Antara Hoax dan Toleransi

Rekapitulasi laporan konten negatif di aplikasi Whatsapp 2016 - 2018 (Sumber: Kominfo)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Fenomena hoax di Indonesia dipandang menimbulkan beragam masalah, terutama masalah toleransi. Apalagi hoax saat ini menyebar ke media sosial seperti broadcast yang banyak diterima di aplikasi whatsapp.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Informasi yang dikeluarkan baik personal maupun kelompok melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang, dapat memengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau kelompok.

Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong (hoax) dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini yang negatif.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Opini negatif, fitnah, penyebar kebencian yang diterima dan menyerang pihak ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat merugikan pihak yang diberitakan sehingga dapat merusak reputasi dan  menimbulkan kerugian materi.

Rentang hoax yang luas, mulai dari sarkasme hingga bernada kebencian yang dipublikasikan mulai mengikis rasa toleransi pada masyarakat khususnya masyarakat yang tidak memiliki kemampuan literasi media dengan baik.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Literasi media adalah seperangkat kecakapan yang berguna dalam proses mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan dalam beragam bentuk.

Literasi media digunakan sebagai model instruksional berbasis eksplorasi sehingga setiap individu dapat dengan lebih kritis menanggapi apa yang mereka lihat, dengar, dan baca. Munculnya gerakan literasi media khususnya internet sehat merupakan salah satu wujud kepedulian masyarakat terhadap dampak buruk media internet.

Tujuan gerakan internet sehat adalah untuk memberikan pendidikan kepada pengguna internet untuk menganalisis pesan yang disampaikan, mempertimbangkan tujuan komersil dan politik dibalik citra atau pesan di internet dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan yang diimplikasikan itu.

Oleh karena itu, agar gerakan internet sehat dapat berjalan secara optimal maka sangat diperlukan pendidikan berinternet, salah satunya adalah pendidikan etika berinternet.

Pendidikan internet lebih pada pembelajaran tentang etika bermedia internet, bukan pengajaran melalui media. Pendidikan etika bermedia internet bertujuan untuk mengembangkan baik pemahaman kritis maupun partisipasi aktif, sehingga anak muda sebagai konsumen media internet memiliki kemampuan dalam membuat membuat tafsiran dan penilaian berdasarkan informasi yang diperolehnya.

Selain itu, anak muda mampu menjadi produser media internet dengan caranya sendiri sehingga menjadi partisipan yang berdaya di komunitasnya (Setiawan, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastel (2017) menyebutkan bahwa saluran yang banyak digunakan dalam penyebaran hoax adalah situs web, sebesar 34,90%, aplikasi chatting (Whatsapp, Line, Telegram) sebesar 62,80%, dan melalui media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Path) yang merupakan media terbanyak digunakan yaitu mencapai 92,40%.

Sementara itu, data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar hoax dan ujaran kebencian (Pratama, 2016).

Penyajian berita dan konstruksi dari realitas yang ada mulai dibuat dengan melihat aspek-aspek yang ditonjolkan media untuk mempermudah khalayak untuk mengingat hal - hal tertentu yang disajikan menonjol oleh media.

Dalam mempublikasikan sebuah berita pada dasarnya media didasarkan kepada ideologi mereka. Cara pandang media massa dipengaruhi oleh berbagai macam aspek.

Mereka mengedit, menyusun narasi, memilih judul dengan menonjolkan aspek tertentu serta mengabaikan aspek lainnya.

Dalam hal ini media menjadi jembatan antara masyarakat dengan dunia. Secara rutin media massa memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa penting yang tengah atau telah terjadi.

Perbedaan-perbedaan yang terjadi pada media massa tersebut bukanlah sesuatu yang tidak disengaja dan tanpa maksud. Perbedaan penyajian yang juga dikenal dengan nama framing media ini adalah sesuatu yang telah disetujui oleh pihak-pihak media itu sendiri.

Banyak hal yang memengaruhi penyajian berita dalam media massa ke masyarakat. Wartawan sebagai orang pertama dalam produksi berita tentu cukup berperan dalam memengaruhi isi berita.

Namun selain wartawan, ternyata ada juga pihak yang lebih berhak dalam menentukan isi berita dan memilih apa saja yang harus, boleh, atau tidak boleh dimuat dalam berita tersebut. Mereka adalah jajaran redaksi dan tentunya pemilik modal yang memiliki kuasa penuh terhadap media itu.

Menurut Griffin komunikasi adalah pengelolaan pesan dengan tujuan untuk menciptakan makna. Jika kita lihat definisi ini agak bersifat luas, namun tepat jika kita akan menentukan apa yang terjadi dalam setiap tahap komunikasi, yaitu berusaha mengetahui untuk apakah suatu proses komunikasi akan berhasil atau gagal baik dalam konteks komunikasi antar pribadi maupun komunikasi dalam suatu kelompok.

Dengan kata lain, jika komunikasi dianggap sebagai tujuan, baik membujuk, menginformasikan, atau menghibur, maka kita berkomunikasi dengan niat, dan kita dapat mencapai tujuan kita hanya dengan berinteraksi dengan seseorang.

Sedangkan menurut Little John perspektif tradisional (fungsionalis dan obyektif), komunikasi organisasi cenderung menekankan pada kegiatan penanganan pesan yang terkandung dalam suatu batas organisasional.

Fokusnya adalah menerima, menafsirkan dan bertindak berdasarkan informasi dalam suatu konteks. Tekanannya adalah pada komunikasi sebagai suatu alat yang memungkinkan orang beradaptasi dengan lingkungan mereka. Itulah mengapa informasi yang diterima khususnya berita bohong (hoax) sangat mempengaruhi tingkat toleransi setiap individu.

Jay Black & Frederick C menyebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen.

Luas disini berarti lebih besar daripada sekadar kumpulan orang yang berdekatan secara fisik sedangkan anonim berarti individu yang menerima pesan cenderung asing satu sama lain.

Heterogen berarti pesan dikirim kepada orang-orang dari berbagai macam status, pekerjaan, dan jabatan dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen.

Media massa itu sendiri mempunyai efek bagi khalayak. Efek penting yang menandai penggunaan media massa oleh khalayak adalah munculnya kesadaran dan pengetahuan mengenai suatau topik atau persoalan. Munculnya kesadaran dan pengetahuan tersebut sering tidak disadari masyarakat sebagai suatu akibat yang memang diinginkan kalangan media massa melalui penyajian suatu topik tertentu hasil dari konstruksi atas realitas.

Konstruktivisme adalah suatu paham yang memandang bahwa realitas atau peristiwa ialah hasil konstruksi manusia. Paham ini digunakan untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi hubungan sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya.

Konstruktivisme memandang bahwa realitas adalah hasil individu, kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya atau ia pahami.

Dan konstruktivisme macam inilah yang oleh Berger dan Luckman disebut dengan konstruksi sosial. Konstruksi sosial umumnya terjadi pada pemberitaan media massa.

Proses komunikasi memiliki beberapa unsur penting, salah satunya adalah adanya efek. Bentuk nyata efek dalam proses komunikasi adalah terbentuknya perubahan dalam berpendapat atau sikap atau perilaku khalayak setelah menerima sebuah pesan.

Respon dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan. Respon inilah bentuk dari efek komunikasi yang terjadi. Menurut Onong Uchjana komunika memberikan efek atau tanggapan terhadap pesan yang disampaikan kemudian didefinisikan sebagai berikut:

1.      Efek kognitif; Efek ini berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga netizen menjadi jelas pada pesan yang dimaksud.

2.      Efek afektif; Efek ini berkaitan dengan perasaan. Akibat terpaan dari media massa itu, netizen dapat merasa sedih, senang, marah, atau kecewa.

3.      Efek konatif; Efek ini berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Dari efek inilah yang memengaruhi kadar toleransi yang mulai terkikis dari adanya pemberitaan bohong (hoax).

Solusi yang ditawarkan penulis dari adanya fenomena hoax yang terjadi di berbagai media massa yang mampu memengaruhi tingkah toleransi masyarakat yang membaca berita bohong (hoax) ialah perlu adanya gerakan internet sehat dari pemerintah untuk mengantisipasi situs – situs yang berpotensi menyebarkan berita bohong (hoax) dengan meningkatkan keamanan dan kualitas penyebaran informasi.

Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan kualitas pengelolaan pengaduan mengenai konten negatif khususnya berita bohong (hoax). Meskipun tidak bisa menjamin 100% hoaks tidak akan tersebar, "Tugas kita adalah mitigasi risiko. Bagaimana menekan penyebaran, membuat angkanya serendah mungkin," ungkap Rudiantara usai bertemu dengan  VP Public Policy & Communications WhatsApp, Victoria Grand di Kantor Kementerian Kominfo, Senin (21/01/2018) sore.

Tidak hanya pemerintah, masyarakat pun seharusnya mampu atau mulai membiasakan diri untuk mengolah segala informasi yang diterimanya. Melalui dukungan pemerintah dengan mengkampanyekan gerakan literasi media untuk mengedukasi masyarakat mengenai memilah informasi sebelum disebarkan atau dibagikan dan menciptakan masyarakat yang produktif dalam berkomunikasi.

Kesimpulan dari penulisan ini ialah semakin besarnya jumlah penguna internet dan dengan mudahnya mendapatkan informasi saat ini menjadikan berita hoax semakin dengan mudah tersebar.

Kontruksi berita berpengaruh positif terhadap pemberitaan hoax di media online. Artinya konstruksi berita yang dimuat dan diciptakan oleh media online akan memengaruhi penyebaran pemberitaan hoax di media online.

Konstruksi berita dan respon netizen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pemberitaan hoax di media online. Artinya kedua variabel tersebut memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam pemberitaan hoax di media online.

Adanya fenomena hoax yang terjadi di berbagai media massa yang mampu mempengaruhi tingkah toleransi masyarakat yang membaca berita bohong (hoax) ialah perlu adanya gerakan internet sehat dari pemerintah untuk mengantisipasi situs – situs yang berpotensi menyebarkan berita bohong (hoax) dengan meningkatan keamanan dan kualitas penyebaran informasi. (Penulis, Citra Ayu Andiningrum, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Nasional 2019)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.