Uang Bukan Segalanya, Tapi Segalanya Butuh Uang

Foto Dokumentasi Pribadi Penulis
Sumber :
  • vstory

VIVA  – Berapa hari di kampung membuat waktu merenung saya lebih banyak, Karena tiap hari saya merantau di Ibu Kota bagian Tenggara (Bekasi) – kalau jadi gabung, Masalahnya di sana selalu berurusan dengan keramaian dagelan politik, sejenak meninggalkan keramaian Jakarta Tenggara dan seolah-olah tak tahu berita saja sudah cukup tenang.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Sebetulnya banyak berita yang harus saya baca karena di media sosial membuat para netizen menjadi pro dan kontra, mau tak mau lewat beranda medsos dan saya membacanya.

Tadinya saya juga ingin bikin status tentang Shinobi yang menusuk pakai senjata kunai itu, tapi saya sedang liburan di kampung yang sedang tenang dari berita politik agama dan agama politik, walaupun sawah belum pada menghijau tak ada air irigasi. Jadi struktur tanah sawah sampai kekeringan dan pemerintah diam saja.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Sejenak saya berpikir bahwa uang bukan segalanya. Ketika sedang musim paceklik musim panas aliran sungai kering, air irigasi tak ada, petani gagal panen keadaan ekonomi mencekik, alhamdulillah masih bisa kecukupan. Mau makan buah mangga saja tinggal ambil dari pohon mau jenis misalnya mangga Indramayu, Harummanis, Manalagi, atau mangga Gedong yang katanya mangga terenak sejagat raya itu.

Dari sini masyarakat tidak kekurangan buah-buahan dari hasil pekarangan sendiri. Ada lagi buah semangka juga sedang banyak yang menanam makan tinggal makan, justru kita mau beli ada yang memberi sungguh peradaban yang luar biasa musim panceklik, tapi sesama tetangga saling memberi dan tak hitung-hitungan.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Bahkan musim panas yang kering ini beberapa buah-buahan sedang banyak mengeluarkan buahnya seperti mangga, semangka, jambu biji, jambu air, bahkan Srikaya sampai pada jatuh dan bahkan membusuk di pohon.

Adab saling memberi juga terus berjalan, masyarakat dapat vitamin dari buah-buahan. Bahkan stok beras juga sudah punya masing-masing, Tinggal mencari lauknya saja, Biasanya tumbuhan hama sawah pun bisa jadi sayuran namanya rumput "bengok", Tapi apa boleh buat sawah sedang kering jadi hama bengok pun tak ada.

Beberapa masyarakat ada yang mengkonsumsi "bunga pohon waluh" dijadikan masakan sayur sedikit pedas. Ternyata tanpa uang bisa makan, tapi ada kekhawatiran dalam hati saya apakah hal seperti itu akan bertahan sampai berapa lama, peradaban yang tenang ini.

Ketika pohon sedang berbuah bisa beli langsung kepada tetangga agar ekonomi tetangga yang merata terus berjalan. Yang tak punya pohon mangga biasa beli ke tetangga yang punya pohon mangga, Yang tak menanam semangka bisa beli kepada yang menanam, yang tak punya pohon petai membeli dari tetangga yang punya pohon. Belanja dari hasil kebun tetangga untuk ekonomi umat yang mandiri dan kuat.

Biasanya saya juga mengkosumsi air kunyit bahkan beli langsung kunyitnya dari saudara di masak sendiri walaupun tangan pada menjadi kuning tapi lebih sehat tanpa bahan pengawet.

Ketika saya kembali lagi ke Perantuan makanan memang banyak jenisnya, tapi harus dengan uang untuk membelinya, bahkan sebetulnya saya juga masih ragu apakah sehat dan tidak mengandung bahan kimia. Apalagi ditambah ramainya urusan politik bikin status medsos salah dikit saja, yang komen ngajak berantem rasanya jadi cepat tambah tua. Belum ditambah tugas-tugas kampus.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.