Budaya Awaydays Suporter di Indonesia

Budaya Awaydays di Indonesia
Sumber :
  • vstory

VIVA – Dalam sebuah kompetisi sepakbola, tentunya sebuah kesebelasan tidak hanya bertanding di kandangnya sendiri, melainkan juga akan menjalani pertandingan laga tandang atau away.

Pemanfaatan Maggot Sebagai Pakan Ternak

Sebuah kompetisi nampaknya akan lebih adil jika digelar dengan sistem Home and Away. Tentunya berlaga di kandang sendiri dengan dukungan penuh puluhan ribu Suporter setianya akan di maksimalkan secara penuh oleh tim tuan rumah untuk meraih kemenangan atau memetik tiga poin.

Bagi suporter garis keras atau suporter fanatik tentunya tidak akan melewatkan pertandingan tim kebanggaannya saat pertandingan Home maupun Away. Mereka rela meninggalkan pekerjaan atau bahkan anak dan istrinya demi menyaksikan langsung tim yang dibanggakannya berlaga.

Hidroponik, Solusi Lahan Sempit di Perkotaan

Saat berlaga di kandang mungkin mereka masih bisa bekerja terlebih dahulu sebelum nanti pulang kerja untuk langsung menuju stadion. Namun bagaimana jika pertandingan away atau tandang? Apalagi tandang ke luar pulau yang tentunya memakan waktu dan biaya.

Para suporter garis keras tentunya sudah biasa ikut bertandang atau di kalangan suporter menyebutnya Awaydays. Mereka rela meninggalkan kewajibannya dalam bekerja atau mencari uang untuk menghidupi keluarganya demi Tim Kebanggaannya tersebut. Karena umumnya Awaydays dilakukan oleh laki-laki, namun tak sedikit juga wanita yang ikut Awaydays.

Bahaya Masker Medis: Ancaman Baru Climate Crisis

Di Indonesia, budaya Awaydays ini pertama kali dilakukan pada tahun 1987 oleh kelompok suporter fanatik Persebaya Surabaya, Bonek. Saat itu budaya Awaydays hanya dilakukan oleh Bonek. Mereka berbondong-bondong ke kota di mana Persebaya Surabaya berlaga, dan muncul juga sebuah nyanyian "Di mana kau berada di situ kami ada karna kami Bonek Mania". 

Dalam seiringnya waktu, budaya Awaydays juga diiringi dengan perkelahian dengan suporter tim lawan, tak jarang nyawa pun seperti sudah tidak ada harganya lagi hanya karena gengsi semata.

Maka sekarang sudah biasa kita mendengar larangan dari kepolisian kepada salah satu kelompok suporter untuk tidak bertandang ke kota rivalnya.

Namun, karena begitu besar kecintaannya terhadap tim kebanggaannya, ada juga beberapa orang yang masih nekat bertandang ke kandang rivalnya walaupun mereka tidak beratribut tim kesayanganya atau hanya berpakaian casuals saja.

Tentunya semua pecinta sepakbola Indonesia ingin sebuah laga besar bisa disaksikan langsung oleh kedua kelompok suporter dan tanpa ada gesekan atau kerusuhan antar suporter.

Kedua suporter dapat berdampingan di dalam stadion tanpa ada nyanyian rasis lagi, tanpa kerusuhan lagi, karena sebenarnya suporter itu adu kreativitas dalam mendukung tim kebanggaannya bukan malah beradu otot.

Cerita Awaydays akan lebih indah untuk dikenang jika suporter tuan rumah dan suporter tamu bisa tertib dan bisa menerima hasil akhir di lapangan hijau tanpa kerusuhan, tidak ada lagi nyawa yang harus melayang karena sepakbola. Sejatinya rivalitas suporter bola itu hanya 90 menit, selebihnya kita saudara, kita satu, INDONESIA!

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.