Catatan Ringan: Asuransi Jiwasraya Harus Masuk PPA, Jangan Di-bailout

Asuransi Jiwasraya lebih tepat masukkan ke Perseroan Pengelola Asset (PPA).
Sumber :
  • vstory

VIVA - Masalah asuransi Jiwasraya sebetulnya masalah biasa dalam dunia bisnis. Kesalahan investasi! Karena asuransi Jiwasraya bebertuk Perseroan Terbatas, ya harusnya cara penyelesaiannya merujuk UU Perseroan Terbatas. Jadi tanda tanya besar kalau pemerintah ikut campur terlalu dalam, meski Asuransi Jiwasraya adalah BUMN. Apalagi sampai berpikir bailout!

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Menteri BUMN Erick Tohir tinggal masukkan PT Asuransi Jiwasraya ke Perseroan Pengelola Asset (PPA) untuk dibenahi sampai sehat. Karena memang itu tugas PPA merestrukturisasi dan merevitalisasi perusahaan BUMN yang sedang sakit. PPA ibarat "Rumah Sakit" perusahaan-perusahaan BUMN.

Semakin maju produk keuangan, asuransi rupanya makin banyak, makin komplek. Ternyata produk ini adalah semacam "deposito" berjangka dengan imbal belinya - istilah lain bunga - lebih tinggi dari suku bunga acuan BI, Bank konvensional. Double. Juga produk ini memberi asuransi jiwa dan atau lainnya sebagai insentif, pemanis.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Pasti pemilik uang akan ngiler. Wajar banyak yang ikut. Selain marketing agentnya pintar mencari nasabah big fish.

Di sisi lain, pemilik uang juga mau uangnya "kerja" rodi dengan hasil lebih besar, di luar kewajaran. Lebih parahnya, si pemilik uang asal teken. Tidak mau membaca dokumen setebal bantal mengenai produk tersebut, termasuk apa konsekuensinya bila terjadi sesuatu. Karena uang yang ditempatkannya diputar langsung Jiwasraya. Ya namanya bisnis ada untung dan ada ruginya, tak selamanya bisnis berjalan lancar. Pemilik uang (nasabah) harusnya tahu risiko investasi.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Sekarang, bisnis Asuransi Jiwasraya tidak berjalan sesuai skenario. Nasabah terguncang. Wajar karena nasabah hanya pegang kertas. Bukan asset. Dan untuk meminimalkan guncangan, Menteri BUMN Erick Tohir seharusnya langsung memasukkan PT Asuransi Jiwasraya ke "Rumah Sakit" BUMN, yakni Perseroan Pengelola Asset Negara (PPA).

PPA lah yang harus di depan. Bukan Kementerian BUMN. PPA sesuai tupoksinya memperbaiki Jiwasraya hingga sehat wal'afiat dari sisi finansial dan bisnis. Caranya banyak, bisa restrukturisasi dan revitalisasi.

Semuanya atas dasar B to B. Karena ikatan antara nasabah dengan Asuransi Jiwasraya memang B to B. Cara penyelesaian bailout melalui APBN harus dihindari. Apalagi Asuransi Jiwasraya bukan lembaga perbankan yang di back up oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tidak ada dasar hukumnya pemerintah melakukan bail out. Asurasi Jiwasraya adalah Persero Terbatas (PT) dan tunduk pada UU PT.

Sementara bila ada masalah hukum, Menteri Erick tinggal meminta aparat penegak hukum (Kejaksaan dan Kepolisian) untuk menindaklanjutinya. Jadi dari sisi bisnis diselesaikan melalui PPA dan dari sisi hukum melalui proses hukum.

Hal ini menjauhkan politisasi Jiwasraya. Bailout adalah kebijakan yang tidak adil, mengingat masalah Jiwasraya ini masalah bisnis. Hubungan nasabah dan perusahan hubungan bisnis, masing-masing tahu konsekuensinya. Akan lebih baik bila dana bailout triliunan rupiah itu digunakan untuk memberdayakan masyarakat tidak mampu (miskin) dibidang pendidikan dan kesehatan. Lebih fair.

Dan kalau bailout tetap dilakukan dengan alasan menghindari dampak sistemik, ya wajar bila publik menangkap ada sesuatu di balik kesalahan investasi Jiwasraya. Harusnya dengan memasukkannya ke PPA untuk penyelesaian secara bisnis, dan langkah hukum untuk penyelesaian pelangaran aturan, masalah ini bisa diselesaikan dengan baik tanpa persepsi negatif kepada pemerintah.

Dampak bailout perbankan akibat krisis moneter tahun 1997 hingga saat ini masih membebani APBN. Jangan lagi beban APBN ditambah dengan bail out Asuransi Jiwasraya. Selesaikanlah dengan acuan UU Perseroan Terbatas.

Pemilik uang tidak pernah belajar banyak dari berbagai kasus seperti ini sebelumnya. Besaran suku bunga acuan BI mereka tahu, suku bunga deposito bank juga tahu. Tapi masih mau lebih, ya greedy namanya.

Sudah itu, nasabah tak membaca seluruh dokumen, termasuk konsekuensinya kalau terjadi sesuatu kerugian misalnya. Dan dengan mudah percaya dari presentasi awal agen. Padahal uang bisa pergi dengan cepat, tapi datangnya lama sekali! Karena masa depan hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Tahu.

Jadi teringat firman Allah dalam QS. Ali Imran 130. Maha Benar Allah Dengan Segala Firman-Nya. "Jangan makan riba dengan berlipat ganda." Itu sudah diingatkan dari 15 abad yang lalu oleh Allah SWT. Yang berlebih-lebih, Tuhan memang tidak suka.. (Penulis: Lalu Mara Satriawangsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.