-
p> VIVA – Beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial yang menyerang sebuah brand karena dianggap pro dengan salah satu kelompok. Dengan cepat brand tersebut dihajar tanpa ampun tanpa diberi kesempatan untuk melakukan klarifikasi. Lalu beberapa hari kemudian, muncul lagi pembelaan terhadap brand tersebut yang juga menjadi viral.
Isinya bukanlah klarifikasi dari kejadian sebelumnya, melainkan penjelasan tentang “kebaikan-kebaikan” yang pernah dan akan dilakukan oleh si owner beserta perusahaannya.
Ya, itu sedikit pembahasan mengenai kasus yang dialami oleh perusahaan kurir ternama tanah air yaitu JNE. Kasus tersebut hanyalah sebuah contoh bagaimana media online dan media sosial bisa menjadi mesin pembangun maupun mesin penghancur reputasi sebuah brand.
Online Reputation
Pernah terbayangkan tidak, bagaimana pinjaman online (pinjol) yang marak beredar saat ini berani memberikan pinjaman sejumlah dana tanpa harus verifikasi data secara langsung atau tanpa perlu bertatap muka? Jawabannya adalah reputasi online.
Mengapa demikian? Dilansir dari laman We Are Social, rata-rata pengguna internet di dunia menghabiskan waktu sekitar 40% untuk berselancar di dunia maya. Anggap saja angka tersebut mewakili seluruh kegiatan yang dilakukan di dunia maya termasuk browsing, chatting, update status di media sosial dan lain sebagainya.
Dengan demikian, tidak sedikit orang yang tanpa sadar menciptakan reputasi pribadinya secara online sehingga mereka akan sangat ketakutan apabila reputasi onlinenya menjadi hancur. Psikologis semacam inilah yang dimanfaatkan oleh berbagai pinjol dengan ancaman jika tidak membayar cicilan tepat waktu maka reputasi online anda akan “dirusak”.
Contoh di atas dapat menyadarkan kita betapa powerfulnya reputasi online.
Cara Sederhana Membangun Reputasi Online
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.