Tom and Jerry Reality Show

Presiden Joko Widodo.
Sumber :
  • vstory

VIVA  - Hubungan Pusat dan Daerah (Jakarta). Jadi yang mau saya katakan melihat fenomena terkini antara pemerintah pusat dengan DKI  bukanlah soal lempar tanggung jawab. Kedua belah pihak memaknai ini seperti permainan sepakbola dimana yang satu menyerang maka pihak lain bertahan. Inisiasi-inisiasi pak Anies dianggap sebagai sebuah serangan yang harus di-counter atau dipatahkan oleh pemerintah pusat dengan instrumen-instrumen yang ada.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Sehingga pemirsa yang wfh gemes-gemes gimana gitu menyaksikan tontonan ini karena tidak ada ujung pangkalnya. Yang perlu kita pahami adalah:

(1) ini bukanlah sepakbola , ketika salah satu pihak yang berhasil mengeksekusi program dan itu dianggap gol maka dianggap sebuah keberhasilan dalam kompetisi.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

(2) posisi pemerintah pusat dan daerah bukanlah kompetitor, keduanya memiliki hirarki yang jelas dalam struktur ketatanegaraan kita.

(3) ada pandangan yang salah (mispersepsi) yang terbangun bahwa pak Anies seolah ingin leading dalam aksi pencegahan dan penanganan covid-19 antara pemerintah pusat bersama dengan gubernur di pulau Jawa.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

(4) mispersepsi ini akhirnya meningkat ke dalam tahapan penyelesaian atau menyelesaikan ‘akibat’ bukan menyelesaikan ‘sebab’ , ketika akibat yang coba ditangkal, akan ada akibat-akibat lain yang timbul dalam menambal kebocoran-kebocoran itu. Mematahkan inisiasi adalah menyelesaikan akibat. Menyelesaikan sebab adalah bagaimana virus tidak menyebar dan pengobatan kepada pasien

Menurut meme darth vader tokoh antagonis dari Starwars. Orang kuat itu bukan menginjak orang yang dibawah, tapi ketika berhasil mengangkat orang ke atas. Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kuasa dan instrumen itu. Sebetulnya jika Pak Jokowi menyerahkan keputusan kepada masing-masing kepala daerah untuk memutuskan status tanggap darurat dengan supervisi dan suporting pusat, kita akan disuguhkan sebuah pertunjukan luar biasa bahwa batas-batas interst politics dapat diselesaikan dengan sekejap sesuai dengan Sila ketiga Pancasila ‘Persatuan Indonesia’

Hubungan Pemerintah dengan Perbankan

Pekan lalu kita menyaksikan Presiden telah mengambil kebijakan memberlakukan penundaan cicilan dan penurunan bunga kredit bagi tukang ojek, supir taksi, nelayan, usaha mikro dan usaha kecil. Namun senin (30/03) bahwa yang mendapatkan kebijakan tersebut adalah korban yang secara langsung menjadi korban korona, dengan mekanisme ketat untuk para debitur diatas. Pengumuman disampaikan oleh bung Fadjroel Rahman selaku juru bicara presiden.

Bagi saya perintah presiden adalah instruksi tertinggi, yang tidak mungkin, tidak boleh dan tidak pantas dibantah oleh misalnya Juru Bicara. Sehingga tetap yang menjadi rujukan adalah pernyataan resmi presiden, dimana yang dapat membatalkannya adalah pemberitahuan presiden secara langsung.

Dari fenomena ini kita dapat melihat ‘perlawanan’ pihak perbankan terhadap instruksi presiden pekan lalu. Lembaga perbankan menolak instruksi tersebut dengan formula baru. Dimana formula baru tersebut tidak mengambil coorporate margin.

Jika kita googling data tentang keuntungan para lembaga perbankan di kuartal III-2019, adalah:

Bank Rakyat Indonesia (BRI) meraih laba bersih terbesar yakni Rp 24,8 triliun. Bank Central Asia (BCA) sebagai bank swasta mengikuti dengan capaian sebesar laba Rp 20,9 triliun. Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI) mengikuti dengan laba bersih masing-masing Rp 20,3 triliun dan Rp 12 triliun.

PT Bank Permata Tbk. mengumumkan pertumbuhan laba bersih 121 persen secara tahunan menjadi Rp1,1 triliun. PT Bank Woori Saudarara Indonesia Tbk (SDRA) salah satu bank yang mencetak pertumbuhan laba. Laba bersih bank ini meningkat 2,56% secara year on year (yoy) menjadi Rp 400,6 miliar pada kuartal III 2019 dari Rp 390,6 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Jadi dari parsial data diatas, setiap kuartal per/tahun. Bank memiliki kewajiban untuk mengumumkan hasil keuntungan. Dan tidak pernah kita mendengar, melihat ada bank yang bangkrut. Artinya, ya Bank selalu untung.

Sehingga dalam kondisi extra ordinary ini. Setiap bank memiliki template menyapa nasabah dengan adanya wabah covid luar biasa tetap harus melaksanakan kewajiban. Hal ini tentu berlawanan dengan sikap dan pernyataan Presiden yang peduli terhadap nasib rakyatnya dari kalangan menengah dan bawah. Yang diminta pak Presiden Jokowi itu sederhana, hanya mengurangi keuntungan korporasi untuk membantu meringankan beban rakyat, tanpa menghapus tanggung jawab debitur kepada bank. (Budi Setiawan, Direktur Sosial Politik One Nation, Political and Public Policy Consulting)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.