Antara Pak Ahmad dan Bukan Pak Ahmad

Driver ojol menjadi salah satu korban dampak COVID-19
Sumber :
  • vstory

VIVA - Badai ini akan berlalu. Tetapi pilihan yang kita buat sekarang dapat mengubah hidup kita untuk tahun-tahun mendatang

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Yang ingin saya katakan adalah seberapa kuat system sosial masyarakat kita melewati fase yang akan semakin memuncak. Bagaimana hari-hari ke depan akan diisi oleh perdebatan siapa dia siapa saya, kenapa dia kenapa bukan saya, kenapa mereka kenapa bukan kami. Hal ini dipertegas oleh juru bicara satgas corona yang dengan gamblang menyebutkan klasifikasi sosial masyarakat kita antara si kaya dan si miskin yang rentan penyakit.

Kiranya, inilah konsekuensi kebijakan ter-cluster terhadap korban pandemi global covid-19 yang berkarakter demokratis

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

01. Sebelumnya kita sudah memastikan bahwa pemerintah telah mengambil kebijakan memberlakukan penundaan cicilan dan penurunan bunga kredit bagi tukang ojek, supir taksi, nelayan, usaha mikro dan usaha kecil. Ditambah lagi pemerintah melaksanakan Program BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada masyarakat miskin dan hampir miskin yang berpenghasilan harian. Artinya penanganan masalah untuk masyarakat dengan pendapatan harian sudah (dianggap) final. Namun nyatanya pihak leasing menolak ketika ojol mendatangi leasing untuk penangguhan cicilan. Ke depan hal ini akan diikuti tuntutan dari cluster-cluster yang tidak disebutkan oleh pemerintah. Terjadi kecemburuan terhadap penanganan kelompok terdampak wabah corona

02. Kelompok pengusaha terdampak akan melakukan lobby km epada pemerintah untuk mendapatkan keringanan berupa: keterlambatan pembayaran gaji karyawan, dilanjutkan dengan pemotongan gaji karyawan (bukan hanya uang transport & uang makan), telat atau tidak diwajibkan membayar THR tahun ini. Tentu saja dengan bungkus bertuliskan tidak ada keuntungan karena bisnis lagi turun akibat wabah.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

03. Memasuki bulan baru (april) akan menjadi periode yang mulai berat bagi kelas menengah. Dimana kelas menengah ini terbagi dalam 3 strata.

Pertama, strata menengah atas, yang boleh dibilang tidak akan terlalu terganggu dengan kondisi dimana jika point 02 diatas terjadi. Reaksi dari strata ini hanya akan mengelus dada, mencoba berpikir positif bahwa ada hikmah dibalik ini semua. Karena strata ini memiliki cadangan uang, logistik dan aset yang cukup sampai masa tanggap darurat ini selesai.

Kedua, strata menengah tanggung. Strata yang sedang beranjak menuju menengah atas, tapi juga tak mau terjerembab lagi ke menengah bawah (istilahnya atas kagak, bawah ogah). Strata ini berisi orang-orang berisik dan cerewet yang sedang menikmati kenaikan kelas sosial di masyarakat. Strata golongan ini cenderung nekat dan tidak bisa menerima jika situasinya tidak dapat dikendalikan oleh mereka. Strata yang agresif jika kepentingannya terganggu tanpa adanya kepastian. Strata ini yang kadang menjadi penentu stabilitas masyarakat kelas menengah. Strata ini rentan degradasi dengan sedikit instabilitas. Berubah status sosial menjadi kelas menengah bawah dan/atau si hampir miskin

Ketiga adalah strata menengah bawah, yang akan menghadapi goncangan hebat jika sampai terjadi keterlambatan pembayaran gaji, apalagi sampai ada pemotongan gaji dan yang lebih parah tidak adanya THR. Reaksinya akan ekstrem bukan hanya memaki, tapi juga akan stress berkelanjutan, bukan tidak mungkin membuka ruang aksi jalanan di tengah pelarangan berkumpulnya orang banyak di tengah wabah pendemi. Strata ini yang paling tidak siap jika skenario ini yang terjadi.

04. Jika kita klasifikasi sederhana struktur masyarakat kita berdasarkan komentarnya pak ahmad, dan sikap mereka dalam fase tanggap darurat adalah:

Pertama, si kaya/kelas atas (pengusaha) tentu tidak ingin ada beban keuangan karena statusnya sudah force majeur.

Kedua, kelas menengah (hampir kaya tidak miskin) adalah mereka yang mayoritas mendukung lockdown. Kelas dengan status well educated, well concern of them self. Kelompok rasional selama cadangan makanan dan stabilitas ekonominya terjaga.

Ketiga, kelas bawah (si hampir miskin dan si miskin) yang tidak perduli dengan status lockdown atau tidak. Yang mereka tahu adalah melakukan hal-hal rutinitas untuk bertahan hidup tanpa tahu resiko mengenai kondisi wabah yang semakin menjadi-jadi.

05. Dari sini kita dapat melihat penanganan wabah secara ter-cluster tadi, telah menyebabkan ‘alarm’ survival dalam struktur sosial masyarakat menjadi aktif. Sehingga semua lapisan masyarakat akan berebut mendapatkan proteksi dan bantuan pemerintah. Perusahaan swasta sudah menyiapkan beberapa paket simulasi untuk meringankan beban keuangan mereka. Lembaga perbankan akan tetap menekan agar tetap ada pembayaran terhadap aneka kredit (kpr, kta, asuransi, dll) bagi kelas menengah.

Sementara lapisan bawah akan menghadapi tantangan kerumunan orang dalam penyaluran BLT. Yang notabene dalam teknis implementasi penyaluran BLT dalam bentuk cash akan melahirkan kerumunan yang tentunya memancing pandemi covid-19 semakin luas dan terdampak.

06. Perilaku si kaya (kelas atas, pengusaha) yang mengumumkan keras-keras dengan toa ke media bahwa mereka jatuh miskin, tak mampu membayar gaji karyawan akan meningkatkan eskalasi piskologi massa menjadi tidak terkendali, dan akan semakin memperburuk ekonomi dan pemulihan ekonomi ke depannya. Disisi lain ketika iklim ekonomi bagus, jika perusahaan untung tidak ada obligasi bagi mereka mengumumkan ke dunia kalau mereka akan memberikan bonus dan apresiasi kepada karyawan. Akhirnya menurut pelajaran sejarah, dalam situasi krisis si menengah dan si miskin adalah korban yang dikorbankan dalam situasi sulit dan menyulitkan. Alih-alih memotong gaji karyawan dan melakukan phk, lebih bijak dan ideal jika level eksekutif (direksi) merelakan gaji dan tunjangannya dipotong untuk gaji para karyawannya yang selama ini telah bekerja dan mengabdi bagi perusahaan.

07. Perilaku kelas atas yang seperti ini akan mempersulit agenda besar ke depan, yang katanya akan memberikan hak dan kewajiban yang seimbang bagi investor, pelaku dan pekerja ekonomi. Jika pemilik usaha tidak menunjukkan rasa kemanusiaan, itikad baik dan ketulusannya, dalam situasi yang sangat sulit ini, maka ke depan masyarakat tidak akan mau percaya terhadap tujuan Omnibus Law yang katanya bermanfaat bagi semua pihak, kecuali karyawan dan buruh itu sendiri. RUU ini akan mati sebelum berkembang. Boleh dikatakan situasi krisis ini adalah ujian lolos dan lulusnya RUU Omnibus Law di hari depan.

08. Shift responsibility atau lepas tanggung jawab pihak swasta adalah salah satu bentuk uji perilaku yang terjadi maupun akan terjadi. Salah satunya adalah gerakan memberi makanan lebih dan tips untuk para ojol yang hari-hari ini lebih banyak mengantarkan makanan dan paket barang. Seolah-olah jika orang tidak melakukan dan memposting hal ini di medsos, maka tercela secara moral. Pertanyaannya kemudian, tanggung jawab perusahaan kemana? Apa yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra ojol? Memindahkan (shift) tanggung jawab ini adalah cara cerdik mengakali gangguan keuangan perusahaan.

COVID-19 juga berdampak kepada kelas menengah atas

COVID-19 juga berdampak kepada kelas menengah atas

Hari ini pola ini berevolusi dan berkembang kepada hal-hal yang sifatnya donasi, dimana banyak pihak swasta melakukan ini. Jangan sampai kebaikan pihak swasta yang murni memberikan donasi atas nama kemanusiaan bagi penanggulangan wabah, diciderai oleh swasta-swasta culas yang hendak melakukan pertukaran kepentingan untuk mengelak dari hak dan kewajiban perusahaan - karyawan.

Penonton tidak ingin melihat ada akrobat tukar guling atau barter kepentingan dalam situasi sulit yang akan menggeser status karyawan/profesional yang masuk kategori rakyat kelas menengah degradasi ke bawah. Tidak pantas rasanya rasa kemanusiaan dan empati sosial civil society yang memberikan donasi kemanusiaan untuk korban langsung wabah covid-19 dibalas pemerintah dengan kebijakan yang tidak berpihak kepada civil society.

09. Itulah mengapa saya menyinggung tentang perlunya pemerintah menyiapkan kebijakan sunset policy untuk menopang kelas menengah agar keseimbangan dan stabilitas terjaga. Jangan sampai kelas menengah bawah jatuh ke dalam kategori miskin dan yang miskin makin diabaikan oleh si kaya dan pemerintah. Jika pemerintah tidak peka atau lebih berpihak kepada si kaya, hal ini akan menyebabkan system tidak terjaga, tidak seimbang dan tidak stabil. Dimana tentu akan berdampak terhadap agenda-agenda besar pemerintah ke depan (salah satunya omnibus law) dan juga pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 3%. Beban pemerintah akan semakin berat.

010. Sehingga saya lebih menekankan terhadap akan dipakai untuk apa hutang dari China, IMF dan World Bank. Hutang ini akan menyebabkan defisit APBN kita, yang mana hutang akan dibebankan ke masyarakat melalui pajak. Sehingga pantas kiranya, Masyarakat dalam semua level klasifikasinya merasakan manfaat dana hutang pemerintah baik langsung maupun tidak langsung, sepenuhnya untuk penanganan wabah dan menjaga sektor ekonomi formal dan informal selama beberapa bulan ke depan.

Dana hutang harus digelontorkan untuk penangguhan dan pengurangan cicilan pada kreditur kpr, kta, kendaraan bermotor, kulkas, panci, dan aneka kredit yang terkait hal-hal primer. Dengan turut menghapuskan denda keterlambatan pembayaran sampai pemotongan, penangguhan dan jika diperlukan penghapusan pembayaran dalam kurun waktu tanggap darurat wabah covid19.

Jadi jika kita rangkum, pointnya adalah:

Pertama, Manusia sekarang menghadapi krisis global. Mungkin krisis terbesar generasi kita. Keputusan yang diambil orang dan pemerintah dalam beberapa minggu ke depan mungkin akan membentuk dunia kita untuk tahun-tahun mendatang. Mereka tidak hanya akan membentuk sistem perawatan kesehatan kita tetapi juga ekonomi, politik, dan budaya kita.

Sehingga penanganan tercluster terhadap korban pandemi hanya akan menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih kompleks. Covid-19 adalah virus demokratis, yang dapat menyerang siapa saja, termasuk pejabat yang sembarangan bicara. Untuk itu perlu penanganan yang setara.

Kedua, pentingnya memilih orang yang terpercaya sebagai juru bicara satgas corona. Yang paham bagaimana menyampaikan isi pesan dengan jiwa. Yang bukan berpidato tapi bicara dengan rakyat, bukan membaca laporan tapi memahami apa yang dirasakan rakyat. Itulah pentingnya jiwa dalam komunikasi. Jiwa dalam seni komunikasi. The soul of speaking.

Ketika memilih antara alternatif, kita harus bertanya pada diri sendiri tidak hanya bagaimana mengatasi ancaman langsung, tetapi juga dunia seperti apa yang akan kita huni begitu badai berlalu. Ya, badai akan berlalu, umat manusia akan selamat, sebagian besar dari kita masih hidup - tetapi kita akan menghuni dunia yang berbeda.
(Penulis: Budi Setiawan, Direktur Sosial Politik One Nation, Political and Public Policy Consulting)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.