Awas, Niat Menyemangati Malah Jadi Toxic Positivity

Contoh kata-kata toxic positivity
Sumber :
  • vstory

VIVA – Ketika seseorang merasasakan kesedihan karena sebuah kegagalan, terkadang kita hadir untuk memberikan semangat. Semangat yang kita berikan bisa berupa ucapan. Seperti, “Ayo semangat, gitu doang kok nangis!” “Kamu itu harus kuat, masa sih gitu aja nyerah!” “Ah elah, masa gitu doang nangis sih, gua mah lebih parah dari lu.”

Kata- kata itu ditujukan untuk membuat seseorang tersebut menjadi semangat dan tidak berlarut- larut dalam kesedihan. Akan tetapi, pernahkah kalian berfikir bahwa kata- kata tersebut bisa membuat sebagian orang semakin down? Ya, kata- kata tersebut bisa jadi adalah toxic positivity.

Toxic Positivity Itu Apa?

Menurut Fadli (2020), toxic positivity adalah keadaan seseorang yang mengangap jika berpikir positif maka semua masalah akan mudah untuk dilewati. Sedangkan menurut Satriopamungkas, Yudani, dan Wirawan dalam Jurnal DKV Adiwarna (2020), toxic positivity merupakan suatu keadaan seseorang yang mendorong orang lain yang sedang berada dalam keadaan yang menyedihkan untuk melihat keadaanya itu dilihat dari sudut pandang positif tanpa mempertimbangkan pengalaman dan perasaan seseorang tersebut.

Dari kedua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa toxic positivity merupakan sikap mengharuskan seseorang yang berada dalam suatu kesedihan untuk melihat kesedihan dari sudut pandang positif.

Toxic Positivity Memperkeruh Keadaan

Sebagian orang bisa kembali semangat ketika diberi kata-kata penyemangat yang sebenarnya toxic. Akan tetapi, sebagain lainya tidak bisa menerima kata- kata tersebut sehingga mereka akan merasa lebih terpuruk dan tidak bersemangat setelah diberi kata- kata seperti itu.

Sigi Berduka, Banjir Lumpur Terjang Desa Baka

Menurut Wood dkk. (dikutip di Kirnandita, 2019) menerangkan bahwa“kata-kata positif yang ditujukan kepada responden berpenilaian diri rendah justru membawa dampak negatif.”

Dampak negatif yang ditimbulkan bisa berupa semakin terpuruknya diri seseorang ketika dia meyakinkan dirinya dengan kata- kata positif. Kata- kata positif yang ia lontarkan tidak membuat dirinya semakin semangat dan bangkit dari keterpukan.

Bantuan Makanan dan Perhatian untuk Tenaga Kesehatan di Tengah Pandemi

Menghindari Toxic Positivity

Toxic positivity tidak boleh terus menerus dilakukan. Karena, dampak yang ditimbulkan berbahaya bagi kesehatan mental. 

Rektor IPB Sodorkan Konsep Ekonomi Baru Era New Normal

1.    Jadilah Pendengar yang Baik

Ketika kita menjadi pendengar yang baik, kita akan lebih bisa memahami dan tidak menghakimi seseorang yang sedang mengalami kesedihan untuk meluapkan perasaannya. Mereka perlu didengar bukan dinasehati. Kita cukup mendengarkan apa yang mereka ucapkan.

2.      Berikan Waktu Untuk Meluapkan Emosi

Meluapkan emosi, bisa saja dengan menangis, merenung atau dengan menyendiri. Emosi harus diluapkan karena kalau dipendam terlalu lama akan menimbulkan penyakit serta tidak baik bagi kesehatan psikis.

3.      Tidak Boleh Menghakimi Tapi Harus Memahami

Orang yang sedang mengalami kesedihan tidak butuh untuk dihakimi. Merka lebih ingin dipahami. Ketika kita melontarkan kata- kata yang bertujuan untuk menyemangati justru itu yang membuat sebagian orang akan semakin memperburuk keadaannya.  Kita cukup hanya mendengarkan jika tidak dimintai pendapat.

4.      Jangan Membandingkan Masalah Kita Dengan Masalahnya

Membandingkan masalah kita dengan masalahanya merupakan hal sia-sia. Membandingkan masalah kita dengan masalahnya  tidak akan menyelesaikan permasalahan. Kita tidak bisa membandingkan permasalahan kita dengan permasalahan orang lain, karena kita tidak merasakan apa yang mereka rasakan. Bisa jadi, masalah yang kita anggap sepele menjadi sangat menyedihkan bagi mereka.

5.      Hindari Memberikan Tekanan Melalui Kata-Kata Penyemangat.

Kata kata penyemangat yang kita lontarkan belum tentu bisa ditangkap dan direspon oleh seseorang yang dikuasi oleh emosi negatif. Harusnya kita memberikan arahan  kepada dia agar bisa memahami masalahnya serta bisa menguatkan dia dengan meyakinkan bahwa masalahanya tersebut merupakan suatu proses.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.