Tren Transaksi Uang Elektronik di Masa Pandemi Covid-19

Electronic Image, via https://pixabay.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Demi mendorong kehidupan bagi masyarakat yang lebih baik, dengan kegiatan ekonomi yang tidak menggunakan uang fisik dengan melakukan pembayaran non tunai, kini sudah banyak masyarakat menggunakan uang elektronik.

Pemanfaatan Maggot Sebagai Pakan Ternak

Masyarakat tak perlu lagi direpotkan dengan membawa uang tunai dalam jumlah banyak ke manapun dalam bertransaksi untuk melakukan kesehariannya. Hanya dengan kartu dan smartphone saja sudah sangat tepat dalam melakukan pembayaran.

Di masa pandemi virus corona, Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi uang elektronik meningkat pesat. Baik uang elektronik ataupun dompet digital lebih aman digunakan oleh masyarakat karena dari proses pembayaran yang dilakukan relatif cepat.

Hidroponik, Solusi Lahan Sempit di Perkotaan

Pengguna juga tidak perlu repot menyiapkan uang pecahan untuk digunakan sebagai kembalian dari transaksi yang dilakukan karena sudah otomatis terpotong dari saldo. Transaksi yang dilakukan semudah melakukan klik pada layar smartphone. Tidak perlu ribet menghitung uang dan menunggu kembalian.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada September 2020 tercatat Rp 762,1 triliun. Angka tersebut meningkat dari 5,82 persen (yoy) pada Agustus 2020 menjadi 7,20 persen (yoy).

Bahaya Masker Medis: Ancaman Baru Climate Crisis

Lebih lanjut, Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi pembayaran menggunakan ATM, Kartu Debet, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik (UE) menunjukkan perbaikan. Yakni dengan lebih rendahnya kontraksi pertumbuhan dari 13,94 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 6,86 persen (yoy) pada Agustus 2020.

Dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI, Selasa (13/10/2020). Perry mengatakan di lain pihak, transaksi ekonomi dan keuangan digital meningkat pesat sejalan dengan penggunaan platform dan instrumen digital di masa pandemi, serta semakin kuatnya preferensi dan akseptasi masyarakat akan transaksi digital.

Adapun pertumbuhan nilai transaksi UE pada Agustus 2020 tercatat 33,80 persen (yoy). Meningkat tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 24,42 persen (yoy). Volume transaksi digital banking juga mencatat pertumbuhan tinggi sebesar 52,69 persen (yoy) pada Agustus 2020, meningkat dari capaian bulan sebelumnya sebesar 38,81 persen (yoy).

Dilihat dari transaksi digital itu terus mengalami peningkatan dan tentunya dengan kondisi new normal seperti sekarang digitalisasi menjadi keniscayaan. Meski demikian secara volume jumlah transaksi uang elektronik turun dibandingkan bulan sebelumnya.

Potensi penggunaan uang elektronik masih sangat besar. Apalagi melihat perubahan perilaku masyarakat pada masa pandemi yang lebih banyak melakukan transaksi non tunai dibandingkan dengan tunai.

Berdasarkan catatan BI penurunan terjadi mulai dari transaksi di mesin ATM, kartu debit, kartu kredit, sampai uang elektronik. Kondisi itu terjadi menyusul minimnya transaksi masyarakat selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Kondisi peningkatan transaksi terutama disebabkan peningkatan jumlah pengguna, meskipun aktivitas masyarakat akibat PSBB berkurang terutama di sektor transportasi, di tengah situasi pandemi Covid-19

Volume transaksi uang elektronik dan card-based transaction mengalami penurunan selama pandemi. Meskipun demikian, nilai transaksi uang elektronik secara keseluruhan justru meningkat. Paparan dari Economic Outlook Bank Mandiri Group, Rabu (17/6/2020) mengatakan Orang semakin sedikit melakukan transaksi tetapi sekali melakukan transaksi nilainya besar. Ini tren menarik sekali dan ke depan ekosistem kemungkinan menguat.

PSBB menyebabkan mobilitas masyarakat terbatas. Sementara sebagian besar transaksi uang elektronik berbasis kartu masih digunakan di sektor transportasi. Meski begitu, katanya, perseroan masih bisa mempertahankan pertumbuhan di tengah tantangan akibat pandemi.

Hal ini seiring dengan langkah perseroan mengalihkan aktivitas transaksi di sektor transportasi menjadi ke minimarket. Perry juga mengatakan bahwa ke depan, Bank Indonesia terus mempercepat digitalisasi pembayaran dan perluasan ekosistem digital melalui kolaborasi dengan Pemerintah, bank, fintech, dan e-commerce untuk pemulihan ekonomi nasional, khususnya program bansos Pemerintah, penyaluran kredit dan digitalisasi UMKM, sejalan dengan Gernas BBI

Ia menambahkan, sejumlah langkah terus dilakukan, termasuk perluasan ekosistem QRIS, penggunaan big data, aplikasi API (Application Programming Interface), serta penguatan pengawasan fraud dan siber pada pembayaran digital.

Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia. Per 12 Oktober, nilai tukar Rupiah kembali menguat 1,22 persen (ptp) atau 0,34 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2020.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - September 2020, Selasa (13/10/2020) mengatakan pada September 2020, Rupiah tercatat melemah 2,13 persen (ptp) dipengaruhi tingginya ketidakpastian pasar keuangan, baik karena faktor global maupun faktor domestik. Pada awal Oktober 2020, nilai tukar Rupiah per 12 Oktober kembali menguat 1,22 persen (ptp) atau 0,34 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2020.

Perry menjelaskan, penguatan Rupiah pada Oktober 2020 didorong kembali masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik. Dimana hal tersebut dipengaruhi meningkatnya likuiditas global dan tetap terjaganya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik. Ia juga mengatakan Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 12 Oktober 2020 mencatat depresiasi sekitar 5,56 persen dibandingkan dengan level akhir 2019.

Ke depan, Bank Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar.

Perry juga menjelaskan Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar. Bank Indonesia juga terus berusaha memperbaiki dan menyempurnakan sistem pembayaran kita untuk mendukung digitalisasi di sektor keuangan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.