Belajar dari Sikap Pemimpin Dunia dalam Penanganan Virus Corona

Sumber: https://www.ft.com/content/e69e642a-eb15-11e9-85f4-d00e5018f061
Sumber :
  • vstory

VIVA – Wabah virus corona telah menyebar ke seluruh belahan dunia dan terus memakan korban tiap harinya. Tentu saja, kejadian ini dapat dikatakan sebagai ujian yang berat bagi seluruh pemimpin dunia. Bagaimana tidak, seluruh masyarakat di negaranya masing-masing sangat bergantung pada kebijakan yang diambil dari pemimpin negara tersebut.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Leadership menjadi hal yang krusial dalam penganangan virus corona. Berbagai pemimpin di dunia telah melakukan berbagai upaya, guna menurunkan angka korban. Namun dalam perkembangannya, kebijakan yang diambil berbegai negara membuahkan hasil yang berbeda-beda, ada yang berjalan efektif, dan ada pula yang sebaliknya.

Menangani sebuah negara pada saat keadaan genting merupakan perkara sulit bagi seorang pemimpin. Merujuk Arjen Boin dan Paul’t Hart (2003) dalam jurnalnya yang berjudul Public Leadership in Times of Crisis: Mission Impossible?

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Mengemukakan bahwa sulitnya mengendalikan sebuah negara dalam situasi krisis, disebabkan oleh munculnya tekanan dari berbagai pihak, informasi yang tidak akurat, bahkan munculnya kekacauan dalam tubuh pemerintah itu sendiri.

Beberapa negara dapat dikatakan dapat mengendalikan pandemik virus corona, sebut saja Taiwan, Selendia Baru, Korea Selatan, dan Jerman. Tentu saja, hal ini membuat orang-banyak orang bertanya-tanya, apa yang dilakukan pemimipin keempat negara tersebut sehingga dengan efektif menekan angka penyebaran virus corona?

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Waspada dan Responsif

Kesiapan dan kewasapadaan merupakan faktor terpenting dalam penanganan pandemik ini. Berkaca pemimpin Taiwan, Tsai Ing-wen, sejak kemunculan virus ini pertama kali di China. Ia segera mengimplementasikan 124 tindakan untuk memblokir penyebaran virus dalam rentang waktu lima minggu sebagai upaya melindungi masyarakatnya.

Tidak hanya itu, Taiwan juga belajar dari masa lalu, di mana kala itu Taiwan adalah salah satu negara yang terkena dampak paling parah dari virus SARS tahun 2003. Sejak saat itulah Taiwan mulai menyusun sistem perawatan kesehatan terbaik untuk mengantisipasi munculnya kejadian yang serupa.

Selain Taiwan, Selandia Baru juga melakukan respon yang cepat dalam pegangan virus corona. Dilansir dan The Atlantic, Jacinda Ardern selaku Perdana Menteri Selendia Baru disebut sebagai pemimpin terbaik dalam melawan virus corona. Ardern langsung memberlakukan kebijakan wajib isolasi mandiri selama 14 hari saat ketika hanya baru ada enam kasus di negara tersebut. Lima hari berikutnya Ardern mengeluarkan kebijakan larangan bagi orang asing yang memasuki negara tersebut.

Transparan

Meskipun Jerman memiliki angka kasus corona yang tinggi, namun apabila dibandingkan dengan angka korban meninggal, persentasenya dapat dikatakan rendah yaitu terhitung pada tanggal 19 Mei 2020, korban terkonfrimasi sebesar 178 ribu, kesembuhan sebesar 156 ribu, dan meninggal dunia sebesar 8.193.

Sebagai Kanselir Jerman, Angela Merkel secara gamblang mengatakan bahwa virus ini dapat menyerang 70% populasi Jerman. Ia juga secara terbuka membeberkan ke publik mengenai penemuan para ahli yang menjadi dasar kebijakan. Keterbukaannya ini bukan membuat rakyatnya menjadi panik, justru semakin peka akan bahaya dan patuh kepada pemerintah.

Memanfaatkan Teknologi

Korea Selatan adalah salah satu contoh negara yang mampu menekan angka penularan wabah virus corona. Jika diingat kembali, pada Februari lalu Korsel mengalami pelonjakan kasus virus corona yang begitu parah. Namun hanya dalam beberapa waktu saja negara ini mampu menekan penularan wabah. Cara jitu yang dilakukan pemerintah Korsel adalah menerapkan teknologi pelacakan dan mengadakan tes masal. Korsel juga memadukan teknologi dengan transparansi dan keterbukaan kepada masyarakat. Upaya tersebut dinyatakan berhasil. Bahkan tanpa diberlakukannya lockdown, Korsel mampu menurunkan kasus virus corona.

Jika kita bandingkan dengan negara yang hingga saat ini belum mampu mengendalikan virus corona, sebut saja Amerika Serikat, faktor yang menyebabkan semakin meningkatkannya angka penyebaran adalah minimnya persiapan antisipasi. Dilansir dari ABC, menurut ahli epidemiologi AS dan mantan staf WHO, Gary Slutkin, Amerika tidak menduga bahwa virus ini akan datang hingga ke Amerika Serikat mengingat jarak yang cukup jauh antara China dengan Amerika. Ditambah lagi disaat awal mula terjadinya wabah virus corona, Presiden Amerika Serika, Donald Trump terkesan meremehkan dan menyia-nyiakan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk persiapan. Dengan minimnya persiapan, maka tidak mengherankan Amerika saat ini berada di puncak tertinggi kasus penyebaran virus corona.

Apa yang terjadi di Amerika saat ini tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia. Minimnya persiapan dan lambatnya respon yang dilakukan oleh pemerintah pusat yang dapat kita lihat saat pertama kali virus ini merebak luas di Indonesia, rendahnya transparansi pemerintah, pernyataan blunder yang dilontarkan pejabat, hingga berbagai kebijakan yang terkesan plin-plan, seperti yang terjadi baru-baru ini mengenai pelarangan mudik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.