BUMN Harusnya Mandiri, Jangan Jadi Rongsokan karena Ulah Tengkulak Anggaran

Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Pieko Njoto Setiadi, pemilik PT Fajar Mulia Transindo, menjadi tersangka penyuap Direktur Utama PT Perkebunan Negara III Dolly Pulungan.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Perusahaan milik Pieko ditunjuk PTPN III untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama masa kontrak. KPK menduga Pieko memberikan Sin$345 ribu kepada Dolly.

“KPK mengecam pihak yang mengambil keuntungan pribadi dengan cara korupsi terkait bahan pokok ini,” kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di kantornya pada Selasa lalu, 3 September 2019.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Modus mereka adalah sehubungan PTPN PT Perusahaan Holding Perkebunan Nusantara tersandung utang raksasa, maka mereka 7 samurai menjadi tengkulak ijon kepada Holding Perkebunan Nusantara. Tanpa utang kepada 7 samurai maka Holding Perkebunan Nusantara lumpuh.

Selama ini tuduhan kepada mereka adalah price fixing yaitu lewat KPPU komisi pengawasan persaingan usaha. Pasal ini adalah pasal gurem.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Tuduhan yang benar adalah tuduhan tipikor Korupsi karena memberi konsesi kepada perusahaan tertentu. Banyak orang tidak menyadari bahwa diskresi atau kebijakan istimewa kepada konsesi perusahaan tertentu adalah tindakan tipikor.

Tuduhan kedua adalah money laundering TPPU, sebab perusahaan melakukan transaksi diskresi atas dasar utang piutang kepada Holding Perkebunan Nusantara.

Pencucian uang atau money laundering adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.

Akar permasalahan sengkarut BUMN gula ini bermula dari Menteri BUMN yang terlalu lincah berkepentingan politik. Sebuah perusahaan, katakan PTPN 1-13 itu seluas 1,905 juta km², bandingkan dengan luas wilayah negara lain.

Malaysia 330 ribu km², Singapura 721 km², Jepang 378 ribu km², Thailand 513 ribu km², Philippines 300 ribu km², luas wilayah tanah Republik Indonesia empat kali luas Thailand.

Bayangkan empat negara Thailand digabung satu perusahaan Holding Perkebunan Nusantara. Maka kekuasaan politik menjadi lebih dominan daripada kepentingan bisnis.

Dirut 13 PTPN di bawahnya yang berasal dari 40 PTP zaman jadul menjadi kehilangan kekuasaan. Lumpuh tak berdaya. Posisi Dirut hanya satu, kemampuan perusahaan berutang, bermanuver harus lewat pusat. Ini mirip dengan anggaran departemen pertanian saja, dikumpulkan di Holding Perkebunan Nusantara.
Bilamana ini diteruskan kepada Holding Inalum, Holding:
semen,
pupuk,
kehutanan,
perkebunan,
industri tambang dan
migas,
infrastruktur,
perumahan,
penerbangan dan
farmasi

Maka bisa dikatakan bahwa perusahaan BUMN ini sudah menjadi pusat anggaran. Pemerintah tadinya terpusat di zaman Pak Harto delapan puluh persen uang beredar di pusat, dengan adanya otonomi daerah maka mayoritas anggaran ada di kabupaten, sekarang APBN yang kurang gizi dibooster dengan darah baru, yaitu anggaran BUMN.

Oleh karena itu, ada dua Menteri keuangan Republik Indonesia, yaitu keuangan APBN dan keuangan BUMN.

Oleh karena itu Presiden Jokowi lebih khawatir kepada Menteri keuangan sebelah. Bayangkan bila harga sawit jatuh seketika utang Holding Perkebunan Nusantara bengkak.

Utang BUMN yang sudah Rp4.700 triliun kepada Bank negara pun bengkak. Membebani utang negara. Otak tiga belas dirut PTPN diikat jadi satu. Beban masalah sawit melumpuhkan industri gula, bawang putih, daging. Tiba tiba PTPN 10-11 dan PTPN 12 harus kehilangan dana cash, dan dipaksa utang gara gara sawit.

Maka seketika gurita konsesi gula, daging, bawang putih masuk  mempermainkan anggaran. Oleh karena itu, anggaran BUMN yang seharusnya mandiri menjadi rongsok oleh tengkulak anggaran gula. (Penulis: Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM., New Money Coaching NMC Group)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.