Sisi Lain Skenario Busuk Politik Jebak Pelaku Prostitusi

Andre Rosiade (Dok. Tribunnews.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Politik pencitraan saat ini adalah cara komunikasi politik yang sangat digandrungi beberapa tahun terkahir ini. Cara komunikasi politik semacam itu memang bukan barang baru, sejak masa pra kemerdekaan cara tersebut sudah lazim digunakan. Hanya saja, cara komunikasi politik semacam mendapatkan momentum mulai era demokratisasi hingga sepuluh tahun terakhir.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Saya tidak akan jelaskan apa politik pencitraan itu sendiri, anggap saja tadi adalah sebuah pengantar sebelum masuk ke subjek dan objek politik pencitraan itu. Anggap saja subjek dan objeknya adalah politisi dan keinginannya untuk mendapatkan kursi kekuasaan melalui politik elektoral.

Karena cara komunikasi politik ini bisa dianggap murah karena di zaman penuh media sosial seperti ini sangat menunjang. Salah satu politisi asal Sumatera Barat yang juga merupakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Andre Rosiade juga ikut dalam peruntungan.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Lihat saja aksinya pada (26/01/2020) lalu, bak pahlawan kesiangan dia dengan sadar apalagi sengaja melakukan penggerebekan terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) dalam jaringan (daring) di Hotel Kyriad Bumiminang, Padang, Sumatera Barat melalui akun MiChat dengan menjadikan suruhannya Bimo sebagai umpan. Bukti penggerebekan itu tidak bisa dibantah hotel karena ada kuitansi hotel atas nama dia beserta suruhannya.

Andre Rosiade melakukan aksi ini ga sendirian, ternyata dia mengundang teman-temannya aparat tim cyber Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan belasan wartawan. Ternyata PSK tersebut sudah sempat dipakai baru digrebek.

Membongkar Tuduhan Pratikno sebagai Operator Politik Jokowi, Strategi untuk Menjatuhkan

Karena sikapnya ini yang awalnya bertujuan baik karena ingin memberantas prostitusi yang sudah merajalela di Padang juga tidak luput dari niatnya dia yang ingin mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Barat 2020 akhirnya terganjal sendiri.

Akibat sifat oportunisnya itu, akhirnya Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad bilang kalau partainya yakni Gerindra kini mempertimbangkan untuk tidak mencalonkan Pak Andre dalam pilgub tersebut.

Perlu disoroti juga ulah Andre Rosiade ini merupakan bentuk pengkambinghitaman (scapegoating) menurut Hanum (2018:188) yang sangat jelas atas objek atau korban berupa PSK yang dia gerebek dengan mengundang wartawan saat penggerebekan.

Bentuk pengkambinghitaman tersebut justru akan mengundang framing yang tidak tepat sehingga berujung pada tindak pelecehan atas PSK yang dia grebek tanpa mengetahui akar persoalan mengapa PSK itu ada.

Prostitusi memang jalan yang tidak tepat sebagai mata pencaharian, namun penggerebekan tersebut merupakan tindakan yang salah juga karena justru tidak akan memberantas hingga akarnya.

Andre Rosiade sendiri perlu mengetahui aktor prostitusi sendiri terdiri atas mucikari sebagai “pemilik” PSK tersebut, PSK atau di Padang sendiri disebut anak galeh sebagai pekerjanya, dan tentu saja konsumen sebagai penikmatnya (Arianto, Mego; Fitlayeni Rinel; Yuhelna, Tahun tidak diketahui:4-6).

Berdasarkan landasan teori yang ada, seharusnya Andre Rosiade bersikap bijak dan mengetahui akar permasalahannya terlebih dahulu. Selain tindakannya tidak memiliki dasar hukum yang pasti karena bukan kasus semacam pengedaran narkoba, juga kalau mau menggerebek ya serahkan saja pada pihak berwajib dan Andre tidak perlu terlibat.

Selain itu, penindakan berupa pidana baru bisa dikenakan pada mucikarinya, bukan pada PSK-nya. Sehingga, apa yang sudah dilakukan Andre ini adalah tragedy “peluru nyasar”.

Seharusnya PSK itu tidak bisa dikenakan pidana dan hanya bisa dibimbing oleh Pemerintah Kota (Pemkot) melalui Dinas Sosial. Memang seharusnya semenjak kejadian ini Dinas Sosial harus lebih proaktif apabila PSK tidak ingin merajalela.

Kasus PSK khususnya di Padang memang menarik untuk dicermati, apabila kita buka data statistik -sayangnya ini data tahun 2018- bisa kita lihat jumlah penduduk miskin di Padang memang bisa dibilang besar dengan jumlah penduduk sebanyak 44 ribu dengan presentase sebesar 4,7 persen.

Tidak cukup sampai di situ, garis kemiskinan di Padang apabila diukur dari pendapatan per kapita hanya sebesar Rp500 ribu. Angka-angka tersebut memang fluktuatif tetapi dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan peningkatan (BPS Kota Padang, 2018:60-62).

Dari angka yang saya jelaskan di atas tidak bisa dipungkiri pasti ada masyarakat yang ingin menempuh “jalan pintas” dengan manjadi PSK atau tidak mucikari. Dengan adanya kasus penggerebekan itu Dinas Sosial mulai haru proaktif peduli dengan pekerja tunasusila baik dengan memberikan pelatihan hingga pengawasan yang ketat.

Hal ini penting juga untuk menghindari komodifikasi kemiskinan oleh pihak tidak bertanggungjawab semacam politisi oportunis semacam Andre Rosiade.

Sumber Referensi

Arianto, Mego; Fitlayeni Rinel; Yuhelna. Tahun tidak diketahui. Pola Jaringan Prostitusi Mahasiswa di Kecamatan Padang Barat. Jurnal Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Badan Pusat Statistik Kota Padang. 2018. Indikator Kesejahteraan Kota Padang 2018. Badan Pusat Statistik: Padang

Hanum, Farida. 2018. Kajian dan Dinamika Gender. Intrans Publishing: Malang

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.