IMF dan World Bank Turun Tangan Atasi Corona, China Merusak New World Order

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • vstory

VIVA - WHO dan Pintu Masuk Lembaga Donor. "Saat ini IMF akan menggunakan resource yang dimilikinya yakni US$ 1 triliun plus tambahan US$ 500 billion untuk dijadikan fasilitas swap line kepada seluruh anggota IMF," kata Sri Mulyani saat video confrence, Jakarta, Selasa (24/3/2020).

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Jadi nilai tersebut diatas akan digunakan untuk bail-out krisis kesehatan ke negara-negara yang akan tersungkur ke dalam krisis setelah serangan Corona.

Sementara menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Bank Dunia
akan mengeluarkan kebijakan dukungan pendanaan bagi negara-negara, khususnya negara berkembang dalam menghadapi tekanan ekonomi di tengah pandemi corona. Tujuannya, agar dana tersebut bisa digunakan sebagai tambahan stimulus kepada masyarakat dan dunia usaha. 

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Sebelumnya tentu kita lebih mengenal IMF dan World Bank sebagai institusi pemberi pinjaman spesialis krisis moneter-finansial, tetapi kini mereka akan memainkan secara terbuka bantuan bagi krisis kesehatan.

Inilah yang disebut dengan creative destruction of capitalism (penghancuran creative dalam sistem kapitalis). Di mana institusi pemberi hutang akan menggunakan apa saja cara untuk menjebol halangan bagi mengalirnya dana-dana hutang internasional. Bila tidak dengan isu demokratisasi yang berakhir dengan coup de etat atau pergantian pemerintahan maka dengan embargo, trade-barriers dan man-made crisis. Kini secara terbuka IMF memberikan bantuan bagi krisis kesehatan sebagai pintu masuknya.

Membongkar Tuduhan Pratikno sebagai Operator Politik Jokowi, Strategi untuk Menjatuhkan

Kini IMF mulai bergerak secara transparan untuk masuk melalui krisis kesehatan global (WHO: Global Pandemic Cov-19) itu tentu bukan tanpa alasan. Persoalan Corona, mau tidak mau selalu akan diamati dari perspektif ekonomi dan politik.

Misalnya Cina adalah negara yang pertama kali membuat drama Corona ini mendunia. Kemampuan mereka melakukan skenario lock-down dan membangun rumah sakit dalam waktu singkat adalah sebuah pertunjukan kemampuan yang menakjubkan. Sebagai konsekuensinya membuat hampir seluruh bandara menyiagakan diri termasuk melengkapi dengan peralatan pendeteksi panas, tes kit, dan kamera-kamera pengawas. Cina adalah produsen terbesar dari barang-barang ini.

WHO sebagai lembaga kesehatan dunia meskipun telah mengeluarkan protokol kesehatan pencegahan covid19, nyatanya mayoritas negara dunia menjadikan China sebagai rujukan dalam protokol kesehatan. Protokol Kesehatan WHO yang merujuk pada kasus di China, mendapatkan info dari dan oleh tenaga medis China. Jika anda sebagai peneliti apakah akan mempercayai data dari sumber utama atau sekunder? Bahkan skenario lockdown china kini menjadi standard metodologi karantina dunia, dimana tidak semua negara sanggup mengikuti apa yang dilakukan oleh China.

Uni Eropa Rontok

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development) disingkat OECD, ternyata juga tidak mampu memenuhi kebutuhan para anggotanya di tengah krisis pandemi global. Sementara dalam kasus Serbia dan Italia, kedua negara tersebut sungkan meminta bantuan kepada IMF, karena hal ini akan berdampak buruk bagi soliditas dan psikologis anggota OECD, dimana mereka adalah bagian dari Eropa. Ini dapat menimbulkan turunnya kepercayaan kepada OECD sebagai donor. Kasus krisis Yunani dan Irlandia adalah contoh bagaimana hipokritnya EU untuk membantu sesama kerabat eropanya.

Belakangan Presiden dan Perdana Menteri kedua negara mulai mempertanyakan secara ekonomi dan politik: apa untungnya kami tetap bekerjasama dalam kerangka kerjasama eropa. Disinilah China hadir membantu negara di Eropa untuk mengatasi krisis di negara mereka. Pemimpin China Xi Jinping berjanji akan mengirim lebih banyak ahli medis ke Italia. Di hari yang sama, China juga mengirimkan 2.000 alat tes diagnosa corona ke Filipina.

Terbaru adalah Serbia. Negara Eropa itu juga meminta bantuan dari China. “Solidaritas Eropa tidak ada," kata Pemimpin Serbia Aleksandar Vucic, dikutip dari The New York Times, Rabu (18/3/2020) saat mengumumkan keadaan darurat yang disiarkan melalui pidato di televisi.

"Saya percaya pada saudara dan teman saya Xi Jinping, dan saya percaya pada bantuan orang Cina."

Indonesia diantara China, IMF & World Bank

China bergerak cepat mengirimkan bantuan dan kerjasama lainnya dengan Indonesia dalam bentuk apd, covid test kit, dll. Tak lama setelah itu menteri keuangan, Sri Mulyani memberikan sinyal kuat bahwa IMF dan World Bank akan juga bersama-sama dengan Indonesia dan negara terdampak lainnya.

Yang menjadi pertanyaan kita adalah, apakah Indonesia akan mengajukan dana bala bantuan IMF ini? Melihat perkembangannya, dalam politik luar negeri indonesia, indonesia meskipun krisis memiliki daya tarik bagi para pemberi donor. Indonesia bisa memilih apakah hanya akan mengakomodir China sebagai singel donor atau juga akan membuka pintu bagi IMF dan World Bank. Melihat kedekatan indonesia dengan IMF, dimana menteri keuangan kita mantan direktur eksekutif IMF, dan sekarang pun Managing Director World Bank dijabat oleh Mary Elka Pangestu, tidak sulit kiranya untuk merealisasikan dana bantuan tersebut. Tinggal sekarang mana yang lebih fleksibel dalam menyalurkan bantuan. Disinilah China lebih unggul dibandingkan lembaga-lembaga donor.

Pertama, China tidak seperti lembaga-lembaga keuangan tadi, bekerja dengan prinsip yang lebih fleksibel tanpa banyak persyaratan (conditional).

Kedua, Cina dalam hubungan diplomatik (dagang) menerapkan prinsip setara dan cuan untuk semua serta tidak mencampuri urusan domestik. Sederhananya Cina hanya ingin mengajak mitra kreditor sebagai mitra dagang saja. Hari ini Cina adalah donor raksasa dengan ratusan ribu proyek di seluruh dunia.

Ketiga, front-front yang mendapatkan bantuan tidak dapat diikat dengan banyak persyaratan. Selalu akan ada celah untuk bentuk-bentuk kerjasama lain dari negara penerima. Konsep yang awalnya dianggap brengsek oleh IMF tetapi belakangan dianggap efektif dan melahirkan jenis perjanjian pihak ketiga.

Akan Digunakan untuk Apa?

Dana bantuan dari China akan menjadi dana pakai habis karena dipergunakan bagi krisis kesehatan tentu akan ada proyek pengadaan barang dan jasa lainnya. Berbeda dengan dana pinjaman infrastruktur yang berbunga dan barangnya tetap ada, dana seperti ini agak gimana gitu ngelacaknya.

Lagi pula mumpung ada yang mau meminjamkan hutang dan pilkada serentak sudah dekat, masalah kesehatan pada akhirnya akan ditarik juga ke persoalan politik-ekonomi. Soal pembayaran biar anak cucu saja yang mikirin.

Atau dana dari IMF akan digunakan untuk digelontorkan ke lembaga perbankan pemerintah dan swasta agar dapat segera mengeluarkan kebijakan sunset policy bagi para lembaga perbankan untuk memberikan perhatian lebih kepada pada kreditur kpr, kta dan aneka kredit yang terkait hal-hal primer.

Dengan menghapuskan denda keterlambatan pembayaran sampai pemotongan, penangguhan dan jika diperlukan penghapusan pembayaran dalam kurun waktu tanggap darurat wabah covid19.

(Penulis: Budi Setiawan, Direktur Sosial Politik One Nation, Political and Public Policy Consulting)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.