Komisi Pemberantas Harun

Gedung KPK
Sumber :
  • vstory

VIVA - Dianggap sudah selesaikan masa tugasnya, Tim KPK yang “mengejar” Harun Masiku diduga diganti oleh orang-orang baru.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Usai melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Wahyu Setiawan Komisioner KPU dan buronan politisi PDIP Harun Masiku, muncul kabar tak sedap dari internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dilansir dari Tempo disebutkan bahwa beberapa penyidik KPK yang mengawal dan menyidik kasus Wahyu Setiawan dengan politisi PDIP Harun Masiku diduga mendadak dicopot oleh pejabat KPK.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Meski begitu, Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK, segera membantah keras informasi tersebut.

“Tidak ada penyidik yang dicopot karena menangani suatu kasus,” ujar Alex.

Membongkar Tuduhan Pratikno sebagai Operator Politik Jokowi, Strategi untuk Menjatuhkan

Soal informasi ada pergantian penyidik KPK untuk kasus ini, Alex kemudian menegaskan bahwa wajar kalau statusnya naik ke penyidikan, maka tim akan berisi orang-orang yang berbeda.

“Tidak ada tim yang (sama) menangani kasus dari penyelidikan sampai penuntutan. Ini informasi yang menyesatkan,” tambahnya.

Sebelumnya, menurut Juru Bicara KPK yang baru, Ali Fikri, penggantian itu memang sudah sesuai prosedur. Penyidik KPK yang mengerjakan kasus tersebut disebut sudah selesai masa tugasnya.

“Memang sudah selesai tugasnya,” kata Ali Fikri, Jubir KPK pengganti Febri Diansyah ini.

Pelemahan KPK
Banyak orang menyesali kaburnya Harun gara-gara atau sebagai indikasi pelemahan KPK.

1. Prinsip kekuasaan itu adalah Ankum, atasan yang menghukum. Artinya bila Harun harus kabur, berarti secara fundanental Ankum dari Harun tidak ingin menangkapnya.

Apakah ini berarti pelemahan KPK? Belum tentu.

2. Secara prinsip kekuasaan itu koheren dan terarah. Bukan berarti KPK nangkap caleg partai besar, dianggap sukses. Kalau begitu KPK tangkap saja ketua DPD, DPR, MPR, sekalian. Tujuan kekuasaan bukan itu, bukan seperti KPK jadul. Itu tidak koheren.

Tugas KPK ya harus terarah, tertata, terstruktur sistemik.

Seperti halnya Kapolri, tidak mungkin Kapolri ujug-ujug asal hantam kromo semuanya sporadis ditangkap, hakim ditangkap, jaksa ditangkap, bukan. Itu berarti Kapolri tidak paham konsep.

3. Banyak orang tidak paham, kenapa razia polisi mayoritas untuk SIM/ STNK sepeda motor? Kenapa pengusaha DPO kok tidak dikejar? Secara fundamental, polisi bukan iseng cari STNK.

Tujuan polisi dibagi dua, yang terikat oleh kriminalitas, begal, copet, teroris kebanyakan golongan bawah, tapi tidak bisa memilih orang berdasar foto, atau warna, tapi bisa berdasar ijin SIM/STNK. Sambil dilakukan profiling ciri ciri bandit, copet, begal, dan ati ati bom. Itu tugas yang sama pos polisi di Sarinah. Yang diperiksa pertama SIM/STNK.

Kenapa pengendara mobil tidak ikut dirazia? Secara fundamental, pemilik mobil telah mengikat leasing cicilan Adira, FIF, BCA finance, oleh karena itu secara prinsip mereka telah terikat oleh kontrak bank. Tugas selanjutnya adalah bank mengontrol.

Pihak-pihak yang memiliki rencana jahat biasanya berurusan dengan leasing. Itu sistemik.

Ibarat begini, ada Cinderela dan saudara tirinya. Yang dituduh itu pasti Cinderela. Sebagai pihak yang memalsukan sepatu kaca putri misterius.

4. Dengan demikian ukuran prestasi KPK itu bukan Harun. Sekali lagi bukan Harun. Ini Komisi Pemberantas Korupsi. Bukan Komisi Pemberantas Harun. (Penulis: Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM, Alumni IPB Teknologi Pangan, dan Magister Manajemen Universitas Indonesia lulus 1989

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.