Optimisme Petani Harus Tetap Terjaga

Petani di wilayah Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat sedang merontokkan gabah pasca panen.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Ketika tulisan ini dibuat, penulis merasa prihatin kepada beberapa pihak yang memandang sektor pertanian dengan pesimistis. Kasarnya adalah merendahkan dan meyakini jikalau pertanian kita sedang terpuruk.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Segala spekulasi keraguan muncul terkait keseriusan pemerintah dalam membangun sektor pertanian. Dengan berbagai asumsi yang seolah menyudutkan sektor pertanian, ditambah dengan setiap gerak-gerik sang birokrat pertanian yang selalu dikritisi membuat sektor pertanian kian menyurut dalam berkiprah. Padahal apa yang dibayangkan tidaklah seburuk itu.

Maju mundurnya pertanian merupakan suatu kewajaran, tidak perlu serta merta mencari kambing hitam atas segala sebab. Alasan bukanlah jawaban, melainkan solusi yang menjadi suatu keharusan.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Tak banyak dimengerti dampak yang ditimbulkan terhadap fenomena yang belakangan ini terjadi terkait protes dan kritik yang dilayangkan pada sektor pertanian.

Hanya satu yang coba penulis ingin ungkap dari munculnya berbagai spekulan yang menganggap pertanian sedang surut, ialah insan yang disebut sebagai petani.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Berita-berita dan tulisan yang menyindir sektor pertanian bukan tidak mungkin menjadikan nyali petani ciut. Kepercayaan diri petani perlahan turun hingga akhirnya tersudut. Kebingungan melanda melengkapi derita petani yang selalu terkabar dengan berita-berita yang tak menguntungkan semesta.

Seperti ribuan ton beras Bulog yang dimusnahkan misalnya. Coba kita memposisikan diri sebagai petani tentang karya dan hasil jerih payah yang terpupus sia-sia.

Betapa sakitnya perasaan bak tertusuk seribu duri. Banyak pihak saling tuding menyalahkan. Tak sedikit seorang hamba tani juga ikut terseret dan terlibat atas peristiwa itu. Dilanjutkan dengan demonstrasi yang dilakukan kepada pemerintah melayangkan protes dan tuntutuan.

Petani hanyalah korban semata yang mencoba mencari kebenaran atas dasar kesejahteraan.

Menelaah sektor pertanian ketika sedang turun sebenarnya sangat tidak elok apabila disinggung juga masalah karakteristik sosial, ekonomi serta pendidikan petani yang masih rendah.

Toh nyatanya dengan pendidikan apa adanya sang petani telah membuktikan dengan kerja nyata dan tak kenal korupsi waktu. Karena apabila waktu tanam mereka pun tanam, waktunya menjaga sawah/ ladang pun mereka jaga, hingga waktu panen pun tepat waktu bahkan sampai menginap di pondok-pondok sederhana yang mereka buat seadanya.

Kita yang katanya memiliki pendidikan tinggi justru sering kali lalai dalam aksi kerja nyata. Bahkan mungkin sedikit-dikit tak menepati waktu sehingga mencederai gaji yang sudah dibayarkan negara kepada kita. Sungguh ironi bukan?

Anggapan kita terhadap petani yang masih konvensional sepertinya harus kita ubah, pasalnya sekarang ini peralatan canggih telah banyak diketemukan demi mempersingkat proses berkaitan dengan alur pertanian.

Contohnya, alat dan mesin pertanian (alsintan) sebagai infrastruktur pendukung ini manfaatnya begitu luar biasa bagi petani kita. Tenaga yang dikeluarkan petani menjadi terpangkas berkat adanya traktor-traktor tangguh serta harvester and rice transplanter.

Selain tenaga waktu pengerjaan pun menjadi lebih singkat. Atau dengan kata lain investasi pertanian sudah sangat meyakinkan.

Pembuktian lain bahwa petani kita tidak konvensional lagi yaitu dengan adanya program pelatihan petani yang saat ini marak diselenggarakan di berbagai daerah termasuk Kalimantan Barat.

Petani mulai dibekali ilmu pengetahuan terkait usaha dan bisnis hingga bisa menjadi wirausahawan pertanian. Jadi di mana letak keraguan kita terhadap sektor pertanian ini? Masalah hasil? Tenang, pemerintah sedang berikhtiar dan lagi berproses mengoptimalkan segala penjuru sektor pertanian.

Rekam Jejak Sang Dirigen Pertanian
Pengalamannya sebagai pembuat kebijakan dan keputusan nampaknya sudah tidak diragukan lagi dalam diri seorang Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo.

Prestasinya di bidang pertanian cukup membuktikan bahwa dirinya akan mampu menahkodai pertanian Indonesia dengan mulus.

Menurut data BPS, produksi padi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada tahun 2011 mencapai 4,51 juta ton padi Gabah Kering Giling (GKG). Lalu meningkat di tahun 2012 hingga menembus 5 juta ton dan puncaknya pada tahun 2017 mencapai 6,01 juta ton.

Padahal sebelumnya yakni pada tahun 2007, produksi padi GKG Sulsel hanya berada pada level 3,64 juta ton saja. Hal ini membuat Sulsel dinobatkan sebagai pilar utama penyangga pangan nasional dan telah rutin mengirim berasnya ke belasan provisi di Indonesia.

Meningkatnya produksi padi GKG Sulsel pada masa itu tidak terlepas dari program kerja yang telah dicanangkan oleh Syahrul yaitu berfokus pada pertanian dan menjadikan pertanian sebagai sektor utama dalam rangka pembangunan daerah.

Kepiawaiannya itulah yang menghantarkan dia sebagai Mentan saat ini dan harapannya dapat mengelola pertanian dengan apik.

Untuk menuju kesuksesan seperti yang ia capai ketika memimpin Sulsel, beberapa langkah telah ia rancang. Bahkan dia berjanji pada publik bahwa dalam 100 hari kerjanya sejak saat ditetapkan sebagai Mentan, akan memperbaiki data dasar pertanian terutama data pangan.

Langkah selanjutnya yang ia lakukan adalah dengan menggandeng BPS untuk menyelaraskan data pertanian. Hal ini agar tersaji data yang valid, akurat dan nantinya kebijakan yang dibuatnya bisa tepat sasaran.

Petani Harus Optimistis
Menakar rekam jejak Mentan yang baru kali ini, tidak ada alasan kalau seluruh lapisan masyarakat harus ikut andil dalam mensukseskan sektor pertanian. Kekuatan harus disatukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan.

Rangsangan harus diberikan kepada petani kita agar semakin semangat dalam berkarya. Menerapkan ilmu-ilmu yang telah di dapat atas hasil pelatihan dan pendidikan selama ini. Eksplorasi cara baru dalam bertani patut dicoba sebagai ajang pembuktian kalau profesi petani bukanlah profesi rendahan yang dipandang sebelah mata.

Begitu nyata langkah-langkah yang telah pemerintah fasilitasi kepada petani. Mulai dari infrastruktur pertanian, pemberian pelatihan dan pegetahuan terkait cara-cara bertani secara modern hingga pemberian bantuan berupa barang dan modal.

Sebaiknya jangan sampai ada pihak-pihak yang justru memanfaatkan keadaan ini untuk mengambil keuntungan atas nama pribadi. Selanjutnya berita-berita miring yang menyinggung masalah pertanian bisa di tepis dengan cara elegan dengan dasar data valid dan terpercaya.

Harapan ke depannya, masalah pertanian tentang adanya salah kebijakan, salah data dan tidak sejalannya antara program dan realisasi dapat teratasi.

Terlebih lagi sudah adanya MoU program satu data pangan antara Kementan dan BPS. Bukan tidak mungkin pertanian Indonesia akan bangkit kembali. Bahkan tidak hanya macan Asia, melainkan singa Asia. ?(Penulis: Achmad Tasylichul Adib, staf Seksi Statistik Produksi BPS Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.