Pandemi COVID-19, Apakah Ini Awal dari Resesi di Indonesia?

Pergeseran masa depan ekonomi Indonesia.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Sebagai sejarawan yang mendalami sejarah krisis ekonomi, apa saja menurut Anda yang terutama terjadi dalam krisis ekonomi parah?

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Albrecht Ritschl: Turunnya permintaan, turunnya produksi, pengangguran massal, krisis keuangan, lalu biasanya krisis utang negara.

Lalu di mana posisi kita dalam krisis saat ini?

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Kita berada di awal krisis. Situasi bisa berkembang seburuk krisis hebat pada awal 1930-an, dan produk domestik bruto bahkan bisa menyusut sampai 20%. Prospeknya tergantung pada berapa lama kebijakan karantina berlangsung dan tingginya utang negara.

Kegiatan ekonomi hampir sepenuhnya berhenti. Pernahkah ini terjadi sebelumnya?

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Tidak ada kondisi sebelumnya yang benar-benar bisa dijadikan perbandingan. Kondisi terdekat adalah situasi ekonomi perang. Selama perang dunia, restoran dan toko-toko kecil ditutup di mana-mana.

Alasannya, pemerintahan ingin membebaskan sumber daya untuk ekonomi perang. Sekarang ini bukan situasi perang, itu perbedaan besarnya. Tapi di beberapa daerah, ekonomi bisa menyusut sama parahnya. Pada masa perang, beberapa sektor ekonomi anjlok hingga 70%.

Berapa lama kemandekan ekonomi masih bisa kita tahan?

Tentu saja, orang khawatir kapan akan terjadi kekurangan pasokan atau bahkan kerusuhan sosial. Dan Anda bisa melihat bahwa politisi di seluruh dunia panik. Tetapi sering kali perhitungan politisi berbeda dengan seorang ilmuwan.

Apakah pemerintahan punya kekuatan menghadapi situasi seperti itu?

Apa yang sekarang kita lihat secara internasional adalah penggelontoran uang, baik di AS maupun di Jerman. Memang strategi ini juga digunakan pada perang dunia, dan pada dasarnya merupakan upaya "memadamkan kebakaran" dengan uang tunai.

Yang belum diketahui, seberapa besar dampak tindakan karantina. Apakah upaya penanggulangan krisis corona akan berdampak lebih buruk daripada penyakitnya sendiri? Ini yang saat ini menjadi topik perdebatan sengit.

Negara saat ini menghabiskan banyak uang, bahkan bisa dikatakan sibuk mencetak uang. Apakah ini akan berakhir dengan inflasi yang tinggi?

Kami tidak tahu apakah ini benar-benar akan terjadi. Setelah krisis keuangan 2008, para ekonom juga memperkirakan hal seperti itu. Tapi ternyata semua salah, termasuk saya juga. Yang ingin saya katakan adalah: kita benar-benar tidak tahu. Tetapi tentu saja, risiko ke arah itu ada.

Bagaimana krisis ini akan mengubah sistem ekonomi?

Efek utama adalah pergeseran dalam metode kerja industri dan sektoral. Contoh khas adalah apa yang kita lihat sekarang: kerja dari rumah. Saya dapat membayangkan bahwa sebagian besar cara kerja ini setelah krisis akan dipertahankan. Semua krisis dan perang besar telah menyebabkan perubahan dalam moda produksi.

Apa contohnya?

Perang Dunia I berdampak meningkatnya lapangan kerja perempuan, pengakuan serikat pekerja dan penerapan waktu kerja delapan jam sehari. Kemudian setelah Perang Dunia II kita melihat penerapan produksi massal industrial, munculnya masyarakat konsumen, akses ke pendidikan yang lebih baik untuk publik. Ini adalah contoh perubahan yang terjadi setelah krisis ekonomi.

Apakah ada faktor penting yang bisa membantu kita pulih dari krisis?

Penggerak nyata pemulihan dari krisis adalah utang pemerintah. Jadi jika suatu negara memiliki tingkat utang publik yang relatif rendah sebelum terjadinya krisis, maka lebih mudah dan lebih cepat untuk keluar dari krisis. Sejumlah negara lainnya biasanya harus berjuang mengatasi pembengkakan utang negara yang berlebihan pada akhir krisis. Misalnya situasi Eropa Selatan setelah krisis keuangan 2008. Ini adalah contoh klasik, dan akan terjadi lagi.

Bedanya zaman jadul dengan zaman now

Bisa dikatakan ekonomi setelah perang dunia II adalah industrialisasi. Zaman jadul rajanya adalah Henry Ford, Mercedes Benz, Chrisler.

Tiba tiba semuanya di-industrialisasi. Termasuk minuman, beer, roti, bahkan cheese. Zaman jadul itu cheese bikin di desa. Sekarang bikin di industri.

Tapi sekarang zaman now. Contohnya yang menonjol bukan Wuling, atau DFSK, tapi apa? Alipay, Wechat money.

Alipay itu menggelontorkan modal ribuan trilyun rupiah. Berpuluh kali lipat APBN Republik Indonesia.

Bila melancong dan berbelanja di China, Anda pasti akan sering melihat dua kertas berisi QR code untuk melakukan pembayaran transaksi.

Bahkan di beberapa toko dan gerai, Anda akan melihat kalimat "Silahkan gunakan Alipay dan WeChat Pay". Atau "Maaf kami tidak menerima pembayaran kecuali menggunakan Alipay dan WeChat Pay".

Hal ini terjadi karena di China pembayaran mobile payment begitu populer. Masyarakat China tidak masalah jika tidak membawa bahkan kehilangan dompet, asalnya membawa ponsel. Di China ponsel adalah segalanya.

Mengutip Forbes, ada dua alasan berkembangnya pembayaran mobile payment terutama Alipay dan WeChat Pay. Pertama, infrastuktur. Di China infrastruktur internet berkembang dengan cepat dengan kecepatan tinggi.

Kedua, layanan perbankan yang dianggap tidak ramah. Masyakat China menganggap ke bank menyulitkan. Harus antrei dan harus memenuhi berbagi persyaratan agar mendapat memiliki rekening dan mendapatkan kartu debit.

Di China kartu kredit dari perbankan bahkan tidak populer. Alasannya, masyarakat China tidak terlalu suka berutang.

Asal tahu saja, beralihnya masyarakat China ke mobile payment berawal dari diluncurkan Alipay pada 2004. Awalnya layanan pembayaran berbasis platform ini digunakan sebagai alat pembayaran ketika bertransaksi di Taobao, platform e-commerce paling populer milik Alibaba.

Dengan cepat layanan ini mendapat kepercayaan publik karena keamanan. Apalagi Alibaba memiliki jumlah pengguna yang sangat besar dan layanan ini diperlukan ke sektor ritel lainnya.

Booming mobile payment makin menjadi ketika Tencent meluncurkan WeChat Pay. WeChat merupakan layanan perpesanan singkat paling populer dengan China dengan jumlah pengguna hingga 1 miliar user.

Masa depan ekonomi Indonesia

Bukan di tangan Sri Mulyani. Bukan di Boediono. Tapi di tangan Marie Pangestu, Nadiem Makarim, dan John Riyadi.

Nantinya distribusi uang dalam bentuk voucher gopay, dan grab. Seluruh konsumen Republik Indonesia diberi voucher untuk 200 juta user.

Pembagian BLT kepada 45 juta penduduk akan tercatat melalui pelanggan PLN golongan 450 watt lewat voucher gopay @Rp650.000 per orang. Sekarang ini pendataan penerima voucher PLN gratis 3 bulan.

Uang akan disebar, selama ini distribusi kredit bank menjangkau 45 nasabah kredit. Ini akan diperluas 4 kali lipat menjadi 200 juta nasabah.

Kredit bukan lagi lewat Adira tapi kredit gopay. Anda akan diberi fasilitas pay later, yaitu kredit 2 bulan gaji bilamana seluruh gaji Anda dimasukkan auto debet kepada rekening gopay.  (Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM, Alumni IPB Teknologi Pangan, dan Magister Manajemen Universitas Indonesia Lulus 1989)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.