HMI dan Kabinet Indonesia Maju

Presiden Jokowi
Sumber :
  • vstory

VIVA – Presiden Joko Widodo telah resmi mengumumkan susunan kementerian di kabinet periode keduanya pada Rabu (23/10/2019) lalu. Kabinet yang masa jabatannya terhitung dari tahun 2019-2024 ini diberi nama Kabinet Indonesia Maju. Susunan dalam Kabinet Jokowi Jilid II mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Apresiasi tersebut muncul karena melihat komposisi kabinet yang menarik.

HMI Dukung Aturan Menag soal Suara Toa Masjid, Ini Alasannya

Jika ditinjau dari sudut pandang latar belakang organisasi kemahasiswaan, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menjadi penyumbang kader terbanyak dalam komposisi kabinet Jokowi jilid II tersebut. Berikut daftar para Menteri di Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma’ruf jika dilihat dari latar belakang organisasi kemahasiswaan, HMI: Menko Polhukam: Mahfud MD, Menko Perekonomian: Airlangga Hartarto, Menko PMK: Muhadjir Effendy, Mentan: Syahrul Yasin Limpo, Menteri KLHK: Siti Nurbaya Bakar, Menteri PPN/Kepala Bappenas: Suharso Monoarfa. Menteri ATR/Kepala BPN: Sofyan Djalil, Menpora: Zainudin Amali, dan Kepala BKPM: Bahlil Lahadalia.

HMI dikenal sebagai salah satu organisasi ekstra kampus tertua di Indonesia. Sebab, HMI didirkan oleh Lafran Pane pada tahun 1947, sejak dua tahun setelah Indonesia merdeka. Sepak terjang kader HMI sudah tidak diragukan lagi, baik dalam skala nasional maupun regional. Banyak alumni HMI yang menempati posisi startegis di lingkaran masyakarat dan negara.

HUT HMI ke-75, Airlangga: Tetap Jadi Jembatan Rakyat dengan Pemerintah

Sebut saja misalnya, Yusuf Kalla, Anies Baswedan, alm. Ustaz Arifin Ilham, beberapa alumni HMI yang saat ini menjabat sebagai menteri di kabinet Jokowi jilid II, dan masih banyak alumni yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Para alumni HMI yang menjadi menteri dalam kabinet Indonesia Maju ini dinilai sebagai orang-orang yang profesional. Mengingat sejak menjadi kader HMI, mereka ditempa dengan dinamika organisasi yang kemudian membuatnya menjadi pribadi yang terbentuk dan tahan banting. “Terbentur, terbentur, terbentur, dan terbentuk”. Itulah jargon Tan Malaka yang menjadi konsumsi familiar di tengah-tengah kader HMI.

Dokumen Soal Uighur Bocor, HMI Singgung Pelanggaran HAM

Melihat dominasi kader HMI dalam komposisi kabinet Jokowi jilid II tersebut, selain dapat menjadi apresiasi juga dapat menjadi tantangan. Sebab, HMI yang selama ini menjadi produksi politisi tersubur, nama baiknya dipertaruhkan.

Jika mereka menyeleweng dari nilai-nilai yang pernah diajarkan di HMI (baca: mission HMI), maka nama baik HMI akan tercemar. Begitupun sebaliknya, jika mereka mampu menjaga mission HMI, maka nama baik HMI akan selalu terjaga.

Mission diartikan sebagai tugas dan tanggung jawab. Sehingga dalam konteks HMI dapat diartikan sebagai tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh setiap kader yang berhimpun dalam suatu wadah organisasi yang dinamakan HMI. Mission HMI adalah salah satu materi wajib HMI yang memuat seluruh komponen materi khas HMI. Adapun konten materi yang dimuat adalah tafsir tujuan dan tafsir independensi HMI.

Tafsir tujuan HMI dibungkus dengan istilah Lima Kualitas Insan Cita yang menjadi penjabaran dari tujuan HMI sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 4 Anggaran Dasar HMI yang berbunyi terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernapaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridai Allah SWT. Dalam tafsir tujuan, tujuan tersebut diurai dari poin per poin.

Tafsir independensi HMI dibagi menjadi dua bagian, yaitu independensi etis dan independensi organisatoris. Independensi etis artinya bahwa setiap kader HMI memiliki sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan, yaitu cenderung kepada kebenaran (hanief). Sedangkan, independensi organisatoris memiliki arti bahwa HMI bukan organisasi yang menjadi onderbouw organisasi masyarakat atau parpol mana pun. Sehingga HMI menjadi organisasi yang merdeka, tidak terkekang oleh siapapun.

Doktrin Perjuangan HMI

Salah satu keunggulan organisasi HMI adalah doktrin yang diberikan kepada setiap kader bahwa berjuang itu tidak harus berada di tempat yang sama. Artinya, HMI bukanlah satu-satunya wadah berjuang yang harus disikapi secara fanatik buta. Sebab, fanatik itu hanya boleh pada Islam.

Karena itu, HMI adalah organisasi ekstra kampus yang tidak membatasi kebebasan setiap kader untuk memilih ormas Islam yang diikuti. Selagi beragama Islam, entah berasal dari ormas Islam Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Nahdatul Wathan (NW), dan lain sebagainya, boleh masuk HMI.

Narasi yang dikampanyekan HMI sejak dulu sampai sekarang adalah semangat persatuan. Mengingat, salah satu latar belakang berdirinya HMI adalah karena melihat kondisi umat Islam yang mengalami degradasi. Setidaknya ada faktor yang menyebabkan hal semacam itu terjadi, yaitu umat Islam mengalami kejumudan berpikir dan terjadi perpecah belahan.

Tidak dapat dipungkiri, hingga sampai saat ini perpecah belahan antar ormas Islam pun terjadi. Hal semacam inilah yang menyebabkan Islam sulit untuk memperoleh kejayaan/kemajuan lagi. Kendati demikian, HMI terus berupaya untuk mewujudkan persatuan antar umat yang memiliki perbedaan.

Sebab, menurut salah satu tokoh atau ilmuwan dari HMI, yaitu Nurcholis Madjid yang akrab disapa Cak Nur,  perbedaan adalah hanya sebatas sebagai ajang untuk mengenal satu sama lain. Analogi sederhananya, kita semua memiliki kesamaan yaitu sebagai manusia.

Di saat yang bersamaan, kita juga memiliki perbedaan, yaitu nama yang sebagian besar, satu sama lain berbeda. Jika tidak mempunyai nama, tentu sulit untuk saling mengenal satu dengan yang lain.  

Impact dari doktrin bahwa berjuang tidak harus tetap berada di tempat yang sama ini membuat para alumni HMI memutuskan untuk terjun ke berbagai lini. Bahkan dalam ranah politik, para alumni tidak menempatkan diri pada satu partai saja, melainkan menyebar ke berbagai partai politik.

Dengan demikian, di saat tertentu dapat mewakili aspirasi-aspirasi tiap golongan yang kemudian mempertemukan mereka dan akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan. HMI, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Kanda Jusuf Kalla ketika mendamaikan permasalahan Aceh (Mata Najwa, Terima Kasih Pak JK, 17/10/2019).

Selain itu, contoh yang dapat kita lihat adalah dominasi alumni HMI dalam komposisi kabinet Jokowi jilid II. Hal tersebut dapat terjadi, tentu karena awalnya mereka tidak menumpukkan diri di partai yang sama. Harapannya, dengan dominasi tersebut tujuan HMI untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridai Allah SWT dapat tercapai. 

(Penulis: Abdurrahman Syafrianto, Ketua Bidang PTKP HMI Koordinator Komisariat (Korkom) Walisongo Semarang Periode 2018-2019,Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah FSH Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.