Pendidikan Bijaksana Tanpa Diskriminasi dalam Wabah

Pendidikan Bijaksana Tanpa Diskriminasi Dalam Wabah
Sumber :
  • vstory

VIVA – Proses pendidikan harus dilangsungkan secara bijaksana. Salah satu indikator bijaksana tersebut sudah pasti dengan meniadakan diskriminasi pendidikan.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Secara umum diskriminasi diartikan sebagai pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya. Demikian pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Harapannya ini tidak terjadi dalam proses belajar dari rumah yang telah ditentukan pemerintah selama corona mewabah.

Pada prinsipnya, proses belajar dari rumah berpedoman pada konsep pendidikan jarak jauh. Menurut Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan jarak jauh diartikan sebagai pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Salah satu sumber belajar yang dimaksud di atas adalah internet. Untuk mengaksesnya menggunakan laptop, PC dan gadget. Dalam operasionalnya tentu saja dibantu berbagai aplikasi dan layanan belajar yang umumnya berbasis web.

Sekadar tambahan, layanan belajar yang disarankan pemerintah selama belajar dari rumah antara lain Rumah Belajar, Kelas Pintar, Quipper School, Microsof Office 365, Sekolah Online Ruang Guru, Sekolahmu, Zenius, dan Google G Suites for Education.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Semua layanan belajar tersebut disampaikan dalam lampiran Surat Edaran Nomor 36962 /MPK.A / HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID- 19) yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Pada satu sisi belajar dari rumah dengan menggunakan internet memang sangat dimungkinkan. Zaman sekarang internet memang dapat diakses dengan mudah melalui berbagai macam cara.

Selain itu dalam pengamatan juga terlihat pengguna internet begitu beragam. Buktinya teknologi ini telah dipergunakan oleh hampir semua orang, mulai orang tua sampai dengan anak-anak usia sekolah.

Masalahnya, anak-anak usia sekolah tersebut tentu berasal dari latar belakang ekonomi berbeda. Bisa jadi beberapa di antara mereka tidak memiliki komputer, laptop dan gadget. Mungkin juga semua atau beberapa perangkat tersebut telah dimiliki tapi tidak ada paket data untuk mengakses internet. Alasan klasiknya mungkin minimnya dana untuk membeli paket data.

Keberagaman latar belakang ekonomi siswa ini yang harus dipahami guru. Artinya guru tidak boleh memaksa untuk mencapai semua target belajar yang diberikan pada siswa. Dengan demikian jika dalam proses belajar dari rumah ada siswa tidak dapat mengerjakan tugas karena terkendala sarana, maka guru harus bijaksana.

Kebijaksanaan guru tersebut suatu keharusan. Hal ini telah disampaikan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Salah satu ketentuan belajar dari rumah menurut Surat Edaran tersebut menyatakan aktivitas dan tugas pembelajaran belajar dari rumah dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses atau fasilitas belajar di rumah. Sekali lagi, berdasarkan ketentuan ini, sudah pasti guru harus bijaksana.

Sekadar masukan, apabila seorang siswa tidak dapat mengerjakan tugas dari guru secara online maka ada baiknya diberi kebebasan mengerjakan dengan kertas dan pensil. Intinya proses belajar dari rumah harus tetap berjalan meski dengan keterbatasan sarana belajar siswa.

Selain itu perlu dipahami juga bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan, diskriminasi memang harus dihindari. Secara tegas hal ini dinyatakan dalam Pasal 4 Ayat 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Menurut pasal di atas pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Satu hal yang harus dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan adalah tujuan pendidikan itu sendiri. Sesuai Pasal 31 Ayat 1 dalam UUD 1945 tujuannya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Salah satu cara untuk mencapai tujuan di atas tentu dengan meniadakan diskriminasi dalam pendidikan. Salah satunya menghapus pembedaan dalam proses belajar dari rumah selama corona masih mengancam keselamatan bangsa.

Demikianlah seharusnya pendidikan dilangsungkan berpedoman Pasal 4 Ayat 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Singkatnya pendidikan harus memandang siswa secara adil tanpa ada pembedaan.

Apakah guru mampu mewujudkan pendidikan adil dan bebas diskriminasi? Guru Indonesia pasti mampu dan pasti bisa. (Penulis: Ilham Wahyu Hidayat, Guru SMP Negeri 11 Malang)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.