Paradigma Baru Konsep Kemiskinan: Basic Rights Approach

Kemiskinan menjadi akar permasalahan sosial dan ekonomi
Sumber :
  • vstory

VIVA – ?Penghitungan angka kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Melalui pendekatan tersebut, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri terdiri atas garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan.

Garis kemiskinan makanan didefinisikan sebagai besarnya nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Di dalam menghitung garis kemiskinan makanan, terdapat paket komoditi sebanyak 52 jenis komoditi untuk mewakili bahan-bahan kebutuhan dasar makanan per individu mulai dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, dan lemak, dll.

Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan yang mencakup 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Di dalam paradigma basic needs approach, penduduk miskin dianggap sebagai objek dan beban pembangunan sehingga kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar melalui bantuan dan proteksi sosial, akses terhadap infrastruktur fisik, infrastruktur sosial dan infrastruktur keuangan yang berfokus pada penyebab kemiskinan sesaat.

Dalam hal teknis perhitungan, paradigma basic needs approach belum mampu mengakomodir perubahan pola konsumsi masyarakat seiring meningkatnya pendapatan perkapita.

Pendapatan perkapita masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi, dasar pemenuhan kebutuhan makanan sebesar 2100 kilokalori tetap stagnan dan cenderung mengabaikan fenomena tersebut.

Menurut Faisal Basri, Ekonom Universitas Indonesia (UI), sejalan dengan kenaikan pedapatan per kapita, pola konsumsi berubah, yaitu pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan dan pakaian turun, belanja untuk barang konsumsi tahan lama meningkat, pengeluaran untuk jasa meningkat, dan pengeluaran untuk leisure meningkat.

Paradigma Basic Rights Approach dalam Penghitungan Kemiskinan

Akar kemiskinan Indonesia berada pada wilayah pedesaan, terutama terjadi pada kelompok buruh tani dan nelayan gurem. Kemiskinan yang terjadi pada kelompok tersebut ditenggarai akibat tidak terpenuhinya hak-hak dasar petani. Hak dasar yang dimaksud seperti hak lahan, hak pekerjaan, hak pendidikan, hak kesehatan, dll.

Fokus utama di dalam basic right approach adalah menganggap penduduk miskin sebagai subjek dan aset pembangunan yang menitikberatkan kepada pemenuhan hak-hak dasar.

Kebijakan pemenuhan hak-hak dasar melalui pemberdayaan kelompok miskin memiliki orientasi pada penanggulangan penyebab kemiskinan secara struktural. Jadi kemiskinan bukan disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, tetapi terampasnya hak-hak dasar.

Garis kemiskinan pada paradigma basic right approach perlu direformulasikan dengan mengaitkan pengeluaran dengan hak-hak dasar yang mengalami deprivasi sebagai penyebab kemiskinan. Penggunan reference group dapat dijadikan penentuan thresholds (ambang batas) dari hak-hak dasar.

Kesimpulannya adalah perlu upaya dari pemangku kebijakan untuk mengubah paradigma kemiskinan dari pemenuhan kebutuhan dasar menjadi pemenuhan hak-hak dasar.

Perubahan tersebut dapat dimulai dari definisi, konsep, metodologi hingga penanggulangan kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan melalui konsep bottom-up level yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat akan membawa Indonesia menuju SDM Unggul, Indonesia Maju. (Penulis, Ferdinand David Aritonang) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.