Tradisi dan Filosofi dalam Kebudayaan Sajen Among di Jawa

contoh sajen yang digunakan dalam tradisi among sumber: cendananews.com
Sumber :
  • vstory
Terungkap 3 Alasan Iran dan Arab Saudi Saling Bermusuhan, Isu Agama Paling Kuat

VIVAAgama dan budaya memiliki hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan. Meskipun agama memiliki tingkatan lebih tinggi dibandingakan dengan budaya, namun kedudukannya dalam masyarakat sangatlah erat karena dalam pelaksanaannya saling beriringan satu sama lain.

Begitu pula dengan tradisi among yang ada dalam masyarakat. Among merupakan tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Islam NU (Nadhatul Ulama) yang berada di Pulau Jawa.

Deretan Negara Paling Tak Percaya Tuhan di Dunia, Mayoritas di Benua Asia!

Tradisi among dilaksanakan pada hari-hari tertentu. Tradisi ini dilakukan dengan menyajikan beberapa minuman dan juga makanan yang diiringi dengan sajen bunga tabur pada saat mengunjungi makam.

Dalam pelaksanaannya, tradisi among dibuat setiap hari Jumat legi. Jumat legi sendiri dalam tradisi Jawa memiliki kesakralan tertentu. Orangtua pada umunya akan melarang anaknya untuk bepergian jauh pada hari tersebut, hal itu karena mereka percaya bahwa hari Jumat legi bisa menjadi hari sial untuk sebagaian orang.

Alvin Lim Kecam Pendeta Gilbert Lumoindong yang Singgung Zakat dan Salat

Ditambah lagi, setiap hari Jumat legi diyakini bahwa arwah keluarga yang telah meningggal akan pulang menuju rumah masing-masing. Oleh karena itu penyambutan kepulangan arwah setiap malam Jumat legi biasanya disambut dengan makanan, minuman dan juga bunga sekar yang diletakkan pada kamar maupun ruang tamu.

Bersatunya Kebudayaan dan Agama

Setelah pembuatan “ among”, makanan-makanan serta bunga tersebut tak hanya diletakkan tanpa melakukan apapun. Penyatuan agama dan tradisi melebur pada bagian ini, karena among yang dibuat kemudian dibarengi dengan pembacaan doa.

Doa yang dibacakan biasanya doa yang dibaca saat acara tahlil (pembacaan surat yang ditujukan untuk sang mati). Di sini agama berusaha menjelaskan wahyu yang berasal dari Tuhan dan menjadi pedoman bagi penganutnya, sedangkan kebudayaan menjadi tata cara dalam masyarakat dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam hidup.

Kebudayaan diciptakan oleh pikiran manusia dan pikiran manusia tetaplah sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan. Tradisi among menjadi salah satu bentuk pemujaan kepada Tuhan yang Maha Esa.

Meskipun sajen yang dibuat ditujukan untuk arwah sang mati, namun inti dari kegiatan ini sama yaitu berdoa kepada Tuhan untuk memohon pengampunan terhadap orang-orang yang telah meninggal.

Kegiatan-Kegiatan Pada Hari Jumat Legi

Menurut Koentjoningrat nilai budaya orang Indonesia mengandung 4 (empat) konsep, yakni: manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini, manusia pada hakikatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada sesamanya. 

Manusia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya, Manusia selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat konform (Bintarto, 1980:24).

Sebagai manusia yang tidak dapat hidup sendiri maka ia harus megikuti norma maupun etika yang berada di lingkungannya. Apa yang dihormati dalam suatu tradisi, maka sebagai manusia sosial harus turut menghormatinya.

Hal tersebut agar dapat tetap menjaga hubungan baik dengan sesama masyarakat. Sehingga tidak ada timpang tindih yang akan menyebabkan perselisihan.

Pada hari jumat legi, terdapat banyak kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat jawa. Namun tidak semua sama karena sebagian mereka memiliki kepentingan yang berbeda.

Sebagai contoh kepentingan yang berhubungan dengan orang mati. Hal ini banyak dijumpai pada desa-desa di Jawa Timur. Biasanya keluarga yang telah kehilangan anggota keluarganya akan melakukan kerja bakti membersihkan makam dan juga jalanan sekitar makam.

Selain kegiatan kerja bakti, terdapat kegiatan seperti pembuatan among seperti yang akan menjadi pokok kajian tulisan ini. Selain untuk tujuan spiritual, kegiatan among sudah menjadi tradisi yang bertahan hingga saat ini.

Adapun kepentingan lain yang dimaksud adalah kepentingan terhadap benda-benda pusaka. Orangtua dengan kepercayan mereka terhadap benda pusaka akan memandikan pusaka mereka dan juga melakukan selamatan.

Selamatan merupakan kegiatan hajatan seperti pada umumnya, namun makanan-makanan yang diniatkan untuk hajatan ini langsung dibagikan pada tetangga-tetangga mereka.

Keyakinan warga mempertahankan tradisi slametan Jumat Legi memang tidak bisa dihilangkan. Namun selama tujuannya baik, hal tersebut tidak menjadi hal terlarang.

Apalagi kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah untuk memohon keselamatan untuk diri sendiri, keluarga maupun untuk masyarakat luas. Masyarakat Jawa melakukan tradisi ini karena memang keselamatan lahir batin menjadi hal yang harus diusahakan.

Adapun pemberian bunga pada sajen atau juga among memiliki filosofi sebagai keharuman. Keharuman akan membawa suasana yang sejuk dalam kehidupan, baik kehidupan dunia maupun alam arwah.

Filsafat dalam Tradisi “ Among”

Dalam masa sekarang, hukum dalam tradisi pembuatan “among” dapat disaksikan dari aksi atau tindakan nyata masyarakat. Dalam tindakan-tindakan tersebut, siapa yang mengatur akan adanya kegiatan tersebut tepat di malam Jumat legi sehingga masyarakat lain mengikutinya?

Dapat dikatakan tradisi among adalah suatu kearifan lokal. Hal ini karena tradisi ini hanya dilakukan di beberapa wilayah di Pulau Jawa khusunya Jawa Timur. Sebagai kearifan lokal yang telah tergerus oleh zaman, hal tersebut juga dipengaruhi dari berubahnya pemikiran manusia.

Dalam masa sekarang, masyarakat yang telah tua tergantikan dengan manusia yang lebih muda. Perbedaan zaman tentu mempengaruhi pola pikir yang berakibat pada hal yang dianggapnya benar.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kearifan lokal menjadi jejak peninggalan leluhur terdahulu yang menjadi tonggak penting dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat sejak lama.

Filsafat Teleologis

Filsafat menjadi usaha dalam memperoleh pandangan yang luas dan menyeluruh mengenai kehidupan. Dalam kaitannya dengan filsafat, tradisi yang ada dalam suatu masyarakat termasuk dalam hal diskursus mengenai etika, moral dan juga penggolongan mana yang baik dan mana yang buruk.

Pada bagian ini, filsafat sejarah teleologis menjadi ukuran aliran manusia dalam menentukan baik buruknya suatu tindakan.

Secara bahasa, teleologis merupakan akhir, tujuan, ataupun maksud. Teleologis berhubungan dengan alam dan juga pencipta Nya. Agustinus merupakan salah seorang filsuf yang memiliki pandangan mengenai dunia, di mana pandangannya tersebut dituntun sesuatu yang bersifat teleologis.

Begitu pula dengan Aristoteles, ia juga merupakan filsuf dengan aliran etika teleologis. Benar maupun salahnya kehidupan manusia diukur dari tindakan manusia itu sendiri dalam mencapai tujuan akhir dari kehidupan manusia.

Aristoteles mengatakan bahwa akhir dari tujuan manusia yaitu apapun yang mengarah pada sesuatu yang baik.

Apabila kadar tujuan hidup manusia diukur dari perbuatan yang dilakukan, maka dalam tradisi among kita dapat melihat tujuan baik didalamnya. Jika dijelaskan seperti ini, pembuatan among pada hari Jumat legi menghadirkan perasaan peduli dan cinta kembali terhadap keluarga yang telah meninggal.

Kemudian doa yang dipanjatkan kepada Tuhan menggambarkan manusia yang beragama dengan memegang teguh terhadap kepercayaan masing-masing. Dalam filsafat teleologis, maka pikiran manusia dapat mencari jawaban dan juga mengukur benar salah nya suatu tindakan.

Selama tindakan tersebut tidak merugikan orang lain dan juga tidak melanggar norma yang berlaku, maka hal tersebut dapat dilakukan dan dinilai baik.

Filsafat Deontologis

Sementara itu apabila dilihat dari aliran filsafat deontologis, perbuatan seorang manusia didasaran pada sebuah kewajiban. Filsafat yang dapat dihubungkan berikutnya yaitu mengenai kewajiban seorang manusia, terutama kewajiban seorang hamba kepada penciptanya.

Kemudian kewajiban anak terhadap orangtuanya. Sebagai muslim maka manusia berkewajiban untuk berdoa kepada Allah. Kemudian posisi sebagai seorang anak wajib untuk berbakti pada orangtua.

Bahkan setelah orangtua meninggal, seorang anak masih memiliki kewajiban untuk mendoakan kedua orangtuanya agar mendapatkan tempat yang layak di sisi Tuhan.

Dalam tradisi pembuatan “among”, doa dibacakan untuk dikirim yang nanti pahala nya ditujukan untuk orangtua atau orang lain yang di inginkannya. Sehingga dalam aliran filsafat deontologis ini, seorang manusia yang telah melakukan kewajibannya maka berarti ia telah melakukan kebaikan dalam hidup.

Kebudayaan maupun tradisi sangat erat hubungannya dengan etika. Suseno memberikan contoh bahwa masyarakat tradisional tidak takut akan hukum dari tradisi, namun mereka akan merasa terbebani apabila tidak melakukan hal tersebut.

Etika-etika tersebutlah yang kemudian tertanam rapi dalam pikiran masyarakat. Tindakan tersebut mencerminkan manusia yang memilki etika dan moral. Manusia membutuhkan itu dalam kehidupan masyarakatnya dan juga hubungannya dengan sang Pencipta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.