Iba BBM Pak Dahlan Iskan

Ilustrasi kotak amal pertamina (Foto/disway)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Siapa ya yang harus diam-diam bersyukur ada wabah Corona? Sehingga harga BBM tidak segera turun pun tidak ada yang ribut?

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Pun ketika harga gula naik tidak ada yang mempersoalkan. Demikian juga ketika beberapa harga lainnya ikut melejit: oke-oke saja.

Bahkan ketika iuran BPJS tidak diturunkan juga biasa-biasa saja. Padahal Mahkamah Agung sudah memerintahkan pembatalan kenaikan itu.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Corona telah membuat ibu-ibu kita lebih bersabar --toh sulit ke pasar. Virus ini telah membuat mahasiswa kian adem --gak mungkin bisa demo. Dan Covid-19 ini ternyata jadi penyebar totaliter paling efektif: praktis praktik-praktik demokrasi bisa diabaikan sampai jakunnya.

Maka apa boleh buat: baiknya kita tunggu saja datangnya belas kasihan. Terserah saja kapan harga BBM akan diturunkan. Kita serahkan sepenuhnya kepada kebaikan hati yang punya wewenang menurunkannya.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Demikian juga harga-harga kebutuhan dapur. Kita relakan naik ke atas langit-langit sekali pun. Kita harus maphum se maphum maphumnya: Corona telah menyulitkan koordinasi.

Kita adalah bangsa toleran. Yang tidak toleran bisa dianggap ekstrem. Dan tidak Pancasialis.

Kita harus toleran bahwa Pertamina itu bukan pedagang minyak murni. Yang kalau harga kulakannya turun, harga jualnya bisa langsung turun. Yang kalau harga minyak mentah dunia kini tinggal 20 dolar/barel, harga bensin bisa langsung diturunkan menjadi sekitar Rp 5.000/liter.

Tulisan tersebut dari pak Dahlan yang (R)iskan. Kenapa?

Coba Anda pikirkan Bulog. Kenapa saat harga beras anjlok dibeli Bulog. Saat harga beras naik ada operasi pasar Bulog.

Demikian Pertamina, saat harga minyak mentah anjlok apa BBM digratiskan? Kan terjadi revolusi. Seperti di Venezuela itu negara penghasil minyak terbesar di dunia, harga BBM terlalu murah, dan berlangsung lama, tidak bisa naik. Setiap kali naik, rakyat revolusi.

Juga Pertamina itu milik negara. Saat Pertamina jual ke PLN pun rugi, sudah puluhan tahun, pembayarannya tersendat. Saat Pertamina jual ke Garuda pun demikian. Pertamina sudah dianggap bank.

Yang melayani kreditur. Belum lagi PTPN. Belum tentu bayar BBM secara lancar bukan. Apalagi untuk jual BBM di Papua, ongkos pesawatnya pun tak terbayar. Demi policy satu harga. Ini disebut cross subsidy.

Bila konsep biaya turun harga turun, maka ibu-ibu seluruh Indonesia akan protes kalah dengan gadis muda, bukan.

Jadi ada yang disebut lindung nilai. Bila USD naik Rp17.000 pun risiko ada di swap BI. Ini disebut policy lindung nilai. (Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM, Alumni IPB Teknologi Pangan, dan Magister Manajemen Universitas Indonesia Lulus 1989)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.