Penggunaan Stainless Straw, Kepedulian atau Sekadar Mengikuti Tren?

Diambil dari freepik.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Kerusakan lingkungan hidup merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pada era modern ini. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah sampah yang menumpuk. Masalah sampah ini sudah menjadi masalah nasional.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Persoalaan sampah di perkotaan yang tak kunjung selesai salah satu penyebabnya adalah tingkat konsumsi masyarakat perkotaan yang tinggi. Menurut data BPS mengenai statistik lingkungan hidup, pada tahun 2016 jumlah timbunan sampah di Indonesia mencapai 65.200.000 ton per tahun dengan jumlah penduduk sebesar 261.115.456 orang.

Dalam proyeksi penduduk Indonesia menunjukkan bahwa setiap tahun angka pertumbuhan penduduk akan terus meningkat. Di mana hal ini juga akan berdampak pada peningkatan jumlah sampah akibat dari perilaku konsumtif masyarakat Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk adalah salah satu faktor pendorong naiknya jumlah timbunan sampah.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Pada tahun 2025, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan naik sebesar 284.829.000 orang atau naik sebesar 23.713.554 dari data penduduk tahun 2019. Jika jumlah sampah yang dihasilkan per tahun diasumsikan sama seperti tahun 2016, maka jumlah sampah yang akan bertambah adalah sebesar 5.928.386 ton.

Pola konsumsi masyarakat yang terbiasa membeli makan-makanan siap saji, menghasilkan sampah rumah tangga berupa wadah tempat makanan, sendok plastik, garpu plastik, pembungkus, sedotan plastik, dan lain sebagainya. Solusi untuk menghadapi masalah sampah yang merupakan masalah nasional adalah dengan cara mengurangi penggunaan barang-barang berbahan plastik.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Salah satu produk plastik sekali pakai yang banyak menyumbang timbunan sampah (terutama di laut) adalah sedotan plastik sekali pakai. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Divers Clean Action, sebuah kelompok pencinta lingkungan khususnya laut, mengatakan bahwa pemakaian sedotan plastik di Indonesia mencapai 93.244.947 batang.

Seperti yang kita ketahui, sedotan plastik sekali pakai merupakan sampah yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk dapat terurai. Bahkan sedotan plastik ini saat tercacah di lautan juga berdampak kepada rusaknya ekosistem dan biota laut. Seperti pada kasus seekor penyu yang hidungnya tersangkut sedotan plastik. Dapat kita lihat bahwa dampak dari sampah plastik terhadap lingkungan adalah merusak lingkungan.

Kerusakan lingkungan yang kian parah menyebabkan para aktivis terdorong untuk mengkampanyekan gerakan pengurangan sampah plastik. Salah satu kampanye yang dilakukan adalah gerakan sosial stop penggunaan sedotan plastik atau lebih banyak diketahui oleh masyarakat dengan hashtag #NoStrawMovement.

Gerakan ini adalah gerakan yang mengkampanyekan kepada masyarakat agar peduli dengan dampak dari sedotan plastik yang biasa kita gunakan terhadap kerusakan lingkungan. Gerakan ini juga diikuti oleh beberapa perusahaan multinasional. Bahkan gerakan ini juga kian meluas ke banyak negara di dunia.

Sehingga mulai banyak rumah makan dan kafe yang berinisiatif untuk melakukan pengurangan sampah sedotan plastik. Salah satu solusi yang akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh orang-orang adalah dengan mengganti sedotan plastik sekali pakai menjadi sedotan stainless (stainless steel straw).

Stainless steel straw adalah sebuah inovasi dalam menghadapi masalah sampah yang merupakan masalah nasional bahkan masalah global. Dengan mengganti sedotan plastik menjadi sedotan stainless, diharapkan dapat mengurangi penggunaan sedotan plastik yang dinilai merusak lingkungan.

Hal ini dikarenakan, jika kita menggunakan sedotan plastik biasa, setelah kita selesai menggunakannya kita akan langsung membuangnya. Di mana penggunaan sekali pakai inilah yang banyak menyumbang sampai plastik yang dapat merusak lingkungan. Sedangkan jika kita menggunakan sedotan stainless, setelah kita selesai menggunakan sedotan tersebut, kita dapat menggunakannya lagi dengan cara mencuci bersih sedotan stainless tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Humboldt State University, penggunaan sedotan stainless akan lebih baik jika sedotan tersebut digunakan sebanyak 149 kali. Hal ini mengacu pada kandungan emisi karbondioksida sedotan stainless yang relatif lebih tinggi yaitu 217 gram CO2. 

Tetapi dengan penggunaan sedotan stainless yang harus dicuci kembali tersebut, otomatis dalam proses pencuciannya menimbulkan limbah sabun yang akan menimbulkan masalah baru pada air bersih. Hal ini berarti bahwa pada setiap inovasi baru yang ada, inovasi tesebut memang dapat menghilangkan masalah yang ada. Tetapi inovasi tersebut juga berdampak pada munculnya masalah baru jika inovasi tersebut tidak dilandasi dengan analisis dan pengujian yang lebih dalam.

Faktanya, dalam kehidupan sehari-hari memang banyak orang yang mulai membeli dan menggunakan sedotan stainless. Tetapi pada kondisi tertentu, seseorang tidak selalu membawa sedotan stainless dengan banyak alasan yang ada. Salah satu alasannya adalah sedotan stainless dirasa mengganggu gerakan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Karena ukuran dari sedotan stainless yang tidak pas untuk dibawa di kantong dan bahannya yang keras menimbulkan rasa tidak nyaman saat dibawa.

Kemudian pada beberapa warung atau rumah makan, rata-rata penjual minuman akan menyertakan sedotan plastik dalam pesanan konsumen. Hal ini juga berdampak pada penggunaan stainless steel yang kurang maksimal. Karena seseorang cenderung lebih menggunakan sedotan plastik yang diberikan oleh penjual daripada menggunakan sedotan stainless yang mereka bawa.

Maka untuk melaksanakan gerakan penggunaan sedotan stainless, diperlukan dorongan yang sangat besar kepada masyarakat untuk membantu melaksanakan gerakan pengurangan konsumsi sedotan plastik. Maka selain dengan cara mengganti sedotan plastik sekali pakai, salah satu cara yang ampuh untuk mengurangi sampah plastik adalah dengan cara menanamkan kepada tiap individu agar mengurangi perilaku konsumtif. Karena perilaku konsumtif adalah dasar dari menumpuknya sampah yang saat ini memenuhi bumi kita.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.