Narasi Tak Berwujud

Ilustrasi Presiden Jokowi.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Kita coba kilas balik 3 pekan ke belakang dengan mencoba melihat apa yang dilakukan oleh negara-negara lain dalam mengatasi krisis.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Pertama, sebelum PBB lewat WHO menetapkan Corona sebagai pandemi global yang memicu kepanikan di eropa dan AS, negara-negara ASEAN lebih dulu menetapkan status sangat serius (luar biasa) dalam menangani penyebaran.

Hanya Indonesia negara ASEAN yang masih meremehkan ancaman virus ini bagi kehidupan. Di saat negara lain mulai menutup pintu masuk negaranya, Indonesia justru sebaliknya, memberikan insentif bagi wisatawan. Artinya Presiden tidak mendapatkan informasi yang valid dan seutuhnya sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak relevan. Menteri-menteri dan pejabat teras pun turut mengamini.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Kedua, di ASEAN, Vietnam, Thailand, dan Singapura. Mereka berhasil me-lockdown dan membatasi penyebaran virus corona dengan gaya kebijakan kolektif dan otoriter. Yang menarik adalah bagaimana kebijakan ini didukung oleh masyarakatnya dengan gerakan sosial berbagi dan peduli.

Di mana-mana tempat disediakan pemeriksaan gratis, pembagian massal cairan disinfektan serta masker gratis seluruh negeri serta menjaga terjadinya panic-buying. Ada kerjasama antara pemerintah (militer, polisi, aparatur sipil) dan mayarakat.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Iran berhasil dengan semangat nasionalisme. Seperti halnya Cina, Iran mengambil skenario evakuasi untuk perang nuklir dan bio-war. Tentu saja dengan menunjuk AS sebagai negara dibalik krisis Corona.

Benar atau tidaknya, skenario ini menyatukan pendapat publik bila Corona bukan tanpa agenda politik-hankam-dan ekonomi di baliknya. Untuk itu harus dihadapi oleh segenap warga negaranya. Rakyat bersama dalam satu visi yang sama.

Ketiga, Kuba adalah sebagai salah satu rujukan kesehatan terbaik di dunia. Masyarakat Cuba termasuk kelompok yang santai menghadapi pandemi global ini karena sistem proteksi kesehatan dan pelayanan rumah sakit mereka yang bagus dan gratis.

Sekali lagi rakyat Cuba merayakan social experience a la sosialisme Castro: kesehatan adalah persoalan kemanusiaan bukan bisnis.

Bagaimana dengan Indonesia setelah memasuki pekan ke-empat. Ketika negara-negara di dunia sebagian besar sudah berhasil mengunci persebaran. Apa saja yang dilalui oleh negara kita dalam memerangi wabah ini.

01. Selama 3 pekan ini tidak ada acuan skenario dan tindakan yang jelas dari pempus atau pemda terkait penanganan pandemi Corona yang bisa diadopsi dan dipatuhi warga. Indonesia baru memiliki protap melalui PSSB di pekan ketiga. Kita disibukkan dengan atraksi politik mengenai terminologi lockdown versi bahasa inggris dengan karakter local wisdom indonesia.

02. Dengan ditunjuknya BNPB dan bukannya Menkopolhukam atau Menhan adalah sesuatu yang perlu dipertanyakan. Mengapa pemerintah tidak mau menjadikan kondisi 2 pekan yang lalu sebagai darurat (state of emergency)? Apakah takut rencana investasi gagal atau takut misalnya Menhan Prabowo tiba-tiba mempunyai otoritas mengunci dan mengisolasi warga termasuk merumahkan presiden.

03. Dalam kurun waktu 3 pekan ini kita lihat sebagian pejabat dan netizen menjadikan alasan masih adanya kegiatan dan interaksi di luar rumah menjadi penyebab tingginya persentase kematian. Ini adalah pendapat yang tujuannya mempersalahkan korban.

Bahkan sampai menggunakan buzzer untuk yang tadinya setuju lockdown menjadi tidak setuju lockdown kembali menjadi setuju lockdown. Managemen krisis ala kontestasi politik inilah yang justru menyebabkan keresahan dan tekanan terhadap pemerintah semakin memuncak.

Menyalahkan tingginya angka kematian per kasus korona kepada korban adalah alasan buruk dan tidak manusiawi. Pemerintah seperti sedang menggeser tanggungjawab yang harus ditanggung mereka sebagai penyelenggara negara ke pundak masing-masing warga.

04. Aksi sosial kemanusiaan yang digalang oleh Civil Society terbukti lebih efektif dibandingkan kerja-kerja birokrat pemerintah. Aksi selegram Rachel Vania dan Nyai Nikita Mirzani memiliki dampak pengumpulan donasi yang dahsyat. Meskipun pada akhirnya Nikita akhirnya sewot dengan banyaknya orang yg datang meminta sumbangan ke rumahnya.

05. Kenyataannya adalah hari ini pemerintah sama sekali tidak memiliki skenario penanganan, baik itu lockdown, self-isolation, karantina apalagi herd-imunitas. Segala bentuk herd imunity teori, konspirasi teori, half isolation atau karantina itu hanyalah narasi-narasi saja. Termasuk skenario herd immunity.

06. Bahwa dalam 3 pekan ini telah terjadi kesia-siaan waktu dalam penanganan pandemi dari sektor pencegahan penyebaran dan penyembuhan pasien. Apakah ini disengaja atau alamiah? Apakah buying time ini memang dengan tujuan tertentu misalnya politik anggaran domestik yang belum selesai permasalahannya atau dengan pihak IMF dan World Bank sebagai lembaga donor?

Seperti kita ketahui pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dipastikan tertunda. Pilihannya apakah dilaksanakan di Maret 2021 atau September 2021. Bagaimana status kepala daerah yang selesai masa baktinya tahun ini tapi belum melaksanakan pilkada serentak? Apakah diperpanjang atau di-plt oleh Mendagri. Inilah kiranya yang perlu konsensus bersama untuk stabilitas politik yang berdampak terhadap stabilitas ekonomi nasional.

07. Akhirnya di mana semua komponen bangsa dan aparat negara menyampaikan narasi, seluruh narasi itu menjadi semu karena efektivitasnya tidak teruji di tataran implementasi.

Kita dihadapkan pada sebuah fase di mana (1) rakyat yang mulai tertekan selama 3 pekan ini akhirnya harus menjadi pengemis dengan datang ke rumah-rumah artis penggalang donasi; (2) pemerintah yang ugal-ugalan dalam merumuskan langkah penanganan wabah melalui atraksi-atraksi politiknya; (3) para seleb yang mungkin kapok rumahnya didatangin oleh warga yg meminta sumbangan; dan (4) warga yang masih sehat nalar berpikirnya dengan berdoa dan berserah diri kepada Tuhannya

Sehingga, Narasi Perampingan dan Percepatan birokrasi yang diimpikan oleh Presiden, diuji melalui krisis pandemi ini, yang mana sejauh ini narasi promo makanan diskon 40?n buy one get one adalah yang paling kongkrit dari semua narasi yang disajikan oleh elite. (Budi Setiawan, Direktur Sosial Politik One Nation, Political and Public Policy Consulting)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.