Catatan Ringan; Pak Jokowi dan Kapitalisasi Natuna untuk Tambal Defisit APBN

Pasukan TNI Siap Siaga di Natuna.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Saya mengapresiasi sikap lugas dan tegas Presiden Jokowi terkait masalah Natuna. Beliau menyatakan tidak ada tawar menawar mengenai kedaulatan Indonesia! Setelah menyatakan sikap tegas pemerintah Indonesia tersebut, Presiden Jokowi berkunjung ke Natuna untuk memberi sinyal keras kepada China. Saya pribadi mengapresiasinya!

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Di sisi lain, China sedang melakukan uji mental pemerintah dan rakyat Indonesia. Apakah budi baiknya selama ini akan merubah sikap Indonesia terkait klaim China terhadap perairan Natuna masuk sembilan garis putus-putus (nine dash line) atau tidak.

China menurut saya sengaja mengirim kapal nelayannya yang dikawal kapal coast guardnya. Secara aturan Zona Ekslusif Ekonomi (ZEE) memang mereka boleh melintas, tapi tidak boleh mengambil ikan di sana. Tapi China yang sudah menjadi negara adi kuasa, mencoba bermain api dan memaksa. Merasa berbudi seperti yang saya sampaikan di atas.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Indonesia menolak tegas klaim China tersebut dengan berpegang pada UNCLOS 1982 atau hukum laut internasional yang disahkan PBB tahun 1982. Secara hukum internasional Indonesia sangat, sangat kuat!

Kita sama-sama tahu bahwa perairan Natuna tersimpan harta karun yang luar biasa besarnya. Bukan saja menyimpan minyak dan gas. Tapi juga sumber perikanan.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Di Natuna tersimpan cadangan gas terbesar di Asia dengan volume sebesar 222 triliun kubik. Belum lagi cadangan minyaknya yang diperkirakan mencapai 500 juta barrel.

Sementara laut Natuna tersimpan potensi 23.499 ton cumi-cumi, 1.321 ton lobster, 2.318 ton kepiting, dan 9.711 ton rajungan per tahun.

Dari sektor perikanan saja, menurut data informal yang saya peroleh, kita setiap tahun kehilangan/kecurian sebesar 20-25 miliar dollar Amerika Serikat atau setara sekitar Rp 300 triliun dari aksi illegal fishing yang dilakukan perusahaan perikanan Malayasia, Thailand, Vietnam, Pilipina dan China.

Kita harus jujur memiliki keterbatasan untuk menjaga dan mengolah sumber daya laut Natuna tersebut untuk kesejahteraan rakyat, khususnya nelayan. Karena itu, baik bila pemerintah Indonesia melakukan asset securitization/mengkapitalisasi sumber daya laut Natuna tanpa mengerjakannya.

Pemerintah bisa mengundang perusahaan-perusahan perikanan dari Malaysia, Thailand, China, Vietnam dan Pilipina yang selama ini melakukan illegal fishing di perairan Natuna untuk ikut serta dalam program asset securitization.

Perusahaan-perusahaan yang ikut asset securitization juga diminta untuk membangun cold storage dan canning (pengalengan ikan) di Natuna. Seperti kita memberi izin pertambangan batubara, minyak dan gas saja. Tidak beda jauh formatnya.

Masing-masing negara (perusahaan) yang ikut asset securitization Natuna membayar fee 4 miliar dollar AS pertahun di depan kepada pemerintah Indonesia. Dengan demikian mereka legal melakukan kegiatan usaha di sana.

Total dana pertahun hasil asset securitization atau forward (kontrak berjangka) perikanan Natuna berkisar antara 20-25 miliar dollar AS per tahun atau setara dengan Rp. 300 triliun.

Dana hasil asset securitization itu bisa digunakan pemerintah untuk menambal defisit APBN yang besarannya sekitar angka tersebut. Ketimbang pemerintah Indonesia harus menerbitkan surat utang berbunga tinggi lagi buat menambal defisit APBN. Tidak capek ngutang terus?

Itu baru dari sektor perikanan, belum lagi bila kita melakukan asset securitization migasnya. Jumlah uang yang kita peroleh pastinya lebih besar lagi.

Dengan begitu, kita bisa menertibkan ilegal fishing, uang dapat tanpa keluar keringat/modal dan kedaulatan tetap berada di tangan kita. Jadi teringat penggalan surat Ar-Rahman, "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

Kita harus pakai otak dan pintar dalam menjaga dan mengelola asset yang kita miliki. Perang? Itu jalan terakhir. Bukan takut. Tapi kalau bisa dihindari, ya hindari dengan cara elegan dan menguntungkan. Melihat defisit APBN sebesar sekarang, saran saya lebih baik lakukan program asset securitization di Natuna ketimbang berperang.

Kita beda dengan Iran. Teklogi militernya maju, utang tidak ada, dan rakyatnya juga kompak terhadap perintah pemimpinnya. Kita, dampak Pilkada dan Pilpres saja tidak sembuh-sembuh. Lebih baik kita perang kepada kemiskinan, korupsi, dan narkoba saja dulu. Kalau sudah sehat dan jasmani. Baru deh..Itu menurut saya loh..Bisa jadi berbeda dengan sahabat. Tak masalah. (Penulis Lalu Mara Satriawangsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.