Catatan Ringan: Mo Salah Dicap Egois, Tanda Habis Manis Sepah Dibuang?

Winger Liverpool, Mohamed Salah, mencium trofi Liga Champions.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Awalnya tidak ada yang salah dengan cara bermain Mohammad Salah. Di musim pertamanya membela Liverpool, Mo Salah menjadi top skor. Mo Salah juga berhasil membawa Liverpool hingga babak final Liga Champions 2017-2018 menghadapi Real Madrid. Saat Mo Salah dipiting Sergio Ramos dan harus keluar sebelum pertandingan usai, hampir semua fans Liverpool menangis. Karena apa? Salah dianggap penentu dan pembeda permainan Liverpool.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Mo Salah berhasil menaklukkan hati fans Liverpool di mana pun berada. Tua, muda hingga anak-anak mencintainya. Sebuah chant diciptakan fans Liverpool untuknya. Sebuah chant yang memiliki dampak langsung pada menurunnya Islamphobia di Inggris. CNN pun menurunkan liputan khusus tentang Mo Salah.

Di musim keduanya 2018-2019, Salah mengalami kesulitan, produktivitasnya menurun. Wajar karena dia menghadapi cedera beberapa kali. Kekecewaan pun sayup-sayup terdengar. Dan dia pun dijuluki one season wonder oleh pembencinya.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Tapi Salah ya tetap Salah, dia berhasil membawa Liverpool hanpir juara Liga Inggris, selisih satu angka dari rival utamanya Manchester City. Mo Salah juga kembali berhasil membawa Liverpool bukan saja melaju hingga babak final tapi juara Liga Champions Eropa 2018-2019! Mo Salah juga membawa Liverpool juara antar klub dunia 2019. Dan menjadi pemain terbaik di event tersebut.

Berbagai rekor dipecahkan Salah. Dia memecahkan rekor pencetak gol terbanyak yang selama ini dipegang Luiz Suarez. Di waktu yang sama Salah mencetak 70 gol, satu gol lebih banyak ketimbang Suarez. Dan Salah tercatat dalam daftar pencetak gol terbanyak dalam 100 pertandingan Liga Inggris. Dan uniknya gol-gol yang diciptakan Salah merupakan gol penentu bagi Liverpool. Sebut saja, golnya saat menyingkirkan mantan klubnya AS Roma saat semi final Liga Champions Eropa 2017-2018.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Mo Salah memiliki segalanya sebagai seorang target man. Dia punya kecepatan, dia tak mudah jatuh dan kuat dalam benturan (body charge) dengan pemain lawan saat perebutan bola, dia pintar menempatkan posisi, dan kaki kiri adalah senjata pamungkasnya untuk menyelesaikan (finishing) setiap peluang yang dimilikinya.

Benarkah Mo Salah egois?

Peristiwa itu dimulai dengan tandemnya Sadio Mane yang mencak-mencak tidak diberi bola oleh Mo Salah saat menghadapi Leicester City di awal-awal Liga Inggris. Mane menganggap posisinya lebih terbuka untuk cetak gol. Dan Jurgen Klopp pun berang dengan aksi pemainnya (Mo Salah) tersebut.

Klopp pun menarik Mo Salah di menit 70. Pergantian yang tidak semestinya. Bisa jadi pergantian tersebut untuk menenangkan Sadio Mane. Bahwa dirinya tidak memganakemaskan Mo Salah. Di sisi lain. Klopp ingin memberi sinyal ke Salah, bahwa sebagai bos, Mo Salah harus mengikuti instruksinya, meski ia dijuluki The Egyptian King.

Ketegangan Mane, Salah dan Jurgen Klopp bisa jadi karena mereka semua sedang dalam tekanan, ketegangan yang luar biasa. Pertama takut tidak dapat poin penuh dari Leicester City, dan kuatir tertingal dalam perburuan poin dari rivalnya Manchester City. Karena pada saat itu posisi klasemen masih kejar-kejaran dengan Manchester City.

Salah pun di akun media sosialnya mengirim pesan lucu yang bisa ditafsirkan sebagai ucapan "mohon maaf lahir bathin" kepada Sadio Mane. Urusan dengan Sadio Mane selesai.

Sayang, cap sebagai pemain egois tidak hilang. Datangnya Takumi Minamino dari Red Bull Salzburg, cap itu semakin menjadi-jadi. Apalagi Mo Salah dinilai enggan memberi bola kepada Minamino saat menghadapi Wolves. Meski Liverpool menang dengan skor 2-1, tetap fans kecewa dengan Mo Salah. Padahal Minamino belum sebanding dengan Mo Salah dalam kontribusinya pada klub.

Kenapa fans tetap menuding Mo Salah egois? Apakah mereka sudah lupa akan gol-gol penting dan strategis Mo Salah? Dan anehnya hal ini seperti dibiarkan oleh Jurgen Klopp. Meski akhirnya Klopp bicara, bahwa Mo Salah tidak pernah egois. Tapi cap itu sudah keburu melekat dalam diri Mo Salah.

Sepakbola itu proses. Kalau dan kalau. Semuanya kemungkinan. Dan sebagai seorang striker, ya memang harus egois. Karena tugas striker mencetak gol, bukan memberi assist! Jadi tak ada yang salah dengan apa yang dilakukan Mo Salah. Dan statistik menunjukkan bahwa yang dilakukannya itu untuk kepentingan tim dan klub! Liverpool sudah di ambang juara. Dan faktor Mo Salah sangat, sangatlah besar.

Lantas kenapa cap itu tak menghilang? Apa ini pertanda, habis manis sepah dibuang? Klopp merasa sudah menemukan pengganti Mo Salah dalam diri Minamino. Dan klub pun berpotensi menangguk keuntungan dari melonjaknya harga Mo Salah. Dan dalam sepakbola hal itu wajar. Pemain datang dan pergi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.