Catatan Ringan: Pandemi COVID-19, Waktunya Kembali ke Pancasila

Ilustrasi gotong royong.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Penyebaran wabah virus Corona Covid-19 terus berlanjut. Hingga saat ini, 26 Maret 2020, sudah 893  orang yang dinyatakan positif dan 78 orang di antaranya meninggal.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Memang dibanding dengan wabah demam berdarah yang juga melanda Indonesia saat ini, kasus Covid-19 jauh lebih kecil. Kasus demam berdarah sudah lebih dari 30 ribu kasus di berbagai wilayah Indonesia dan 208 orang meninggal dunia.

Informasi soal Covid-19 ini memang luar biasa. Tiap detik miliaran pesan melalui What’s Ap (WA) dan aplikasi media sosial lainnya bertebaran di dunia nyata. Ada yang Hoax dan ada juga informasi yang positif. Yang pasti setiap informasi tersebut menciptakan efek psikologis yang lebih besar dari realitasnya. Wajar bila, panik dan ketakutan melanda manusia sejagat.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Dari sebab musababnya, Covid-19 ini penuh dengan teori konspirasi. Ada yang bilang sumber Covid19 dari binatang (Kalelawar), ada juga yang bilang Covid19 senjata biologis yang dikembangkan oleh dua negara besar; Amerika Serikat dan China sebagai bagian dari perang dagang Amerika Serikat dan China.

China menuding Amerika Serikat, sebaliknya Presiden Donald Trump menyebut Covid-19 sebagai “Virus China”. Entahlah, mana yang benar? Setelah pandemic berakhir, barulah ketahuan mana yang benar dan mana yang tidak. Yang pasti, sejak Amerika Serikat dipimpin Presiden Donald Trump hubungan bilateral China dan Amerika Serikat memanas.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Tak satu pun negara siap menghadapi pandemi Covid-19. Semua gagap, termasuk Indonesia. Bedanya di Indonesia penanganannya seolah-olah dalam suasana kampanye. Akibatnya muncul kecurigaan satu sama lain. Ada yang merasa mau disalip dan atau mau didongkel. Kecurigaan lain, ada yang menjadikan Covid19 ini sebagi persiapan menuju pemilu yang akan datang. Inilah ekses dari polarisasi Pilkada Jakarta dan Pilpres 2014 dan 2019.

Di satu sisi pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada daerah, di sisi lain pemerintah pusat mengambil kewenangan daerah lainnya. Semuanya tak lepas dari perhitungan politik menuju pemilu 2024. Sehingga muncul perbedaan cara penanganan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (baca; Jakarta).

Keberhasilan China dalam menangani penyebaran Covid-19 tak lepas dari ideologi berbangsa dan bernegaranya. China yang berideologi komunis berhasil menahan penyebaran Covid-19. Tanpa ideologi yang kuat, meski didukung sumber daya keuangan yang kuat, rasanya sulit bagi China membendung penyebaran Covid-19.

Keberhasilan China tersebut, haruslah dijadikan inspirasi bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Inilah saatnya untuk kembali kepada ideologi Pancasila! Dengan semangat persatuan dan gotong royong dan meninggalkan pola pikir politik “pemilu tak pernah berakhir”, rakyat dan bangsa Indonesia menghadapi badai Covid-19. Saya yakin, mengutip syair yang diciptakan seniman besar Eros Djarot, Badai pasti berlalu. (Lalu Mara Satriawangsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.