” karena belum terlaksana. Dan para ulama berpendapat bahwa orang yang bodoh lebih baik dari pada mereka yang terpedaya oleh hafalan dan ilmu yang mereka miliki, sehingga mereka tidak mengamalkan hafalan dan ilmu mereka. Dan inilah yang dikatakan oleh Ibnu al-Qayyim dengan “Jahlu al-‘Amal” atau kebodohan dalam berbuat.

Kemudian, yang kedua adalah kelompok yang terpedaya dengan amal ibadah mereka, seperti terpedaya karena pernah mengikuti perang bersama Rasulullah, terpedaya karena pernah menunaikan haji, terpedaya karena pernah shalat malam, terpedaya karena puasa yang dilakukannya, dan lain sebagainya.

Ada orang yang terpedaya karena perasaannya telah hidup zuhud dan wara’, yaitu dengan mengurangi makannya secara berlebihan dan tidak peduli dengan kebersihan dan kerapian pakaian yang dikenakannya sehari-hari.

Maka cara mengobatinya, dia harus sadar dan memikirkan kembali tentang perbuatannya yang bisa mengganggu kesehatannya. Yaitu, apakah dengan mengurangi jatah makan harian akan membuatnya kesakitan atau tidak?

Apakah pengurangan jatah makan tersebut akan berlawanan dengan kehendak hati? Maka apabila pengurangan jatah makan itu membuat sakit dan berlawanan dengan kehendak hati, dia harus meninggalkannya. 

Kemudian perlu juga diingat bahwa Allah akan mengadzab mereka yang banyak makan tanpa ada rasa takut di hatinya.

Maka yang bisa diambil untuk dijadikan pelajaran di sini adalah tidak boleh terlalu sedikit makan yang dengannya bisa membuat seseorang sakit, dan juga tidak boleh terlalu banyak makan sampai membuat rasa takutnya kepada Allah hilang, tetapi dalam hal ini, Islam menganjurkan kepada pemeluknya untuk bertawassuth, atau makan dengan selayaknya saja, sesuai dengan kadar masing-masing.

Kemudian masih pada terpedaya dengan amal ibadah, yaitu mereka yang terpedaya dengan amalan ‘uzlahnya. Padahal pada hakikatnya, dia hanya ingin menjauh dari masyarakat dan ingin ketenaran dihadapan manusia.

Maka, untuk mengobatinya ialah dengan cara menyadari atau mengetahui bahwa amal uzlah yang dilakukan akan sia-sia dan tidak akan mendatangkan manfaat sedikitpun.

Oleh karena itu, ntuk mengobati orang yang terpedaya karena amalan-amalan di atas yaitu dengan cara selalu siaga dengan nafsunya, dengan cara mengetahui, menyadari bahwa dia telah menyibukkan dirinya dengan ibadah yang tidak wajib (nafilah). dan meninggalkan ibadah yang wajib. Dan setelah itu dia akan meninggalkan seluruh yang dilarang Allah dan melaksanakan yang diperintahkan-Nya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.