Hubungan Pusat dan Daerah Sebagai Upaya Penanganan COVID-19 di Indonesia

Penulis : Dwiko Rynoza Nur Rachman, Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang, Sekbid Ideologi dan Kaderisasi GMNI UMM 2018-2019
Sumber :
  • vstory

VIVA – Indonesia pada saat ini sedang menghadapi bencana non alam dan ini dihadapi semua negara di dunia. Hal yang menjadi masalah sangat serius ini adalah virus yang saat ini menjadi pandemi di seluruh dunia salah satunya adalah Indonesia.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Virus Covid-19 ini sudah sangat mengerikan dikarenakan menyebabkan krisis kesehatan yang berdampak pada aspek ekonomi. Terhitung data di Indonesia per Tanggal 18 Mei 2020 jumlah orang yang diperiksa143.035, terkonfirmasi positif Covid-19 18.010, sembuh 4.324, dan meninggal dunia 1.191 (sumber: covid19.go.id).

Di sini dalam menangani Covid-19 Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terbaru dalam menangani Covid-19 ini. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan adalah PSBB, yaitu Peraturan Menteri Nomor 9 tahun 2020 Tentang Pedoman Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan sebagai lanjutan ada Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 Tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Tentu dalam implementasinya Pemerintah Pusat tidak berjalan sendiri dan harus diimbangi dengan koordinasi yang baik antara pusat dan daerah.

Namun, fakta yang terjadi di lapangan dalam penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah ini tidak berjalan dengan efektif, banyak sekali terjadi miskoordinasi antara pusat dan daerah. Hal ini membawa dampak yang buruk pada penanganan Covid-19, bukannya melakukan percepatan penanganan yang terjadi justru memperlamban penanganan Covid-19.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Adapun miskoordinasi antara pusat dan daerah adalah terkait dengan pemberhentian sementara operasional KRL (Kereta Api Listrik) yang diminta oleh Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Barat sebagai upaya menekan kerumunan dan juga mobilitas masa.

Namun yang terjadi ada kontradiksi antara Pemerintah Pusat dan Daerah di mana Pemerintah pusat tidak menginginkan pemberhentian operasional KRL Dengan alasan mobilitas masa masih sangat diperlukan, dan jika pemda tidak memberikan solusi terkait pemberhentian operasional KRL, maka akan menimbulkan masalah baru.

Bukan hanya itu saja miskoordinasi juga terjadi antar Kementerian yaitu terkait dengan Pelarangan ojol membawa penumpang termuat dalam lampiran penjelasan Pasal 13 tentang peliburan tempat kerja dalam Permenkes PSBB. 

Pasal tersebut berbunyi “Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang.”

Namun kini tertindih oleh aturan Permenhub yang dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d menyebutkan, "Dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan...".

Dan sampai hari ini pun masih terjadi kebijakan yang tumpang tidih dalam pemerintahan, yang terbaru terkait dengan Pelonggaran moda transportasi umum yang dicetuskan Kementerian Perhubungan pada Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Hal ini dinilai kontroversi dalam masyarakat karena kebijakan ini bertentangan dengan kebijakan PSBB yang sudah diterapkan pada daerah-daerah tertentu yang sudah menerapkannya, mengapa demikian karena pada saat ini beberapa wilayah sedang menerapkan PSBB melakukan pelarangan kepada masyarakat yang ingin bepergian keluar Kota karena dinilai akan mempercepat penyebaran virus Covid-19 ke penjuru daerah.

Pada akhirnya masyarakat yang sebagai objek oleh kebijakan-kebijakan tersebut yang akan dibuat bingung serta dirugikan terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat dan yang terjadi di mana paradigma masyarakat terhadap Pemerintah menjadi buruk yang beranggapan bahwa Pemerintah tidak serius dalam menangani Covid-19 ini.

Jadi singkatnya penulis beranggapan bahwasannya dalam percepatan penanganan Covid-19 ini perlunya ketegasan oleh pemerintah pusat agar tidak terjadi disharmonisasi kebijakan atau miskoordinasi  antara pemerintah pusat dan juga daerah.

Di sini ketegasan sangat penting dalam membuat kebijakan dan juga harus melakukan koordinasi yang intens antara pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah dalam membuat kebijakan tanpa melanggar UU, karena ini menyangkut kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Dengan itu maka akan menemukan jalan keluar untuk menangani Covid-19 ini. Dengan ketegasan dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah nantinya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah akan sejalan dan dapat berjalan dengan baik. Dan kebijkan-kebijakan yang dibuat akan berjalan efektif dalam menangani Covid-19 ini. (Penulis: Dwiko Rynoza Nur Rachman, Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang, Sekbid Ideologi dan Kaderisasi GMNI UMM 2018-2019)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.